Jernih.co

Sindrom Babilon

Orang-orang Babilonia sangat gemar berkata-kata. Berwacana. Mengumbar untaian dusta. Mereka membangun “zigurat-zigurat”. Menara-menara megah menjulang ke angkasa,  untuk mempersembahkan puisi-puisi kemunafikan dan prosa-prosa penipuan, baik kepada dewa-dewa, maupun kepada rakyat yang konon mereka bela dan cintai

Oleh  : Usep Romli HM

JERNIH—Pengantar:  Tulisan ini bukan tulisan terakhir almarhum H Usep Romli HM. Tulisan ini saya temukan saat saya, Darmawan Sepriyossa, membuka-buka email. Ternyata pada tanggal 8 Mei 2020 lalu, ada sebuah email kiriman almarhum yang luput saya buka. Isinya adalah tulisan pendek di bawah ini:

alm Usep Romli HM

Bangsa Indonesia paling suka berwacana. Entah berapa juta wacana yang muncul ke permukaan persada Nusantara selama 75 tahun merdeka. Namun entah berapa buah yang benar-benar menjadi kenyataan. Sisanya beterbangan di telan angin gersang setiap musim kemarau. Juga dilindas banjir bandang setiap musim hujan. Dan wacana-wacana baru terus mengalir menggantikan mata air-mata air yang telah kering kerontang di tengah kerusakan alam tak tertahankan.

Simpang siur wacana tidak mampu menghentikan penggundulan hutan dan pembalakan liar. Tidak mampu menghalangi kapal-kapal pengangkut kayu gelondongan yang dibawa kabur ke negeri orang. Tidak mampu mencegah penggalian liar barang tambang, pencurian ikan, pencemaran sungai, daratan dan lautan. Tidak mampu mencegah korupsi-korupsi baru yang terus melaju, sedangkan korupsi-korupsi lama dalam berbagai bentuk dan cara, ibarat terpenjara dalam kotak-kotak rahasia. Sulit dibuka. Sulit diselesaikan secara jujur, dan adil.  

Wacana demi wacana mengenai berbagai hal, malah menyebal dari substansi dan esensi permasalahan. Melebar ke masalah-masalah lain, yang sering kali lebih konyol dari lawak kampungan. Argumen demi argumen ibarat sesosok hantu pocong di siang bolong yang malah membuat orang tertawa terbahak-bahak, daripada bulu kuduk meriding dan kaki gemetar.

Belum berhenti benar sebuah wacana ngawur, muncul kasus yang mengundang wacana baru. Korupsi Jiwasraya, Asabri dan sejenis. Kemudian tersapu bersih oleh serangan wabah Corona Covid-19, yang juga menimbulkan wacana simpang siur istilah dan pelaksanaan. Mulai dari “mudik”, “pulang kampung”, dll.     

Barangkali bangsa dan negara kita sudah masuk ke dalam pusaran sindrom Babilonia. Sebagaimana diuraikan panjang lebar dalam buku “Babylon The Great Has Fallen, God’s Kingdom Rules” (publikasi Watch Tower Bible & Tract Society, Pennsylvania, 1963) , orang-orang Babilonia sangat gemar berkata-kata. Berwacana. Mengumbar untaian dusta. Mereka membangun “zigurat-zigurat”. Menara-menara megah menjulang ke angkasa,  untuk mempersem-bahkan puisi-puisi kemunafikan dan prosa-prosa penipuan, baik kepada dewa-dewa, maupun kepada rakyat yang konon mereka bela dan cintai.. 

Mereka terkotak-kotak dalam kelompok-kelompok pembuat wacana. Masing-masing kelompok sangat egois mempertahankan pendapat masing-masing. Lebih sering  ingin menang sendiri daripada menerima pendapat orang lain.

Sering terpeleset lidah akibat terlalu cepat mengucapkan kata-kata untuk memotong perkataan lawan. Sehingga suka menimbulkan salah tafsir berkepanjangan yang semakin memperuncing polemik dan mengundang pro-kontra. Bahkan adu jotos massal. Hal semacam itu, bertambah akut dan menjadi penyakit kronis yang disebut “penyakit Babilon”. “Babylonische taalverwaring” kata orang Belanda.”Tabalbul” kata orang Arab. Itulah sumber kehancuran Babilonia.

Kini, persis kita alami. Wacana, wacana, dan wacana tidak satupun yang meningkat menjadi alat komunikasi dua arah, yang mampu meredam silang pendapat. Yang mampu memberi pengertian dan solusi. Melainkan semakin menambah jurang perbedaan, kecurigaan, saling kritik dan saling sindir dalam suasana kontraproduktif. 

Para penjahat pengkhianat tanah air, penculik nurani Ibu Pertiwi tersenyum senang. Menyeringai penuh kemenangan, menyaksikan para putra harapan bangsa sibuk menebar dan menabur wacana-wacana hampa.

Sindrom omong kosong pun terus  merasuk. Belum selesai ini, sudah muncul itu. Begitu terus berlarut-larut. Kita terus ditongkrongi sindrom Babilon, berikut segala akibatnya kelak. L’histori se repete, kata orang Prancis. Sejarah Babilon dapat saja berulang di NKRI. [  ]

Exit mobile version