Site icon Jernih.co

Think Tank sebagai Ventilasi Ide: Peran GREAT Institute untuk Generasi Milenial dan Z

 
Di tengah derasnya arus informasi, generasi milenial dan generasi Z tumbuh dengan karakteristik unik: kritis, adaptif, kreatif, sekaligus haus akan ruang untuk menyuarakan gagasan. Namun, tidak semua ide mampu menemukan wadah yang tepat untuk berkembang menjadi solusi nyata.

JERNIH –  Generasi milenial dan generasi Z kini menjadi kekuatan demografis yang dominan di Indonesia. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS, 2023), jumlah penduduk Indonesia yang masuk kategori milenial (lahir 1981–1996) mencapai sekitar 69 juta jiwa (25,9%), sementara generasi Z (lahir 1997–2012) berjumlah sekitar 75 juta jiwa (27,9%). Secara total, kedua generasi ini mencakup lebih dari separuh populasi Indonesia. Dominasi jumlah ini menjadikan mereka penentu utama arah pembangunan bangsa ke depan.

Namun, besarnya jumlah tersebut juga diikuti tantangan: bagaimana menyalurkan energi, kreativitas, dan gagasan generasi muda agar tidak teredam atau tercerai-berai. Lembaga think tank seperti GREAT Institute hadir untuk menjadi ventilasi ide, sebuah ruang pengolahan dan penyaluran gagasan yang produktif menuju kebijakan, inovasi, dan perubahan sosial.

Mengapa Generasi Milenial dan Z Butuh Ventilasi Ide?

Kedua generasi ini dikenal sebagai digital native yang terbiasa berpikir cepat, terbuka, dan inklusif. Namun, tanpa kanal yang sehat, energi kreatif mereka bisa tersumbat atau justru tercerai-berai di media sosial tanpa arah yang jelas. Think tank memberi ventilasi—bukan untuk melemahkan arus pemikiran, tetapi untuk menyalurkannya agar bermanfaat dan berdampak.

Secara teoritis, peran think tank dapat dipahami melalui konsep “epistemic community” yang dikemukakan oleh Peter Haas (1992). Epistemic community adalah jaringan profesional dengan kompetensi dan legitimasi yang mampu memengaruhi pembentukan kebijakan. Think tank menjadi mediator antara dunia akademis, masyarakat, dan pembuat kebijakan, sehingga ide-ide kritis tidak berhenti sebagai wacana, tetapi dapat terkonversi menjadi rekomendasi yang implementatif.

Selain itu, teori Public Sphere dari Jürgen Habermas (1962) relevan untuk melihat bagaimana think tank berperan sebagai ruang diskursif yang mempertemukan masyarakat sipil, termasuk generasi muda, dengan negara. Melalui forum intelektual dan diskusi publik, think tank memungkinkan gagasan yang lahir dari masyarakat menemukan jalannya menuju pengambilan keputusan politik dan kebijakan.

Think tank bukan hanya sekadar lembaga riset, tetapi juga jembatan antara ide-ide segar dengan kebijakan, dunia usaha, maupun masyarakat luas. Dengan membuka ruang diskusi lintas bidang, think tank memungkinkan generasi muda menyalurkan pemikiran kritisnya tanpa teredam oleh batasan birokrasi atau formalitas akademik.

Bagi milenial dan Gen Z yang tumbuh di era digital, think tank hadir sebagai wadah untuk mengolah ide mentah menjadi konsep terstruktur melalui riset dan analisis data. Generasi tersebut juga mengharapkan akses untuk menghubungkan gagasan dengan pemangku kepentingan agar tidak berhenti pada wacana, tetapi bertransformasi menjadi aksi nyata. Bahkan membentuk jejaring lintas generasi yang mempertemukan semangat muda dengan pengalaman senior.

GREAT Institute sebagai Ventilasi Ide

Dalam konteks Indonesia, GREAT Institute dapat mengambil peran strategis dalam. Beberapa peran tersebut antara lain mengintegrasikan gagasan generasi muda. Generasi Z dikenal dengan pola pikir kritis, digital savvy, dan inklusif (McKinsey, 2018). GREAT Institute dapat memanfaatkan karakter ini untuk membangun diskusi berbasis data dan riset kolaboratif, yang menjembatani gagasan muda dengan kepentingan nasional.

GREAT Instiute juga dapat mendorong partisipasi kebijakan publik. Survei Katadata Insight Center (2022) menunjukkan bahwa 70% generasi Z di Indonesia ingin terlibat dalam kegiatan sosial dan isu kebijakan, namun sering merasa kurang memiliki saluran yang tepat. Think tank dapat mengisi kekosongan ini melalui policy brief, forum konsultasi publik, dan advokasi berbasis riset.

Dari sisi mediasi, think tank dapat membangun ekosistem literasi dan inovasi.  Dengan pendekatan yang adaptif terhadap perkembangan media digital, GREAT Institute sanggup memanfaatkan kanal komunikasi populer seperti podcast, media sosial, atau konten visual untuk mengedukasi publik. Seperti kata Alvin Toffler, “Orang-orang yang buta huruf di abad ke-21 bukanlah mereka yang tidak bisa membaca dan menulis, tetapi mereka yang tidak bisa belajar, melupakan, dan belajar kembali.”Dengan demikian, think tank dapat membantu generasi muda mengasah keterampilan berpikir adaptif.

Harapan generasi muda terhadap masa depan Indonesia tercermin dalam berbagai riset. Survei CSIS (2022) menemukan bahwa prioritas utama milenial dan Gen Z adalaah sebanyak 32 % menghendaki perbaikan kualitas pendidikan dan akses teknologi. Kemudian 27 % menginginkan penciptaan lapangan kerja yang layak (27%). Ada pula yang peduli kepada lingkungan hidup yang lebih berkelanjutan (18%). Sementara 15 % generasi tersebut mengharapkan tata kelola pemerintahan yang transparan dan bersih.

Generasi ini menginginkan Indonesia yang inklusif, inovatif, serta berdaya saing global. Mereka tidak hanya berharap pada negara, tetapi juga ingin dilibatkan sebagai co-creator dalam pembangunan.

GREAT Institute dapat menjadi katalis yang menghubungkan semangat kritis generasi muda dengan kebutuhan nyata bangsa. Dengan menjadi ventilasi ide, think tank semacam ini tidak hanya menghidupkan wacana intelektual, tetapi juga mengawal lahirnya solusi yang relevan bagi masa depan.

GREAT Institute dan think tank serupa memiliki potensi besar untuk menjadi katalis bagi lahirnya solusi berbasis ide generasi muda. Dengan pendekatan ilmiah, inklusif, dan adaptif, think tank becus menjadi ventilasi ide yang tidak hanya menyalurkan aspirasi, tetapi juga mengolahnya menjadi kebijakan, inovasi, dan strategi pembangunan.

Dengan lebih dari setengah populasi Indonesia terdiri dari milenial dan Gen Z, keberhasilan bangsa di masa depan akan sangat ditentukan oleh sejauh mana energi dan gagasan mereka tersalurkan.

Seperti dikatakan Soekarno, “Beri aku sepuluh pemuda, niscaya akan kuguncangkan dunia.” Kini, jutaan pemuda Indonesia menanti ruang untuk mengguncangkan dunia—dan think tank seperti GREAT Institute bisa menjadi salah satu pintu utamanya.(*)

BACA JUGA: GREAT Institute, Benteng Moral dan Integritas Kaum Terpelajar

Exit mobile version