Site icon Jernih.co

Relasi Energi, Pangan, dan Ketahanan Nasional dalam Perspektif Indonesia

Relasi energi, pangan, dan ketahanan nasional merupakan hubungan timbal balik yang sangat kompleks. Di Indonesia, ketahanan energi yang rapuh dapat berimplikasi langsung pada ketahanan pangan, dan sebaliknya. Keduanya adalah fondasi utama bagi terciptanya ketahanan nasional yang kokoh.

JERNIH –  Ketahanan nasional merupakan prasyarat utama bagi keberlangsungan sebuah negara. Ia tidak hanya diukur dari aspek militer dan pertahanan wilayah, tetapi juga dari kemampuan bangsa dalam menjaga kedaulatan pangan dan energi sebagai dua komponen vital yang menopang kehidupan masyarakat. Dalam konteks Indonesia, dengan jumlah penduduk lebih dari 270 juta jiwa dan status sebagai negara kepulauan terbesar di dunia, keterhubungan antara energi dan pangan tidak dapat dipisahkan dari perbincangan tentang stabilitas nasional.

Seperti yang dikemukakan oleh Barry Buzan dalam People, States, and Fear (1991), keamanan non-tradisional—termasuk pangan dan energi—memiliki peran yang sama pentingnya dengan keamanan militer dalam memastikan kelangsungan hidup negara. Pandangan ini sejalan dengan realitas Indonesia saat ini, di mana ancaman krisis energi atau pangan dapat berimplikasi langsung pada stabilitas sosial, politik, dan ekonomi.

Energi sebagai Sumber Daya Strategis

Energi adalah tulang punggung pembangunan. Sektor industri, transportasi, pertanian, hingga rumah tangga seluruhnya bergantung pada ketersediaan energi. Ketergantungan Indonesia pada energi fosil (minyak, gas, dan batubara) membuat transisi menuju energi terbarukan menjadi isu penting.

Menurut International Energy Agency (IEA), konsumsi energi Indonesia terus meningkat seiring pertumbuhan ekonomi. Namun, cadangan minyak yang menurun membuat Indonesia sejak 2004 berstatus sebagai net oil importer.    Artinya negara ini memilki kebutuhan konsumsi minyaknya lebih besar daripada produksi domestiknya, sehingga harus menutupi kekurangan dengan impor dari luar negeri. Dengan produksi 570.000–600.000 bph (barel per hari) dan konsumsi sekitar 1,6 juta bph, defisit harian mencapai sekitar 1 juta barel. Ini berarti Indonesia harus mengimpor sekitar 40% konsumsi minyak nasional atau lebih. Ketergantungan ini berimplikasi pada kerentanan ekonomi: fluktuasi harga minyak dunia dapat langsung mengganggu stabilitas fiskal dan inflasi dalam negeri.

Energi juga terkait erat dengan pangan. Traktor, pompa air, pupuk, dan transportasi distribusi pangan seluruhnya membutuhkan energi. Kenaikan harga BBM atau listrik otomatis meningkatkan biaya produksi pangan, yang pada gilirannya memengaruhi daya beli masyarakat.

Pangan sebagai Pilar Kedaulatan

Pangan memiliki kedudukan strategis karena menyangkut kebutuhan dasar manusia. Kedaulatan pangan diartikan sebagai kemampuan suatu negara untuk memenuhi kebutuhan pangan rakyatnya dari produksi dalam negeri, dengan tetap menghargai keragaman lokal.

Indonesia, meski subur, masih menghadapi tantangan besar dalam hal kedaulatan pangan. Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), impor pangan strategis seperti beras, kedelai, gula, hingga daging sapi masih tinggi. Kondisi ini memperlihatkan ketergantungan Indonesia terhadap pasar global.

Seperti yang dikatakan Amartya Sen (1981) dalam Poverty and Famines, kelaparan bukan hanya soal ketersediaan pangan, tetapi juga distribusi dan akses. Di Indonesia, persoalan akses dan distribusi sering kali menjadi kendala utama. Misalnya, pangan melimpah di sentra produksi, tetapi sulit dijangkau masyarakat di daerah terpencil karena infrastruktur energi dan transportasi yang belum merata.

