Jernih.co

Sejauh Apa Pun “Nge-gowes”, Sampainya ke ‘Tempat Sampah’ Juga

Disiplin ini jadi nyawa karakter dan budaya. Tertanam dalam kehidupan sehari-hari: pada spiritualitas, ritual agama, tempat ibadah, sekolah, perkantoran, perguruan tinggi, tempat umum, sampai konser dan stadion.

Oleh  : Anwar Holid

Warga +62 yang pernah ke Jepang pasti bisa jadi saksi. Jepang dikenal sebagai negeri yang sangat bersih, meski petugas kebersihan atau tukang sampahnya sedikit dan tempat sampah pun jarang tersedia. Bagaimana kontradiksi seperti itu terjadi?

Bbc.co.uk pernah merilis esai tentang budaya kebersihan bangsa Jepang yang luar biasa tersebut, bahkan bilang bangsa lain bisa belajar dari mereka. Salah satu kuncinya ialah disiplin bebersih sejak di taman kanak-kanak hingga sekolah menengah. Disiplin ini jadi nyawa karakter dan budaya. Tertanam dalam kehidupan sehari-hari: pada spiritualitas, ritual agama, tempat ibadah, sekolah, perkantoran, perguruan tinggi, tempat umum, sampai konser dan stadion.

Dengan disiplin seperti itu wajar bila rombongan atau kontingen bangsa Jepang kerap mendapat pujian karena selalu bareng-bareng membersihkan ruangannya sebelum pergi, tak menyisakan sampah sama sekali — seperti dilakukan tim nasional Jepang waktu Piala Dunia di Russia 2018 lalu.

Tenang, selalu ada sampah di sekitar kita: sampah plastik, sampah alam, sampah manusia…

Disiplin dan kondisi kebersihan ini beda banget tiap kali aku gowes sampai ke ujung-ujung pinggiran Bandung. Sampah berserakan di mana-mana, entah sedikit atau menggunung. Di sepanjang jalan saat gowes begitu mudah kita temukan sampah, bahkan di tempat paling jauh sekali pun — terutama sampah plastik. Setiap lubang bisa dijadikan tempat sampah. Jurang adalah wadah pembuangan. Sungai jadi tempat pembuangan umum. Segala sampah dibuang ke sana sampai jadi polusi meng-khawatirkan, busuk, mengganggu orang sebenarnya. Tetapi kebanyakan kita apatis mau diapakan sampah itu sampai akhirnya maklum tapi bingung.

“Orang Jepang punya prinsip kuat untuk tidak mengganggu kenyamanan publik,” begitu kata Fitri, mahasiswa Indonesia yang sedang sekolah doktoral di Osaka. “Sehingga kesadaran dirinya tinggi untuk tidak buang sampah sembarangan — salah satunya karena itu akan mengganggu kenyamanan publik.”

Aku memperkirakan masalah sampah di Bandung dan di mana-mana di penjuru negeri kita ialah karena kepadatan penduduk dan begitu rendahnya disiplin orang tentang kebersihan dan kesehatan. Sebagian orang sudah tahu dan prihatin soal kebersihan, tapi belum disiplin — jadi suka diam-diam buang sampah sembarangan pas tak dilihat orang.

Contoh diri sendiri. Aku juga belum disiplin buang sampah terpisah, karena di tempat sampah sementara semua sampah masih disatukan. Meski sudah ada larangan di sejumlah tempat, kita masih terlalu gampang dapat kantong keresek tiap belanja dan akhirnya numpuk jadi sampah. Ada begitu banyak makanan dan minuman saset.

“Kesadaran lain yang bagus dari bangsa Jepang ialah memisah-misahkan sampahnya,” kata Fitri, menambahkan. “Tujuannya bukan cuma mempermudah daur ulang, tapi juga mempermudah petugas sampah memproses akhir pembuangan. Intinya mempertim-bangkan kenyamanan orang lain dalam pekerjaannya.”

Harus kita akui orang Indonesia (masih) jorok. Buang sampah sembarangan, bersin sesukanya, buang ingus ke mana-mana, meludah seenak udel… kalau diingetin malah melotot mau nantang gelut.

Mengubah perilaku sembarangan buang sampah menjadi disiplin butuh upaya keras. Bukan saja dibiasakan sejak kecil dari rumah dan sekolah, melainkan harus terintegrasi dalam kehidupan. Ancaman hukuman bahkan kerap jadi bercandaan kalau tak serius ditegakkan.

Kita sudah tahu persis bahwa kebersihan bagian dari iman, kebersihan pangkal kesehatan, buang sampah sembarangan membahayakan lingkungan. Tapi yang dilakukan sehari-hari bisa kebalikannya. Karena itu mengintegrasikan pengetahuan menjadi kesadaran dan disiplin diri sangat penting; sementara dalam kebijakan publik sistemnya harus disiapkan dan terus dipelihara. Apa butuh  beberapa dekade agar bangsa Indonesia berdisiplin mengolah sampah??

Kala trend gowes sedang memuncak demi meningkatkan stamina dan kesehatan di masa pandemi covid-19 ini, semestinya kita pun lebih disiplin lagi memelihara kebersihan lingkungan. Latih juga tangan biar tak gatal buang sampah sembarangan. Kalau perlu pukul sendiri. Simpan sampah selama gowes di tas atau kantong. Nanti baru buang di tempat sampah.

Ada bagusnya komunitas gowes gotong-royong berinisiatif mengadakan gerakan rutin bersih-bersih di tujuan favorit gowes. Biar nanti tak kita temukan lagi sampah di sana. Malu dong… masak capek-capek gowes jauh ketemunya sampah lagi?[ ]

Anwar Holid, editor dan penulis, tinggal di Bandung. Blog: halamanganjil.blogspot.com. Twitter: @nwrhld. IG: @anwarholid.

Exit mobile version