Toni orang yang sederhana. Hidupnya seperti Sungai Beaverkill, mengalir saja. Kadang arusnya tenang, kadang beriak. Tapi dia menikmatinya, dan merasa bahagia dengan itu. Don Shirley sebaliknya. Orangnya rumit, banyak berpikir, penuh kehati-hatian, perfeksionis.
Oleh : Agus Kurniawan
JERNIH– Tony Lip seorang keturunan Italia. Tinggal di Bronx, kota yang keras. Tak berpendidikan, berperangai kasar, tetapi memiliki keluarga kecil yang bahagia dan keluarga besar — sebagaimana lazimnya orang Italia — yang hangat. Setelah bar tempatnya bekerja tutup sementara, dia berganti pekerjaan sebagai sopir dan bodyguard.
Bosnya kali ini Don Shirley, pianis jazz kulit hitam ternama. Berpendidikan tinggi, kelas atas, hidup sangat teratur “sesuai buku”, tetapi kesepian. Pernah beristri, sayangnya berpisah. Dia merasa tak sanggup menjalani dua dunia, sebagai suami sekaligus pemusik yang selalu konser berkelana.
Toni urakan betul. Bicara sembarangan, nyerocos tanpa henti. Kemana-mana menyembunyikan pistol di saku celana. Kesukaannya makan junk food pakai tangan langsung — tak mungkin dilakukan oleh orang kalangan atas. Pernah Shirley menegurnya karena kencing di pinggir jalan saat berkendara, “Hanya binatang yang melakukan itu.”
Tapi dia orang yang romantis dan setia. Sepanjang bersafari dia tak lupa menulis surat buat istri Italia-nya yang mungil. Awalnya suratnya terlalu biasa. Lalu Shirley mengajarinya menulis indah. Istri Toni pun berbunga-bunga, dan menyimpan surat-surat itu seolah jimat.
Toni orang yang sederhana. Hidupnya seperti Sungai Beaverkill, mengalir saja. Kadang arusnya tenang, kadang beriak. Tapi dia menikmatinya, dan merasa bahagia dengan itu.
Don Shirley sebaliknya. Orangnya rumit, banyak berpikir, penuh kehati-hatian, perfeksionis. Maklum, sekalipun dia berasal dari “kasta” elit tapi hidup di era yang salah. Ketika itu tahun 60-an, Amerika Serikat sedang mengalami segregasi rasial. Kulit hitam dibedakan dalam segala hal dari kulit putih: hotel, restoran, transportasi umum, bahkan toilet. Jika seorang kulit hitam nekad masuk ke fasum kulit putih, dia bisa saja mati digebuki, atau setidaknya babak belur.
Shirley tak mudah menerima itu. Saat dia jadi bintang tamu di suatu hotel mewah untuk menghibur penonton kalangan atas kulit putih, dia justru tak boleh makan dan minum di restoran di situ. Dia harus makan di restoran lain, khusus kulit hitam. Bahkan kamar istirahat buat sang bintang pun mirip ruang istirahat para janitor. “Orang-orang kulit putih menyewa saya bermain musik hanya untuk meneguhkan gaya hidup elit mereka. Begitu turun dari panggung, saya diperlakukan seperti anjing.”
Dia marah, tapi tak pernah mengekspresikannya keluar. Dia melampiaskannya melalui musik. Permainan pianonya memang cenderung berintensitas tinggi dan garang. Mungkin hanya itu cara dia marah.
Toni dan Shirley saling mengisi. Toni melindungi Shirley dari penganiayaan orang-orang kulit putih. Sementara Shirley mengajarkan intelektualitas pada Toni. Mereka menua bersama, dan meninggal pada usia yang hampir sama, 80-90 tahun.
Ini adalah kisah nyata, biografi Toni Lip atau Frank Anthony Vallelonga Sr, yang ditulis oleh putra Toni dalam sebuah buku berjudul “Green Book”. Biografi ini juga difilmkan dengan judul sama dan meraih kesuksesan komersial luar biasa. Juga merengkuh berbagai penghargaan bergengsi dari BAFTA, Golden Globe, dan Oscar.
Toni Lip sendiri kelak menjadi aktor. Banyak main film top, sekalipun sebagai figuran. Misalnya “Godfather”, “Raging Bulls”, “Goodfellas”. Tapi dia paling dikenal saat memerankan bos mafia Carmine Lupertazzi di serial “The Sopranos”. [ ]
Penulis bisa disapa di akun goeska@gmail.com