Site icon Jernih.co

Abu Ubaidah bin Jarrah, Sahabat yang Mendapatkan Julukan “Orang Kuat yang Tepercaya”

Abu Ubaidah pun berwasiat kepada prajuritnya,” Tetaplah kalian menegakkan shalat, berpuasa Ramadhan, membayar zakat, dan menunaikan haji dan umrah. Hendaklah kalian saling menasihati sesama kalian, menasihati pemerintah kalian, dan jangan biarkan mereka tersesat. Dan janganlah kalian tergoda oleh dunia. Walaupun seseorang berusia panjang hingga seribu tahun, dia pasti akan menjumpai kematian seperti yang kalian saksikan ini.”

Oleh  :  Kyai Mahsun Djayadi*

JERNIH– Nama lengkapnya, Abu Ubaidah Amir bin Abdillah bin al-Jarrah bin Hilal bin Ahib bin Dhobbah bin Harits bin Fihr bin Malik bin Nadhr bin Kinanah al-Qurasyi al-Fihri. Lebih dikenal dengan panggilan “Abu Ubaidah bin Jarrah”, atau dipanggil “Abu Ubaidah” saja.

Abu Ubaidah, lahir sekitar tahun 38 sebelum hijrah. Ayahnya, Abdullah, merupakan salah satu panglima Suku Quraisy dalam Perang Fujar, yang wafat sebelum tahun bi’tsah. Ibu Abu Ubaidah Juga seorang Quraisy, yang akhirnya menjadi Muslimah.

Dikabarkan, Abu Ubaidah bersama Arqam bin Abil Arqam dan Usman bin Mazh’un, menyatakan keislaman di hadapan Rasulullah SAW. Namun pendapat lain mengatakan bahwa pada masa permulaan Islam dia menjadi Muslim atas pengaruh Abu Bakar. Abu Ubaidah termasuk orang-orang yang ikut hijrah ke Habasyah. (Ibnu Ishaq, as-Siyar wal Maghazi, hlm. 177).

Wajah Ab Ubaidah selalu berseri, matanya bersinar, ramah kepada semua orang, sehingga mereka simpati kepadanya. Di samping sifatnya yang lemah lembut, dia sangat tawadhu dan pemalu. Tapi bila menghadapi suatu urusan penting, ia sangat cekatan bagai singa jantan.

Abdullah bin Umar pernah berkomentar tentang orang yang mulia ini. “Ada tiga orang Quraiys yang sangat cemerlang wajahnya, tinggi akhlaknya dan sangat pemalu. Bila berbicara mereka tidak pernah dusta. Dan apabila orang berbicara, mereka tidak cepat-cepat mendustakan. Mereka itu adalah Abu Bakar Ash-Shiddiq, Utsman bin Affan, dan Abu Ubaidah bin Jarrah.”

Dalam kehidupannya sebagai Muslim, Abu Ubaidah mengalami masa penindasan yang kejam dari kaum Quraiys di Makkah sejak permulaan sampai akhir. Dia turut menderita bersama kaum Muslimin lainnya. Walau demikian, ia tetap teguh menerima segala macam cobaan, tetap setia membela Rasulullah SAW dalam tiap situasi dan kondisi apa pun.

Dalam musyawarah pemilihan khalifah yang pertama (dalam peristiwa Tsaqifah Bani Sa’idah atau Al-Yaum Ats-Tsaqifah) pasca wafatnya Rasulullah, Umar bin Al-Khathab mengulurkan tangannya kepada Abu Ubaidah seraya berkata, “Aku memilihmu dan bersumpah setia, karena aku pernah mendengar Rasulullah bersabda,”Sesungguhnya tiap-tiap umat mempunyai orang kepercayaan. Dan orang paling dipercaya dari umat ini adalah engkau.”

Abu Ubaidah menjawab, “Aku tidak mau mendahului orang yang pernah disuruh Rasulullah untuk mengimami kita shalat sewaktu beliau hidup yaitu Abu Bakar Ash-Shiddiq.”

Akhirnya mereka sepakat untuk memilih Abu Bakar menjadi khalifah pertama, sedangkan Abu Ubaidah diangkat menjadi penasihat dan pembantu utama khalifah.

