Imam Bukhari tidak saja mencurahkan seluruh inteligensi dan daya ingat yang luar biasa itu pada karya tulisnya yang terpenting, “Sahih Bukhari”, tetapi juga melaksanakan tugas itu dengan dedikasi dan kesalehan. Ia selalu mandi dan berdoa sebelum menulis buku itu. Sebagian buku tersebut ditulisnya di samping makam Nabi di Madinah.
JERNIH–Di dunia ini tidak banyak manusia yang diberkahi ingatan yang kuat. Salah satu dari yang sedikit itu ialah Imam Bukhari, ahli hadis terbesar yang dihasilkan oleh dunia Islam. Ia konon dapat mengingat sejuta hadis, terinci sampai kepada berbagai sumber dan perawi setiap hadis yang pernah didengarnya. Sahih Bukhari diterima secara umum sebagai himpunan hadis Nabi yang sahih.
Abu Abdullah Muhammad ibn Ismail, terkenal kemudian sebagat Imam Bukhari, lahir di Bukhara pada 13 Syawal 194 H (21 Juli 810 M), cucu seorang Persia bernama Bradizbat.
Tak lama setelah bayi yang baru lahir itu membuka matanya, ia pun kehilangan penglihatannya. Ayahnya amat bersedih hati. Ibunya yang saleh menangis dan berdoa ke hadapan Allah, memohon agar bayinya bisa melihat kembali.
Kemudian, dalam tidurnya, perempuan itu bermimpi didatangi Nabi Ibrahim yang berkata: “Bergembiralah, doamu dikabulkan Tuhan.” Ketika ia terjaga, penglihatan bayinya pulih kembali.
Ayahnya meninggal waktu ia masih kanak-kanak, dan ia lalu dibesarkan oleh ibunya yang ternama dan berbudi luhur.
Bukhari kecil mulai mempelajari Hadis pada usia 11 tahun, mengunjungi berbagai kota suci waktu berumur 16 tahun bersama ibu dan abang sulungnya. Di Mekkah dan Madinah ia mengikuti kuliah para guru besar Hadis. Usianya baru 18 ketika ia telah menulis sebuah buku, “Kazayai Sahaba wa Tabain”.
Abangnya yang tertua, Rasyid ibn Ismail menuturkan, pernah Bukhari muda dan beberapa murid lainnya mengikuti kuliah dan ceramah cendekiawan Balkh. Tidak seperti murid lainnya, Bukhari tak pernah membuat catatan kuliah. Ia dicela membuang waktu dengan percuma karena tidak mencatat. Bukhari diam tidak menjawab. Pada suatu hari, karena merasa kesal techadap celaan yang terus-menerus itu, Bukhari meminta kawan-kawannya membawa catatan mereka.
Tercenganlah mereka semua karena Bukhari ternyata hapal di luar kepala 15.000 Hadis, lengkap terinci dengan keterangan yang tidak sempat mereka catat.
Kemudian ia pun memulai studi perjalanan dunia Islam selama 16 tahun. Dari kurun waktu ini lima tahun digunakannya di Basrah, mengunjungi Mesir, Hejaz, Kufa dan Baghdad beberapa kali dan berkelana mencari imu ke seluruh Asia Barat.
Sepanjang perjalanan ia merawi Hadis dari 80.000 perawi, dan berkat ingatannya yang kuat ia dapat menghapal Hadis sebanyak itu, lengkap dengan sumbernya, sampai pada suatu saat ia berpeluang menuliskannya.
Ketenaran Bukhari segera mencapai bagian dunia Islam yang jauh, dan ke mana pun ia pergi, ia selalu dielu-elukan. Masyarakat heran dan kagum akan ingatannya yang luar biasa.
Banyak cendekiawan dan orang saleh di seluruh dunia Islam menjadi murid Imam Bukhari. Dalam kelompok ini termasuk Sheikh Abu Zarah Abu Hatim Tarmizi, Muhammad ibn Nasr, Ibn Hazima, dan Imam Muslim.
Imam Durami, guru agama Islam Bukhari, mengakui keluasan wawasan Hadis muridnya ini: “di antara ciptaan Tuhan pada masanya, Imam Bukhari-lah agaknya yang paling bijaksana.”
Imam Bukhari tidak saja mencurahkan seluruh inteligensi dan daya ingat yang luar biasa itu pada karya tulisnya yang terpenting, “Sahih Bukhari”, tetapi juga melaksanakan tugas itu dengan dedikasi dan kesalehan. Ia selalu mandi dan berdoa sebelum menulis buku itu. Sebagian buku tersebut ditulisnya di samping makam Nabi di Madinah.
Akhirnya Imam Bukhari kembali ke tempat lahirnya, Bukhara, dan disambut meriah oleh seluruh penduduk kota kebudayaan itu. Tetapi takdir menentukan ia tidak lama tinggal di situ. Penguasa Bukhara meminta Imam mengajar Hadis Nabi untuk ia dan anaknya di Istana. Imam menolak permintaan itu, lalu pindah ke Khartanak, sebuah kota dekat Samarkand. Ia wafat pada 30 Ramadhan 256 H (31 Agustus 870).
Karya monumentalnya, “Al Jami al-Sahih”, lebih terkenal sebagai Sahih Bukhari, mengukuhkan reputasinya sebagai ahli Hadis Islam terbesar. Kitab itu diakui sebagai bahan sumber yang paling sahih mengenai sunnah.
Dikatakan bahwa Imam Bukhari dapat menghapal satu juta Hadis lengkap dengan rincian sumber dan perawinya. Guru agamanya, Sheikh Ishaq, ingin agar seseorang dapat menghimpun Hadis Nabi yang paling sahih dalam sebuah kitab. Imam Bukhari berjanji akan memenuhi hasrat gurunya itu. Sejuta Hadis yang ia ketahui dari 80.000 perawi ditapisnya menjadi 7.275 Hadis. Menurut Ibnu Hajar, ia memilih 9.082 Hadis untuk kitab “Sahih Bukhari” yang masyhur itu. Perampungan kitab itu memakan waktu 16 tahun.
Karya besar Imam Bukhari int disambut oleh ribuan ahli Hadis dan cendekiawan agama sebagai karya Hadis Nabi yang terbaik. Lebih dari 53 buku penjelasan dan sebagiannya terdiri dari 14 jilid telah ditulis tentang “Sahih Bukhari”. Kitab ini dibagi menurut pembagian yang telah terencana dalam satu skema lengkap. Dalam memilih Hadis, ia menunjukkan kecakapan yang kritis, dan mencoba mencapai kesaksamaan penyuntingan naskahnya.
Walaupun demikian, ia tidak ragu-ragu menjelaskan isinya pada beberapa tempat berupa catatan lengkap yang amat berbeda dengan teksnya, disertai penjelasan keadaan lingkungan yang berlaku pada waktu itu.
Imam Bukhari menulis kira-kira dua lusin buku agama lainnya tentang filosofi Islam dan sejatah. Tetapi karya terbesarnya ialah “Sahih Bukhari”, yang ratusan buku penjelasan dan terjemahannya telah diterbitkan dalam berbagai bahasa selama lebih dari seribu tahun. Buku itu dihormati dan diakui sebagai buku penting dan utama setelah Quran di dunia Islam. [ ]
Sumber : “Hundred Greats Muslim”, Jamil Ahmad, Fetrozsons Ltd, Lahore, 1984