Yang pintar-pintar dijadikan “budak intelektual”, ilmuwan “pesanan”. Yang awam diperas tenaganya dengan upah murah tanpa jaminan layak. Sebagian lagi dijadikan buzzer untuk membuat pencitraan
Oleh : H.Usep Romli HM
Nama Zulqarnain sangat dikenal di kalangan umat Islam. Terutama yang rajin “ngaderes” Quran Surat al Kahfi (No.18), yang dipercaya berkhasiat untuk menolak Dajjal. Baik Dajjal dalam bentuk fisik nyata menjelang saat-saat Hari Kiamat kelak, maupun Dajjal dalam bentuk personifikasi perbuatan-perbuatan tercela.
Misalnya, korupsi, penyelewengan hukum, ambisi kekuasaan, menghalalkan segala cara dalam mempertahankan kedudukan, dan lain-lain. Demikian pendapat Dr. Abul Hasan Ali An-Nadwi, penulis ‘Tafsir Surat Al- Kahfi’ (1980), dan Abdullah Yusuf Ali, penulis “The Holly Quran” (1934). Bahkan pada musim wabah Covid-19, banyak pedapat mengaitkannya dengan Yajuz-Majuz. Covid-19 dianggap merupakan balatentara Yajuz-Majuz, yang menyerang tanpa kelihatan.
Kisah Zulqarnain terdapat dalam Surat Al Kahfi ayat 83-101. Para ahli tafsir, seperti Ibnu Katsir, memperkirakan, ia hidup 3.000 tahun sebelum Masehi. Sezaman dengan Nabi Ibrahim As dan Nabi Ismal As. Bahkan disebutkan, Zulqarnain pernah membantu Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail merehabilitasi bangunan Ka’bah.
Zulqarnain merupakan raja (penguasa) di muka bumi, yang berlaku kasih sayang kepada rakyatnya. Menerapkan hukum tanpa pandang bulu. Tidak pernah cueut ka nu hideung, ponteng ka nu koneng alias pilih kasih. Ia juga suka “blusukan” .Terutama ke kawasan-kawasan terpencil, hingga ia mengetahui benar aspirasi rakyat secara tepat. Untuk diberi bantuan dan pemecahan masalah. Bukan untuk dibujuk-rayu agar mendukung dia. Sebab tanpa dibujuk pun, rakyat tahu mana raja adil, mana raja dzalim. Raja adil disembah, raja dzalim sanggah, kata peribahasa.
Suatu waktu, ia tiba di sebuah kawasan yang amat terpencil di bawah lembah dua gunung, dengan bahasa sulit dimengerti. Namun Zulkarnain berhasil mendapat gambaran nasib mereka. Kelompok penduduk yang teraniaya oleh kejahatan dua mahluk, Yajuj dan Majuj. Dua jenis mahluk perusak lingkungan alam dan kehidupan.
Kejahatan mereka berlangsung terus-menerus tanpa ada yang berani melawan. Mereka sakti mandraguna karena didukung sistem yang memungkinkan mereka leluasa berbuat sekehendak hati dalam mendapat kesenangan pribadi. Para pemimpin lokal seolah-olah tak berdaya melawan, karena sudah masuk dalam sistem kejahatan mereka. Menerima suap sogok, komisi, fee, dan lain sebagainya, agar membiarkan Yajuz dan Majuj bebas berbuat apa saja. Mengeruk sumber daya alam tanpa memikirkan kondisi masa depan. Asal untung sekarang. Mengeksploitasi sumber daya manusia habis-habisan. Yang pintar-pintar dijadikan “budak intelektual”, ilmuwan “pesanan”. Yang awam diperas tenaganya dengan upah murah tanpa jaminan layak. Sebagian lagi dijadikan buzzer untuk membuat pencitraan.
Penduduk mengadu. Mohon bantuan Zulkarnain menghentikan kejahatan Yajuj dan Majuj beserta antek-anteknya. Bahkan mereka siap membayar berapa saja, asal benar-benar aman. Zulqarnain menolak iming-iming upah. Pertama, karena belum “prak” bekerja. Kedua, sebagai penguasa yang berkewajiban melindungi rakyat, tak elok mendapat “jatah” apa saja di luar fasilitas sebagai pemimpin yang sudah diperoleh secara sah dan resmi.
Malah Zulqarnain mengatakan, fasilitas (gaji, tunjangan, dan lain sebagainya) berupa anugerah Allah SWT lebih baik dan lebih cukup daripada hasil “pungli” kepada rakyat. Zulqarnain hanya meminta, semua orang ikut terlibat bekerja. Minimal menyediakan bahan-bahan berupa potongan-potongan besi dan tembaga. Dari kedua bahan tersebut, Zulqarnain membuat benteng raksasa yang membentang di antara kedua lembah gunung. Sehingga Jajuj dan Majuj tak dapat lagi lewat ke sana. Tak dapat lagi bolak-balik baik, diam-diam maupun terang-terangan, menyebarkan virus-virus kerusakan material-finansial dan mental spiritual terhadap rakyat yang bertahun-tahun menjadi sasaran kerakusan dan kejahatannya.
Maka jadilah benteng besi bercampur baja dan tembaga. Membentang dari satu lembah ke lembah lain. Sehingga jalur kejahatan Yajuz-Majuz tertutup rapat. Namun, Yajuz dan Majuz tak menyerah begitu saja. Setiap malam mereka berusaha menggerogoti benteng. Menggali lubang. Setiap menjelang fajar, akan berhasil. Namun ketika menggema azan subuh, lubang itu menutup lagi seperti sedia kala. Begitu terus berulang-ulang. Demikian ceritera rakyat (folklore) yang beredar di masyarakat.
Menurut Abdullah Yusuf Ali, lokasi benteng buatan Zulqarnain itu tertelak di bagian pegunungan Kaukasus Utara. Sekitar Dagestan dan Chechnya, wilayah Rusia sekarang.
Alhasil, diperlukan pemimpin tegas berwibawa untuk merombak sistem yang semrawut di segala bidang. Pemimpin yang menjadikan rakyatnya sebagai asset berharga. Pemimpin yang siap sedia melindungi rakyatnya dari segala gangguan, baik internal maupun eksternal. Yang mampu menyapu tingkah laku ‘Yajuj dan Majuj’ masa kini. Ya, pemimpin model Zulqarnain. Bukan pemimpin yang hanya dekat dan sayang kepada rakyat sebatas pada musim pilkada atau pemilu saja. Bukan pula pemimpin yang diam-diam suka bersekongkol dengan ‘Yajuj dan Majuz’. [ ]