Setelah Abu Bakar wafat, jabatan khalifah pindah ke tangan Umar ibnul Khathab. Abu Ubaidah selalu dekat dengan Umar dan tidak pernah menolak perintahnya. Pada masa pemerintahan Umar, Abu Ubaidah memimpin tentara Muslimin menaklukkan wilayah Syam (Suriah). Dia berhasil memperoleh kemenangan berturut-turut, sehingga seluruh wilayah Syam takluk di bawah kekuasaan Islam, dari tepi sungai Furat di sebelah timur hingga Asia kecil di sebelah utara.

Abu Ubaidah masuk Islam lewat perantaraan Abu Bakar Ash-Shiddiq di masa-masa awal Islam, sebelum Rasulullah SAW masuk Darul Arqam. Ia berhijrah ke Habasyah yang kedua. Kemudian kembali untuk berdiri di samping Rasulullah saw dalam Perang Badar. Ia mengikuti peperangan seluruhnya, kemudian melanjutkan berbagai peperangan bersama Abu Bakar Ash-Shiddiq dan Umar ibnul Khattab.

Dalam Perang Badar, Abu Ubaidah berhasil menyusup ke barisan musuh tanpa takut mati. Namun tentara berkuda kaum musyrikin menghadang dan mengejarnya. Kemana pun ia lari, tentara itu terus mengejarnya dengan beringas. Abu Ubaidah menghindar dan menjauhkan diri untuk bertarung dengan pengejarnya. Ketika si pengejar bertambah dekat, dan merasa posisinya strategis, Abu Ubaidah mengayunkan pedang ke arah kepala lawan. Sang musyrikin pun tewas seketika dengan kepala terbelah.

Ternyata, Abu Ubaidah memiliki darah seni yang bagus. Beliau arsitek terkenal. Konon,  yang membangun masjid di Damaskus pada awal-awal Islam di sana pun Abu Ubaidah bin al-Jarrah. Ia adalah sahabat Rasulullah saw dari kaum Muhajirin dan tercatat sejarah sebagai salah satu manusia yang paling awal mengakui keislamannya (Assabiquunal Awwaluun).

Masjid Damaskus tersebut dikenal juga dengan nama Masjid Umayyah atau Masjid Umawi. Masjid ini disebutkan sebagai salah satu bangunan paling mengagumkan yang diwariskan peradaban islam. Sampai saat ini, masjid tersebut masih berdiri kokoh dan menjadi salah satu situs sejarah yang penting tak hanya bagi umat Muslim, tetapi juga bagi masyarakat dunia.

Masjid Agung Damaskus ini sendiri dibangun pada masa pemerintahan Khalifah Al-Walid bin Abdul Malik (disebut juga Al-Walid I). Sebenarnya, Masjid agung Damaskus tersebut adalah bangunan Basilika Kristen St. Yohanes Pembaptis, kemudian diubah menjadi masjid oleh Abu Ubaidah bin Jarrah yang berperan sebagai arsiteknya.

Orang yang mendapatkan gelar “kepercayaan umat Muhammad” ini ternyata menarik perhatian orang-orang besar, bagaikan magnet yang menarik logam di sekitarnya.

Pada suatu ketika, utusan kaum Nasrani datang menghadap Rasulullah seraya berkata, “Wahai Abul Qasim (Nabi Muhammad saw), kirimlah kepada kami seorang sahabat Anda yang pintar, menjadi hakim tentang harta yang menyebabkan kami berselisih sesama kami. Kami senang menerima putusan yang ditetapkan kaum Muslimin.”

“Datanglah sore nanti, saya akan mengirimkan kepada kalian ‘orang kuat yang terpercaya‘,” kata Nabi Muhammad. Umar bin Al-Khathab yang waktu itu ada di situ berujar, “Aku ingin tugas itu tidak diserahkan kepada orang lain, karena aku ingin mendapatkan gelar ‘orang kuat yang terpercaya‘.”

