Seorang ulama terkenal abad 9 Hijrah, Imam Qusyairi, penulis kitab “Risalah Qusyairiyah”, menguraikan kata “taqwa” menjadi untaian abjad yang berkenaan dengan watak dan sifat manusia terpuji, agar mudah menerapkannya bagi orang-orang yang berharap mendapat ketaqwaan sempurna.
Oleh : H.Usep Romli HM
Tujuan shaum Ramadhan, adalah mencapai derajat taqwa. Orang-orang beriman yang melaksanakan kewajiban kewajiban shaum, sebagaimana telah diwajibkan kepada umat-umat terdahulu (Q.a.Albaqoroh : 183), agar mejadi muttaqin. Orang-orang bertaqwa, yang mampu dan siap menjalankan segala perintah Allah SWR sekaligus meninggalkan segala laranganNya.
Mewujudkan ketaqwaan pada diri setiap orang beriman, dalam kehidupan sehari-hari, tentu tidak mudah. Mengingat banyak aral melintang. Godaan dan bujukan, sehingga tidak sedikit manusia yang mengaku beriman, terjerumus kepada sikap ingkar. Menolak segala perintah Allah SWT, namun sangat tekun bersungguh-sungguh mengerjakan segala laranganNya. Seperti kata para ahli hikmah, berbuat sesuatu kebaikan, lebih susah daripada berbuat sesuatu kejahatan. Pintu kebaikan seolah tertutup rapat, sedangkan pintu kejahatan terbuka lebar.
Walaupun demikian, tetap harus ada usaha, agar siapa saja yang mengaku beriman, dapat membuktikan diri sebagai orang bertaqwa. Mungkin secara bertahap, sebelum merengkuh nilai-nilai taqwa yang menyeluruh.
Seorang ulama terkenal abad 9 Hijrah, Imam Qusyairi, penulis kitab “Risalah Qusyairiyah”, menguraikan kata “taqwa” menjadi untaian abjad yang berkenaan dengan watak dan sifat manusia terpuji, agar mudah menerapkannya bagi orang-orang yang berharap mendapat ketaqwaan sempurna.
Kata Imam Qusyairi, kata “taqwa” terdiri dari huruf-huruf “ta”, “qof”, “wawu” dan “ya”. Huruf “ta”, mengandung arti tawadlu. Rendah hati. Lemah lembut. Sopan santun. Pemurah. Tidak egois. Tidak sombong. Dengan sikap dan sifat tawadlu, muncul rasa kehinaan diri sebagai hamba yang tidak berdaya di hadapan kemahakuasaan Allah SWT.
Tidak merasa kaya raya sekalipun bergelimang harta. Tidak merasa pandai sekalipun penuh ilmu. Sebab selalu menyadari, semua itu hanya titipan sementara yang harus dipertanggungjawabkan di Mahkamah Yaumul Akhir. Amanah yang harus diterima penuh syukur, sebagai bekal ibadah, baik ritual-personal kepada Allah ST, maupun ibadah amal sosial kepada sesama manusia. Karena, hanya dengan beriman kepada Allah SWT dan amal soleh kepada manusia (amanu billahi wa amalush shalihah), akan mendapat kebertuntungan (Q.s.al Ashr) dan mendapat ganjaran abadi (Q.s.at Tin : 6).
Orang tawadlu, tidak pernah bicara dan bertindak gegabah. Selalu penuh pertimbangan mengenai manfaat atau mudlarat terhadap segala sesuatu yang akan dikerjakan. Berbicara hanya yang baik-baik saja, apabila tidak lebih baik diam, sebagaimana diperntahkan Nabi Muhammad Saw : falyaqul awu liyasmuth..
Huruf“qaf”, mengandung arti qana’ah. Merasa cukup oleh apa yang telah diberikan, baik oleh Allah SWT maupun sesama manusia. Tidak menginginkan apa-apa yang tidak ada. Rela menerima apa adanya, sehingga selalu merasa cukup. Tidak berkhayal ingin anu ingin anu yang serba tidak mungkin, yang akan menuntun hawa nafsu kepada hal-hal tercela. Sabda Kangjeg Nabi Saw, rela menerima seadanya, akan merasa kaya raya.. Wardla ala ma ashabaka takun agnannas.
Orang qana’ah selalu memiliki batasan pasti mengenai segala sesuatu. Makan cukup apabila merasa lapar dan berhenti ketika akan merasa kenyang. Berpakaian asal rapi, pantas dan terpenting menutup aurat. Tidak “israf” (berlebihan) yang memang dilarang oleh Allah SWT (Q.s.al A’raf : 31). Orang-orang yang “qana’ah” dapat menahan diri dari perbuatan jahat, mencari rejeki tanpa mengingat batasan halal-haram. Melanggar hukum formal dan syar’i yang mengakibatkan bencana bagi dirinya, keluarga, masyarakat, bangsa dan negara.
Huruf “wawu”, mengandung arti “wara”. Apik, Bersih. Terpelihara dari hal-hal menjijikan, kotor, najis, dan haram. Makan minum benar-benar halalan thoyyiban. Halal dzatiyahnya, yaitu bukan makanan-minuman yang diharamkeun Allah SWT dan RosulNya. Juga halal af’aliyahnya, cara mencari dan memperolehnya. Betul-betul hasil kerja keras cucuran keingat yang sesuai dengan norma hukum yang berlaku. Bukan hasil korupsi, manipulasi, kolusi dan pekerjaan maksiat lain, seperti zina, judi, minuman keras, dan sebagainya yang diharamkan, walaupun bentuk uang, makanan-minuman, pakaian dan harta benda lainnya dikategorikan halal secara dzatiyah.
Hurup “ya”, menandakan yakin. Sikap yang dikaitkan dengan keimanan kepada Allah SWT, dan Hari Akhir.. Yakin terhadap kekuasaan Allah yang telah menciptakan mahluk-mahlukNya semata-mata untuk beribadah kepadaNya (Q.s.Adz Dazriyat : 56). Yakin, bahwa segala katundukpatuhan hanya kepada Allah SWT (dainunnah lillahi wahdah) disertai amal saleh kepada sesama manusia, akan mendapat ganjaran kebahagiaan di dunia dan akhirat. Akan mendapat ganjaran tertinggi berupa rahmat Alloh. Adapun rahmat Alloh sangat dekat kepada orang-orang beramal baik. Inna rahmatallahi qaribun minal muhsinin (Q.s.al A’raaf : 56).
Maka tahapan-tahapan tawadlu, qona’ah, waro dan yakin, sebaiknya dapat kita tempuh, dan kita wujudkan dalam kehidupan sehari-hari, dengan niat ikkhlas dan tekad kuat. Melalui ibadah Ramadan, Insya Allah, keempat sifat dan watak tadi, akan berhasil diraih, untuk menjadi muttaqien. Orang-orang bertakwa yang berlimpah rahmat Allah SWT. [ ]