Hubungan Simbiotik Energi dan Pangan

Relasi energi dan pangan dapat dilihat dalam beberapa dimensi, antara lain;

Produksi Pangan. Pertanian modern bergantung pada input energi berupa pupuk, pestisida, mesin pertanian, dan irigasi. Tanpa energi yang memadai, produktivitas pangan akan menurun.

Distribusi Pangan. Rantai distribusi pangan (transportasi darat, laut, udara) sangat dipengaruhi ketersediaan dan harga energi. Kenaikan harga BBM biasanya langsung diikuti dengan kenaikan harga bahan pokok.

Bioenergi dan Konflik Pemanfaatan. Pemanfaatan sumber daya pertanian untuk energi (biofuel) bisa menciptakan konflik kepentingan dengan kebutuhan pangan. Misalnya, penggunaan sawit untuk biodiesel bisa mengurangi ketersediaan minyak goreng di pasar domestik.

Ketahanan Nasional. Krisis energi dapat memicu krisis pangan, yang berujung pada instabilitas politik. Sebaliknya, kekurangan pangan juga bisa menimbulkan konflik sosial yang melemahkan ketahanan nasional.

Perspektif Ketahanan Nasional Indonesia

Dalam kerangka konsepsi Ketahanan Nasional Indonesia (Asta Gatra), energi masuk dalam gatra alamiah (sumber daya alam), sedangkan pangan masuk dalam gatra sosial (kesejahteraan). Keduanya saling berhubungan dan menopang stabilitas politik, ekonomi, serta sosial.

Seperti diungkapkan oleh Soemitro Djojohadikusumo, “Ketahanan nasional adalah kondisi dinamis bangsa yang berisi ketangguhan, keuletan, dan kemampuan untuk mengembangkan kekuatan nasional dalam menghadapi dan mengatasi segala tantangan.” Dalam konteks ini, energi dan pangan adalah fondasi yang menentukan seberapa tangguh bangsa menghadapi ancaman global.

Maka jika dicermati Indonesia menghadapi tantangan nyata. Beberapa di antaranya adalah ketergantungan pada impor pangan dan energi. Dari sisi infrastruktur energi dan logistik jelas belum merata. Hal ini terjadi karena geografi kepulauan yang rumit, konsentrasi ekonomi di Jawa–Sumatera, keterbatasan investasi dan pendanaan. Ditambah lagi dengan masalah tata kelola dan regulasi, teknologi dan SDM terbatas di daerah. Pun soal faktor politik dan pemerataan pembangunan. Hasilnya, biaya energi dan distribusi pangan tinggi di daerah terpencil, yang kemudian berdampak langsung pada ketahanan pangan dan ketahanan nasional.

Tantangan lain adalah degradasi lingkungan akibat eksploitasi energi dan lahan pertanian. Volatilitas harga energi dan pangan global yang berimplikasi pada inflasi domestik.

Strategi Membangun Ketahanan Energi-Pangan

Untuk memperkuat ketahanan nasional melalui sinergi energi dan pangan, beberapa strategi yang dapat ditempuh adalah, di antaranya:

Diversifikasi Energi, yakni mendorong transisi ke energi terbarukan (surya, angin, panas bumi, hidro, biomassa) agar tidak terlalu bergantung pada energi fosil impor.

Kedaulatan Pangan Berbasis Lokal, caranya dengan memperkuat produksi pangan dalam negeri dengan pendekatan agroekologi, inovasi teknologi, dan pemberdayaan petani.

Penguatan Infrastruktur, pembangunan infrastruktur energi dan transportasi yang merata untuk mendukung distribusi pangan hingga daerah terpencil.

Kebijakan Terintegrasi, yaitu menghindari konflik kebijakan seperti subsidi biodiesel yang mengorbankan ketersediaan minyak goreng, dengan mekanisme yang lebih seimbang antara kebutuhan energi dan pangan.

Ketahanan Sosial, lewat pendidikan masyarakat tentang pola konsumsi energi dan pangan yang berkelanjutan, sehingga beban negara tidak terlalu berat.(*)

BACA JUGA: Kajian Great Institute tentang Ekonomi Kerakyatan Pasca Pandemi Covid-19

Exit mobile version