Memiliki pikiran yang tenang dan nyaman selama berpuasa, akan membuat puasamu menjadi lebih khusyuk. Memberikan rasa nyaman dan tenang didalam hati.
KH Abdullah Gymnastiar
DALAM puasa Ramadhan tidak hanya menahan lapar dan haus, akan tetapi semua panca indra kita juga harus mampu dikendalikan. Jangan biarkan mata khianat ketika puasa di bulan Ramadhan, melihat sesuatu yang bukan haknya, tundukan pandangan agar mata terjaga dari maksiat.
Telinga harus digunakan untuk hal-hal yang bermanfaat disaat puasa, seperti mendengar kajian ilmu di youtube yang begitu banyak dari berbagai ulama. Hindari dari mendengar musik-musik yang tidak bermanfaat, bahkan membuat kita lalai dari mengingat Allah.
Mulut juga harus puasa dari perkataan-perkataan yang tidak baik, kalau tidak bisa berkata baik maka sehemat mungkin untuk berbicara atau tidak perlu berbicara kalau tidak penting. Tidak penting banyak berbicara dan tidak penting bagi kita untuk terkenal dengan banyak berbicara. Di bulan Ramadhan yang harus dilakukan adalah menggunakan mulut untuk berzdikir atau banyak mengingat Allah. Orang yang yang tidak banyak berbicara lebih menenangkan dibadingkan dengan orang yang banyak berbicara.
Selanjutnya adalah puasa keinginan di bulan Ramadhan. Mungkin selama 11 bulan begitu banyak keinginan kita, di bulan Ramadhan cukup keinginan kita dengan memperbanyak sedekah. Kita harus belajar menahan nafsu di bulan Ramadhan, menahanan dari keinginan-keinganan yang tidak terlalu penting, agar kita terlepas dari perbudak hawa nafsu.
Pada dasarnya nafsu yang mengajak kepada keburukan, kepada hal-hal yang negatif itu, dengan mengendalikan nafsu kita mampu menahan diri untuk tidak makan-minum, untuk tidak bergunjing atau membicarakan keburukan orang lain, atau berbohong, dan hal-hal lain yang oleh ajaran agama sebaiknya dihindari.
Kemudian pikiran dan hati juga perlu untuk dikendalikan saat berpuasa. Memiliki pikiran yang tenang dan nyaman selama berpuasa, akan membuat puasamu menjadi lebih khusyuk. Memberikan rasa nyaman dan tenang didalam hati.
Puasa yang kita jalani tidak hanya semata cara kita atau kemampuan kita untuk menahan diri mengendalikan emosi kita sendiri tidak melakukan hal-hal yang membatalkan puasa. Namun, juga bagaimana pikiran dan hati kita pun perlu dilibatkan terkait dengan esensi, substansi, dan hakikat dari puasa. Wallahu a‘lam bishowab. [*]