Site icon Jernih.co

Strategi Berbahasa dalam BANI World

Taklinear merupakan realitas dunia kondisi yang ditunjukkan dengan hubungan sebab-akibat nan tidak bisa diprediksi. Peristiwa cuitan Fufufafa 10 tahun lampau Fufufafa disusul beberapa keyword, yaitu kaskus, privat jet, nomer seri pesawat pribadi, flexing tas, sarapan 400 ribu, telah menjadi  kata penghubung semantik dalam ruang kognisi sosial-politik masyarakat Indonesia.

Oleh     :  Fahmy Lukman

JERNIH– BANI World merupakan kondisi lanjutan setelah keadaan dunia VUCA (Volatility, Uncertainty, Complexity, Ambiguity) akibat disrupsi teknologi melalui lompatan eksponensial bercirikan perubahan cepat, penuh ketidakpastian, kompleksitas, dan ambiguitas/kebingungan.

Ruang dan waktu untuk VUCA menurut Jamais Cascio (2020), antropolog Amerika, telah berakhir, dan saat ini dunia masuk dalam BANI world (Brittle, Anxious, Nonlinear, Incomprehensible). Dunia menjadi (a) rapuh , (b) cemas, (c) tak linear, dan (d) tidak mudah dipahami dengan kata lain sulit dipahami dengan sederhana karena terlalu kompleks masalah yang terjadi.

Dunia rapuh yang dimaksudkan itu berkorelasi dengan keadaan manusia sebagai subjek yang melakoni kehidupannya dan sistem yang dijalannya. Antara manusia dan sistem sangat rentan dalam menghadapi tekanan kuat dari berbagai arah sehingga guncangan kecil menyebabkan sistem menjadi retak menuju hancur dan manusianya berpotensi cepat putus asa.

Kecemasan (anxious) menunjukan potensi perasaan psikologis manusia secara umum merasa cemas akibat ketidakmampuan untuk memprediksi masa depan dan mengendalikan hasil yang dikerjakannya. Realitas perang Rusia-Ukraina yang sudah menahun dan tidak berkesudahan, diikuti ketegangan kondisi politik dan perang hari ini di Timur Tengah yang melibatkan bukan hanya Palestina dan Yahudi Zionis Israel, tetapi juga mulai melibatkan Iran, Suriah, Turki, Yaman maka kondisi itu telah menimbulkan kecemasan dunia tentang perang dunia ke-3. 

Keadaan ini, ditambahi dengan kondisi sosial, politik, dan ekonomi dalam negeri menjelang pergantian kepemimpinan pemerintahan dari Jokowi ke Prabowo Subianto, menunjukkan eskalasi politik pun menjadi naik. Masyarakat Indonesia merasakan kecemasan yang cukup kuat terhadap beratnya masa depan bangsa ini ke depan.

Taklinear merupakan realitas dunia kondisi saat ini  yang ditunjukkan dengan hubungan sebab-akibat tidak bisa diprediksi dan tidak mengikuti arus sebab-akibat dengan urutan yang jelas akibat dari kompleksitas masalah yang dihadapi, terlapau banyaknya variable, berbelit dengan berbagai kepentingan. Sebuah peritiwa kecil dan cenderung sederhana ternyata menjadi tidak sederhana dan justru berdampak besar. Peristiwa cuitan sekitar 10 tahun lampau Fufufafa disusul dengan beberapa keyword, yaitu kaskus, privat jet, nomer seri pesawat pribadi, flexing tas, sarapan 400 ribu, dan beberapa hal lainnya, telah menjadi  kata penghubung semantik dalam ruang kognisi sosial politik masyarakat Indonesia.

Hal ini menjadi pemantik meruyaknya gonjang-ganjing politik nasional, apalagi di jagat media sosial. Ditambah dengan peristiwa sederhana terkait pejabat negara yang berkuliah S3 dengan hanya kurang dari 2 tahun dengan nilai kelulusan maksimum di sebuah perguruan tinggi ternama, telah menciptakan kehebohan baru dalam ruang media sosial dan politik di Indonesia. Kondisi ini menciptakan betapa dunia semakin tidak mudah dipahami secara sederhana, apalagi oleh orang awam, rakyat kebanyakan. Bahkan setingkat guru besar pun “kebingungan” dalam memahami fenomena ketidaklinearan peristiwa dengan berbagai dimensinya. Saat dimintai komentar kalimat yang selalu muncul adalah “abdi ge teu ngartos”, “lha jangan tanya, saya…”.

Pada kondisi ini terjadi incomprehensible, ketidakmengertian. Jawab yang acapkali muncul adalah “teuing atuh teu ngarti”—“nggak tahu, ah, nggak ngerti…”. Ketidakmengertian merupakan gambaran bahasa yang acapkali muncul. Ada sejumlah kesulitan bagi individu terpelajar untuk memahami gambaran keseluruhan secara akurat, apalagi orang awam. Hal ini menantang asumsi tentang konsep dan teori kesinambungan dan prediktabilitas. Artinya dunia mengalami ketidaksi-nambungan dan tidak bisa diperkirakan.

Stategi bahasa dalam BANI World

Bahasa berfungsi sebagai alat utama memahami, menavigasi, dan merespons karakteristik dunia, termasuk bahasa mencerminkan karakteristik individu, organisasi, dan masyarakat dalam menghadapi tantangan realitas kehidupan antarmanusia.

Dalam kaitan realitas BANI world ini maka bahasa menjadi tidak hanya sekedar media komunikasi, melainkan cermin tentang keadaan individu, organisasi, masyarakat, dan pemerintahan yang ada. Bahasa berfungsi sebagai media dalam  merespon  kondisi dunia yang semakin rapuh, cemas, taklinear, dan sulit dipahami.

Dalam dunia yang rapuh, bahasa berperan sangat strategis dalam menciptakan ketahanan dan kejelasan. Penggunaan bahasa yang jelas, terbuka, dan jujur oleh pemimpin atau presiden misalnya, akan memberikan ruang dan kesempatan terciptanya stabilitas wacana dalam masyarakat dan memitigasi dampak kerentanan.

Pada konteks inilah intelectual honesty ‘kejujuran intelektual’ seorang pemimpin dan kepala negara memberikan dampak positif. Berbeda halnya dengan seorang pemimpin yang acapkali “mengakali” segala hal untuk melindungi kepentingan diri, kelompok, atau partai politiknya, maka hal itu menciptakan potensi kerapuhan. Kerapuhan yang melanda seluruh sendi kehidupan berbangsa dan bernegara. Dampaknya dari kondisi yang seperti itu menciptakan distrust ‘ketidakpercayaan’ dan masa bodoh terhadap siapapun apalagi aparatur negara. Tuduhan negatif seringkali ditujukan kepada implementasi hukum, apara penegak hukum dan keamanan, dan pejabat negara.

Dalam kaitan di atas, dunia telah menciptakan kecemasan. Pada konteks ini, bahasa berperan penting untuk meredakan kecemasan itu. Penggunaan bahasa secara empatik, menenangkan, dan konstruktif harus digunakan untuk merespon kecemasan yang semakin meluas. Bahasa empatik memberikan rasa aman dan nyaman, menawarkan solusi/jalan keluar yang konkret sehingga kecemasan publik dapat dikelola dan dikendalikan.

Komunikasi publik dengan memfokuskan pada ketenangan, kepastian, dan empati akan turut serta mengurangi tingkat kecemasan dan stres masyarakat. Penting bagi pemimpin untuk mengungkapkan kalimat “Kami senantiasa ada bersama rakyat”, ” Kita hadapi bersama kesulitan ini”, “Kami akan jatuh dan bangun bersama rakyat”, “Ini tahapan-tahapan yang sedang pemerintah tempuh untuk menyejahterakan dan melindungi rakyat”, maka pendekatan kalimat itu akan mengurangi dan meredakan secara signifikan tingkat kecemasan dan stres masyarakat luas.

Bahasa mampu untuk mengomunikasikan lebih cepat tanda-tanda awal keretakan sebuah sistem dan memberikan “warning” terhadap bahaya. Di samping tentu saja, bahasa berfungsi untuk memromosikan  solidaritas dan kolaborasi yang memperkuat sistem maupun daya tahan individu. Terciptanya ruang komunikasi yang saling memotivasi, rasa tanggung jawab bersama, dan menampung/memfasilitasi solusi kolektif.

Pada tataran ini perlu dibuka  dialektika di ruang publik selebar-lebarnya. Siapapun dijamin kebebasan berpendapatnya sepanjang dilakukan secara bertanggung jawab, berdasarkan data dan fakta, memberikan solusi yang argumentatif dan tidak emosional. Ruang keterbukaan berpendapat merupakan hal yang harus dijamin dan dilindungi. Silakan rakyat memberikan masukan, solusi apapun bentuknya sepanjang dilakukan dengan baik dan argumentatif. Tidak boleh ada sikap represif dari aparatur negara sehingga rakyat bisa bersuara tanpa ada rasa takut, terutama kaum cerdik pandai, para profesor, dewan guru besar, dan kaum intelektual lainnya.

Dalam menghadapi ketidaklinearan maka bahasa dapat menerjemahkan sesuatu yang kompleks dan rumit menjadi bahasa yang sederhana dan mudah melalui pilihan metafora, analogi sehingga mudah dipahami. Pada sisi lain, bahasa digunakan secara adaptif dalam menyikapi perubahan cepat, tidak terduga, dan dapat dimodifikasi searah dengan perubahan konteks.

Penyikapan terhadap keadaan ketidakmengertian terhadap berbagai peristiwa yang tercipta akibat ketidaklinieran maka bahasa berfungsi untuk menyeder-hanakan informasi yang rumit dengan cara mereduksi kompleksitas yang tidak dipahami itu melalui narasi sederhana dengan menggunakan metafora dan analogi. Penggunaan bahasa kolektif dan kolaboratif dapat membantu membangun pemahaman bersama tentang keadaan yang sulit dijelaskan. Diskusi terbuka dan berkolaborasi adalah strategi untuk mendapatkan pemahaman yang holistik dan komprehensif. []

* Associate professor pada Departemen Linguistik  Fakultas Ilmu Budaya UNPAD, Ketua Umum Asosiasi Linguitik Hukum Indonesia (ALHI)

Exit mobile version