Bagi yang ingin disediakan tempat kembali yang indah, janganlah bakhil dan pelit, berdermalah. Pilihan akhir hanya ada dua: meninggalkan dunia atau ditinggalkan dunia.
Oleh: Prof Dr KH Ahmad Imam Mawardi
PAGI tadi datanglah ke pondok saudara saya yang lama tinggal di Virginia USA. Puluhan tahun di sana, dididik berpikir logis dan kritis serta matematis. Tiga anaknya masih tinggal di Virginia dan Texas bersama keluarganya.
Setiap saya dakwah di Amerika, saya tidur di rumah beliau. Kepentingannya ke pondok adalah mengantarkan cucu pertamanya untuk mondok dan bersekolah Madrasah Aliyah. Mengapa harus mondok? Panjang kisahnya, bagus analisanya.
Setiap kali kita bertemu, biasanya dulu kita berbincang tentang politik dunia dan kondisi ekonomi dunia. Lalu beliau mengenalkan saya dengan beberapa tokoh yang tajam analisa intelejen dunianya. Semenjak 2 minggu yang lalu, setiap bertemu dengan saya, ada sesuatu yang berubah, beliau senang bicara tentang hakikat hidup dan apa yang sesungguhnya perlu dicari. Kesimpulannya, bukan dunia yang harus dikejar karena banyak hal di dunia ini menipu. Sesekali saya mengangguk membenarkannya dengan menyebut ayat al-Qur’an sebagai dalilnya.
Beliau berkata minggu kemarin bahwa ternyata info dan kabar dunia sungguh tak berguna selain untuk membingungkan diri kita jika kita tidak mengimbanginya dengan kajian dan pengajian agama yang benar. “Kita harus cerdas memilih apa yang harus kita baca dan dengar demi terciptanya ketenangan hati,” pungkasnya sambil air mata berlinang. Saya senang mendengarkan penuturan yang berangkat dari ketulusan hati. Beliau tampak lebih tenang dan relijius.
Tadi pagi beliau bercerita tentang sahabatnya di Madiun yang sempat meninggal dunia lalu hidup lagi. Kita menyebut sebagai mati suri. Orang ini adalah orang shalih, baik sekali. Di dalam mati surinya, orang itu diperlihatkan beberapa hal yang penuh dengan pelajaran hidup. Salah satunya adalah ditunjukkan rumah indah bak istana. Ada suara yang menanyakan tahukah untuk siapa rumah mewah itu. Dijawabnya sendiri oleh suara itu bahwa rumah itu adalah rumah yang kelak akan dimiliki oleh Pak Lurah A ketika sudah kembali kepada Allah. Lalu sang teman itu hidup lagi.
Segera didatangi Pak Lurah yang dimaksud tadi dan ditanyakan amal apa yang dilakukannya kok sampai mendapatkan hadiah mewah kedamaian dan keselamatan di alam akhirat kelak. Pak Lurah tak menjawab langsung, selain tersenyum dan mohon doa. Diwawancarainya para warga tentang Lurah ini. Semua jawaban adalah sama yakni lurah ini dermawan, loman senang membantu serta meringankan beban orang lain. Itulah gaya investasi lurah yang baik itu.
Bagi yang merasa sebagai lurah dalam segala tingkatan, lurah desa, kecamatan, kabupaten, propinsi dan negara, janganlah tamak-tamak ingin menguasai semuanya sendirian. Berbagilah untuk kebahagiaan dan kemaslahatan bersama. Bagi yang ingin disediakan tempat kembali yang indah, janganlah bakhil dan pelit, berdermalah. Pilihan akhir hanya ada dua: meninggalkan dunia atau ditinggalkan dunia. Sebaiknya diinvestasikan dan dititipkan saja melalui kegiatan baik sebelum semuanya terlambat. Allah Mahatahu. Salam, A.I. Mawardi. [*]
* Founder and Director di Pondok Pesantren Kota Alif Laam Miim Surabaya serta Dosen di Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya