Renungkanlah. Setelah ulat merah berkata demikian, ia bertanya pada Nabi Dawud, “Apakah yang dapat kamu katakan padaku agar aku dapat faedah darimu?”
JERNIH–Saudaraku,
Dinukil dari kitab “Mukasyafatul Qulub” karya Imam Al-Ghazali bab Al-Haya, suatu hari Nabi Musa as sedang bersandar di sebuah pohon. Tiba-tiba muncul dari dalam tanah seekor cacing merah. Lalu Nabi Musa bergumam, “Buat apa Allah menciptakan seekor cacing merah yang menjijikkan seperti ini?”
Ketahuilah. Ketika mendengar perkataan Nabi Musa itu, si cacing dimampukan bisa berbicara oleh Allah Ta’ala, hingga Nabi Musa dapat mendengar ucapannya. Cacing pun berkata, “Wahai Nabiyullah, aku diciptakan Allah agar membaca tasbih (Subhanallah, walhamdulillah, walaa ilaa ha illallah, wallahu akbar) pada siang hari 1000 kali, dan membaca shalawat kepada Nabi Muhammad SAW pada malam hari seribu kali. Mendengar jawaban itu, Nabi Musa sontak tertunduk malu, lantas bertaubat kepada Allah SWT.
Simaklah. Kisah lain dari cacing yang bertasbih ini juga diceritakan dalam kitab tafsir “Marah Labid” karya Syaikh Nawawi Al-Bantani. Ketika Nabi Musa memecahkan batu besar dengan tongkatnya, batu tersebut pun terpecah. Dari dalam batu yang terpecah itu, ternyata Nabi Musa menemukan batu lagi. Beliau memecahkan lagi dengan tongkatnya, kemudian ada batu lagi di dalamnya. Batu itu dipecah lagi, ternyata muncul batu lagi dari dalam. Ketika batu itu ia pecah, dari pecahan terakhir muncul seekor cacing yang sangat kecil. Nabi Musa melihat dari mulut cacing itu, ada secuil makanan yang keluar dari tenggorokannya.
Kemudian Allah memampukan cacing itu berbicara hingga didengar oleh Nabi Musa. Cacing itu bertasybih mengucapkan, “Maha Suci Zat yang melihatku, mendengar ucapanku, mengetahui tempatku, ingat, dan tak melupakanku.”
Camkanlah. Ada satu kisah hikmah lain. Ketika Nabi Dawud as bertemu seekor ulat merah. Kisah ini juga diceritakan oleh Hujjatul Islam Imam Al-Ghazali. Pada suatu hari tatkala Nabi Dawud sedang duduk dalam suraunya sambil membaca Kitab Zabur, tiba-tiba beliau melihat seekor ulat merah melintas di tanah. Lalu Nabi Dawud berkata, “Apa yang dikehendaki Allah Ta’ala dengan ulat ini?”
Setelah berucap demikian, maka Allah Ta’ala pun mengizinkan ulat merah berbicara, “Wahai Nabiyullah! Allah Ta’ala telah mengilhamkan kepadaku agar membaca Subhanallahu walhamdulillahi wala ilaha illallahu wallahu akbar setiap hari sebanyak seribu kali, dan pada malamnya, Allah Ta’ala mengilhamkan kepadaku supaya membaca Allahumma shalli ‘ala Muhammadin nabiyyil ummiyyi wa ala ‘alihi wa shohbihi wa sallim, setiap malam sebanyak seribu kali.
Renungkanlah. Setelah ulat merah berkata demikian, ia bertanya pada Nabi Dawud, “Apakah yang dapat kamu katakan padaku agar aku dapat faedah darimu?”
Mendengar ucapan ulat itu, Nabi Dawud pun menangis karena menyadari kekhilafannya. Beliau menyesal telah memandang remeh seekor ulat. Akhirnya Nabi Dawud bertaubat dan menyerahkan diri kepada Allah Ta’ala.
Sadarlah. Kejadian yang dialami dua nabi Allah tersebut, sejatinya menjadi bukti nyata dari ayat al-Quran ini: “Tidaklah kamu tahu bahwa Allah, kepada-Nya bertaysbih apa yang di langit dan di bumi, dan (juga) burung dengan mengembangkan sayapnya. Masing-masing telah mengetahui (cara) ibadah dan tasybihnya, dan Allah Mahamengetahui apa yang mereka kerjakan.” (QS. Nur [24]: 41).
Adakah hikmah yang bisa kita petik dari kisah dua makhluk Allah tersebut? [Deden Ridwan]