Jernih.co

Saat Pepohonan Rukuk dan Sujud di Lailatul Qadar

Pohon-pohon merunduk ibarat ruku dan sujud. Hujan di langit menggantung di awang-awang. Api melepaskan dayabakarnya. Burung-burung  menghentikan kepak dan cericitnya. Bahkan air di sungai-sungai  berhenti mengalir

Oleh   : H.Usep RomliHM

Lailatul Qadar, Malam Seribu Bulan, puncak keistimewaan Ramadhan. Diperkirakan berlangsung pada malam-malam ganjil 10 hari terakhir Ramadan (21,23,25,27,29).

Usep Romli HM

Pada malam itu, kitab suci Qur’an diturunkan. “Sesungguhnya Kami telah menurunkan (Al Quran) pada malam penuh keberkahan” (Q.s.ad Dukhan : 4)

Malam itu, para malaikat, dipimpin Ruhul Quddus (Jibril), atas izin Allah SWT, mendatangi bumi. Mengatur segala urusan, penuh keselamatan dan kesejahteraan, hingga fajar datang menjelang (Q.s.Al Qadar ).

Bagi manusia beriman dan bertakwa, yang ta’at menjalankan ibadah ritual-individual, seperti salat, dzikir, tadarus, i’tikaf, serta ibadah sosial (amal saleh), mendapat ganjaran setara ibadah dan amal saleh selama seribu bulan atau kl.80 tahun terus-menerus.

Kepada manusia yang tidak mampu menyerap nilai keagungan Lailatur Qadar, sehingga terlepas dari kebaikan dan kebajikan malam tersebut, maka Nabi Muhammad Saw menyatakan “man hurima khairuha, faqad hurima”. Diharamkan dari segala macam kebaikan dan kebajikan.

Fenomena yang dilukiskan para “abidin” (ahli ibadah) dari kalangan sufi, amat mengesankan. Penuh “kejanggalan” yang hanya diketahui Allah SWT Maha Pemilik Pengetahuan. Pohon-pohon merunduk ibarat ruku dan sujud. Hujan di langit menggantung di awang-awang. Api melepaskan dayabakarnya. Burung-burung  menghentikan kepak dan cericitnya. Bahkan air di sungai-sungai  berhenti mengalir.Ombak di samudra, tak lagi menggelora menghantam pantai. Semua mahluk itu, tunduk   patuh meresapi proses pembentukan keselamatan dan kesejahteraan raga dan jiwa, yang ditaburkan para malaikat pada saat-saat istimewa yang hanya berlangsung setahun sekali bulan Ramadan itu.

Hanya sedikit manusia yang mungkin berhasil menembus kesakralan Lailatul Qadar. Sebagian besar lainnya, tetap saja dalam kondisi tanpa daya. Ditelikung hawa nafsu masing-masing. Membesar-besarkan ego pribadi, seraya meremehkan pihak-pihak lain. Terutama yang dianggap lawan, tidak sepaham, tak sesuai keinginan. Merasa hidup paling mandiri, sempurna tidak membutuhkan  jasa dan bantuan orang lain.

Padahal Allah SWT melarang keras orang bersikap isolatif. Soliter. Melarang melupakan faktor-faktor lain di di luar dirinya. Apalagi yang bersifat nyata.  “Janganlah melupakan kebaikan di antara kalian. Sesungguhnya Allah Maha Tahu segala apa yang kalian perbuat” (Q.s.al Baqarah : 237).

“Lailatul Qadar” seharusnya menumbuhkan kesadaran menyeluruh. Tak ada sesuatu yang berdiri sendiri. Semua merupakan hasil proses kebersamaan.  Hasil kerja kolektif. Tak akan ada para elit pemimpin tanpa rakyat yang memberikan kebaikan berupa hak suara dalam pemilu, pilkada, pilpres, pileg. Sehingga haram jika melupakan pemilik hak suara itu setelah mereka berjaya memenangkan pemilihan.

Jika tetap meremehkan bantuan atau jasa orang lain, mungkin dia atau mereka, mengidap  penyakit kronis, yang oleh Rasulllah Saw, disebut “tsalatsa muhlikat”. Tiga keburukan. Yaitu “i’jabul mar’i  binnafsihi”. Mengagumi diri sendiri, kelompok atau golongan, institusi, sebagai paling hebat, paling kuat, paling terpercaya, paling bersih dll., hanya berdasar perasaan dan asumsi pribadi. Sekaligus  menderita “syahhun mata’un”. Kekikiran sangat-sangat akut. Kikir bertindak bijak karena perhitungan-perhitungan politis atau ekonomis tertentu. Kikir membela hak dan membasmi mungkar, karena takut dianggap intervensi dan melanggar HAM. Kikir dalam mengambil keputusan tegas, karena terganggu oleh citra  adem ayem, santun, lembut, dan lain-lain. Serta “hawaun muttaba’un”. Memperturutkan hawa nafsu.  Cari enak sendiri, asal jangan mendatangkan rugi bagi dia dan kroninya. Bahkan kalau menguntungkan, mengapa tidak?

“Lailatul Qadar”,yang berlangsung sejak matahari terbenam, hingga fajar membayang, merupakan bentuk harmonisasi alam makrokosmos dengan alam mikrokosmos. Ribuan atau jutaan Malaikat, dipimpin Jibril, atas izin Allah, menyebarkan  salam keselamatan dan kesejahteraan kepada segenap penghuni planet bumi.  

Orang yang sadar mengikuti proses itu secara susah payah, melalui ibadah ritual dan amal sosial, atau yang  “ketiban pulung” atas berkat rahmat Allah, tentu akan mengalami pencerahan jiwa dan kesembuhan raga.Terbebas dari penyakit akut yang diutarakan Rasulullah Saw di atas. Sehingga menjelma menjadi manusia yang benar-benar “cageur, bageur, bener, pinter”. Manusia terbaik yang bermanfaat  bagi manusia lain, selama menempuh hidup di dunia, dan akan mengcapai kebahagian kelak di akhirat.

Mari bersiap menyambut kedatangan “Lailatul Qadar” dengan memperkuat keimanan dan memperbanyak amal saleh.  [  ]

Exit mobile version