Selesai shalat, Rasulullah menengok ke kanan dan ke kiri. Umar sengaja menonjolkan diri agar dilihat Rasulullah. Namun beliau tidak menunjuknya. Ketika melihat Abu Ubaidah, beliau memanggilnya dan berkata, “Pergilah kau bersama mereka. Adili dengan baik perkara yang mereka perselisihkan!” . Abu Ubaidah menjawab siap untuk melaksanakannya, dan berangkat bersama para utusan tersebut. Otomatis, dialah yang menyandang gelar “orang kuat yang tepercaya“.

                                                **

Abu Bakar Ash-Shiddiq RA menerangkan kepada kita tentang fenomena Abu Ubaidah. “Pada saat perang Uhud, ketika Rasulullah SAW terkena lemparan sehingga dua bulatan besi menancap di dahinya, aku cepat-cepat menuju Rasulullah saw. Sementara ada seseorang yang datang dari arah timur berlari kencang seperti terbang, maka aku katakan,”Ya Allah, jadikanlah itu sebagai ketaatan.” Ketika kami sampai pada Rasulullah SAW, ternyata ia adalah Abu Ubaidah bin Jarrah yang telah datang lebih dulu daripadaku.”

Abu Ubaidah berkata,”Aku meminta izin kepadamu, dengan nama Allah, wahai Abu Bakar, biarkan aku mencabutnya dari wajah Rasulullah SAW.” Aku pun membiarkannya. Abu Ubaidah mengambil dengan gigi serinya salah satu bulatan besi itu, lalu mencabutnya dan jatuh ke tanah, gigi serinya pun rontok bersamanya. Kemudian ia mengambil bulatan besi lainnya yang menancap di dahi Nabi Muhammad SAW, dengan gigi serinya yang lain sampai rontok pula giginya.”

Karir Abu Ubaidah sungguh cemerlang, sehingga para ahli sejarah mengukir prestasi emasnya sebagai berikut:

Pertama, Abu Ubaidah meraih kemuliaan Islam melalui usaha dakwah Abu Bakar Ash-Shiddiq RA.

Kedua, Keislimannya berbarengan dengan keislaman Utsman bin Mazh’un, Ubaidah bin Harits bin Mutthalib, Abdurrahman bin ‘Auf, dan Abu Salamah bin Abul Asad radhiallahu ‘anhum.

Ketiga, Abu Ubaidah kokoh dalam keislamannya walaupun diboikot oleh kaumnya. Keempat, Abu Ubaidah meraih kemuliaan jihad fii sabilillah bersama Rasul di semua pertempuran. Kelima, Abu Ubaidah meraih kemuliaan sanjungan dari Rasul dalam sabdanya, “Setiap umat memiliki seorang kepercayaan, dan kepercayaan umat ini adalah Abu ‘Ubaidah bin Al-Jarrah.”

Keenam, Abu Ubaidah meraih kemuliaan menjadi duta Rasul untuk negeri Yaman dan Najran dalam rangka mengajarkan syariat islam. Ketujuh, Abu Ubaidah memimpin pasukan Syam untuk memerangi Yarmuk, membuka kota Damaskus, Ladziqiyah dan daerah-daerah di negeri Syam.

Pantaslah Nabi Muhammad saw memasukkan Abu Ubaidah sebagai “Asyarah al-Mubasyarah” yakni salah satu dari sepuluh sahabat yang dijamin masuk syurga.

Abu Ubaidah meninggal dunia karena terkena penyakit menular yang mewabah di Syam. Menjelang wafatnya, ia berwasiat kepada seluruh prajuritnya: “Aku berwasiat kepada kalian. Jika wasiat ini kalian terima dan laksanakan, kalian tidak akan sesat dari jalan yang baik, dan senantiasa dalam keadaan bahagia. Tetaplah kalian menegakkan shalat, berpuasa Ramadhan, membayar zakat, dan menunaikan haji dan umrah. Hendaklah kalian saling menasihati sesama kalian, mnasihati pemerintah kalian, dan jangan biarkan mereka tersesat. Dan janganlah kalian tergoda oleh dunia. Walaupun seseorang berusia panjang hingga seribu tahun, dia pasti akan menjumpai kematian seperti yang kalian saksikan ini.” [ ]

*Ketua Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kota Surabaya

Exit mobile version