Hakikat kebahagiaan, kata Al-Ghazali, akan dapat dicapai jika manusia mampu menundukkan nafsu kebinatangan dan setan dalam dirinya. Menggantinya dengan sifat tunduk-patuh penuh cinta pada Sang Mahacinta.
JERNIH– Saudaraku,
Ketahuilah. Sang filsuf kerap berkhutbah. Kebahagiaan muncul tatkala manusia mampu memandang kebenaran ( theoria). Menyelami lautan kebenaran adalah aktivitas manusia tertinggi. Hidup bahagia adalah penanda pecinta kebenaran ketika fungsi akal dioptimalkan dalam setiap denyut. Karena akal merupakan suatu unsur ilahi dalam diri manusia. Menjalankan aktivitas akal, berarti suatu hidup ilahi. Merayakan keikhlasan. Maka, sedapat mungkin, rawatlah daya ilahi itu dengan melampaui hal-hal duniawi.
Renungkanlah. Seorang pecinta kebenaran acap berpesan: pelihara dirimu jangan sampai terjebak pada hal-hal irasional. Karena tindakan melawan akal pasti tak akan membawamu kebahagiaan. Malah cenderung melawan kodrat manusia. Dengan mencintai akal, engkau mampu memetakan: mana perbuatan yang bisa menjauhkan atau mendekatkan diri pada kesahihan. Para penempuh jalan keabsahan bergerak di atas bayang-bayang kuasa. Menyibukkan nafasnya dengan memburu ilmu hingga di ujung tanah. Ya, akhirnya bermuara pada puncak kebahagiaan.
Sadarlah. Jejak kebahagiaan sang filsuf itu sungguh keren. Aku yakin, jalan bijak ini senyawa dengan tapak para sufi. Bermula dari fakultas akal, bersama hati, berujung merindu pada Tuhan. Tiba-tiba aku teringat kitab Kîmiyâ’ al-Sa‘âdah (Kimia Kebahagiaan)-nya Al-Ghazali. Hakikat kebahagiaan, kata Al-Ghazali, akan dapat dicapai jika manusia mampu menundukkan nafsu kebinatangan dan setan dalam dirinya. Menggantinya dengan sifat tunduk-patuh penuh cinta pada Sang Mahacinta.
Sedangkan kebahagiaan tertinggi tatkala manusia terbuka hijabnya dengan Allah. Mampu melihat Allah dengan mata hatinya. Kemudian memuliakan segala bentuk ciptaan-Nya di atas buntala tanpa diskriminasi.
Aku makin kokoh. Inilah kunci demi mencintai Allah. Mustahil lahir energi cinta jika tak mampu merasakan indahnya berhubungan dengan sesuatu yang menyenangkan. Tuhan menyapa hamba-Nya penuh suka-cita. Maka, genggamlah cahaya-Nya dengan tersenyum. Hanya dengan cinta kepada-Nya, kebahagiaan hakiki akan mendarat di rumahmu. [Deden Ridwan]