Site icon Jernih.co

Puasa Ular, Puasa Ayam, Puasa Ulat

Bangsa yang tidak berpuasa akan punah lebih dulu. Bangsa yang berpuasa insya Allah lestari mengarungi zaman. Bangsa Indonesia beruntung karena lahirnya Negara Kesatuan Republik Indonesia diproklamasikan pada bulan puasa, tepatnya 9 Ramadhan 1364 Hijriah. Selama Bangsa Indonesia melaksanakan puasa, dalam pengertian luas, insya Allah Indonesia lestari.

Oleh  : Buroqi Tarich Siregar

JERNIH– Menurut alm. Pak Muh (Muhammad Zuhri), pelaku sufisme dari Pati,  setidaknya ada tiga kondisi yang bisa dicapai melalui puasa. Pertama, seperti puasa yang dilakukan ular.

Ular berpuasa untuk memperoleh kulit baru. Akhir puasa ular ditandai dengan pergantian kulit. Kulit baru tumbuh menggantikan kulit lama yang terlepas dari badan. Ular butuh pergantian kulit karena seiring waktu kulitnya kurang lentur, kaku, sehingga menyulitkan dirinya bergerak.

Kulit baru yang didapat setelah berpuasa membuat ular kembali lentur, fleksibel bergerak. Pelajaran yang bisa diambil dalam konteks ini, dengan mengamalkan puasa kita bisa mendapatkan kelenturan, fleksibilitas atau daya adaptasi dalam menempuh perjalanan hidup.

Kedua, puasa seperti yang dilakukan induk ayam saat mengerami telur. Saat mengeram, induk ayam tidak makan atau berpuasa. Induk ayam membutuhkan puasa untuk meningkatkan suhu tubuh. Suhu tubuh yang lebih hangat diperlukan agar telur yang dierami menetas. Begitu telur menetas terjadilah proses regenerasi, yaitu pelestarian eksistensi kelompok yang dalam hal ini spesies ayam.

Pelajaran atau hikmah puasa dalam konteks ini adalah puasa merupakan bagian penting dari proses regenerasi untuk melestarikan eksistensi kelompok. Hikmah lain yang bisa dipetik adalah pasangan yang belum dikaruniai keturunan boleh melengkapi ikhtiarnya dalam ‘merayu’ Tuhan dengan mengamalkan puasa. Semoga Allah Swt. berkenan memberi keturunan.

Lebih dari sekadar regenerasi perorangan melalui anak keturunan, puasa berperan penting dalam regenerasi atau kelestarian kelompok, organisasi, atau bangsa. Bangsa yang tidak berpuasa akan punah lebih dulu. Bangsa yang berpuasa insya Allah lestari mengarungi zaman. Bangsa Indonesia beruntung karena lahirnya Negara Kesatuan Republik Indonesia diproklamasikan pada bulan puasa, tepatnya 9 Ramadhan 1364 Hijriah. Selama Bangsa Indonesia melaksanakan puasa, dalam pengertian luas, insya Allah Indonesia lestari.

Soal puasa dan kelestarian kelompok boleh jadi berhubungan dengan pengertian harfiah puasa yang dalam Islam disebut shaum. Shaum bermakna menahan diri. Penelitian dan kajian tentang kesuksesan hidup menemukan bahwa kemampuan menahan diri atau mengendalikan diri merupakan faktor penting, kalau bukan yang terpenting. Tentu sukses di sini dalam pengertian luas, bukan sukses dalam pengertian sempit sebatas pencapaian materi.

Ulat berpuasa dengan menjadi kepompong. Saat fase kepompong praktis ulat berhenti mengonsumsi sumber daya. Padahal saat fase sebelumnya ulat merupakan makhluk yang sangat konsumtif memakan daun. Di ujung puasa, sebagai kepompong ulat akan mendapati dirinya bertransformasi menjadi kupu-kupu.

Dengan berpuasa ulat melakukan transformasi diri dari makhluk merayap menjadi makhluk yang bisa terbang. Juga transformasi diri dari makhluk konsumtif (pemakan daun) menjadi makhluk yang membawa kehidupan dengan cara membantu proses penyerbukan pada tanaman. Dari makhluk yang ruang geraknya sangat terbatas—sebatas merayap di daun—menjadi memiliki daya jelajah sangat luas, bisa terbang. Kemampuan terbang membuat kupu-kupu mampu melakukan penyerbukan atau membantu mengembangkan dan melestarikan kehidupan pihak lain.

Dari uraian ini setidaknya ada tiga kondisi yang bisa dicapai melalui puasa, yaitu daya adaptasi, regenerasi, serta partisipasi dalam mengembangkan kehidupan. Al-Qur’an mengajarkan bahwa tujuan puasa adalah mencapai kondisi takwa. Ketiga hal tersebut bisa dianggap sebagai kondisi yang diperlukan untuk mencapai derajat takwa. Mudah-mudahan kondisi ini membantu kita melakukan refleksi atas puasa yang kita lakukan.  

Baru-baru ini ada wacana puasa intermiten (intermittent fasting) dan autofagi (autophagy). Wacana ini merebak karena tahun 2016 Hadiah Nobel Bidang Fisiologi atau Kedokteran diberikan kepada Yoshinori Ohsumi yang mengungkapkan proses atau mekanisme autofagi dalam tubuh.

Mekanisme autofagi penting dalam memelihara kesehatan tubuh, bahkan bisa digunakan sebagai terapi untuk penyakit degeneratif. Puasa (intermiten) merupakan hal yang bisa memicu proses autofagi. Ini menyiratkan bahwa puasa menjadi mekanisme untuk memelihara kesehatan tubuh, bahkan bermanfaat bagi proses penyembuhan.

Sebagai insan yang mengimani kalam Ilahi dalam Al-Qur’an tentu kita meyakini kebaikan puasa. Bahkan kita meyakini kebaikan puasa melampaui semua yang telah disampaikan di atas. Al-Qur’an menyatakan:“Wa antashumu khairul lakum in kuntum ta’lamun. Dengan kamu berpuasa hal tersebut lebih baik bagimu, jika saja kamu mengetahuinya.” (Surat Al-Baqarah: 184).

Tujuan utama puasa (shaum) kita adalah untuk mencapai kondisi takwa. Hal-hal yang disebut di atas anggap saja sebagai insentif untuk meningkatkan motivasi berpuasa. Pengertian takwa sendiri sangat luas. Kata takwa disebut 238 kali dalam Al-Qur’an. Ada ayat yang menjelaskan tentang ciri orang takwa, ada yang menjelaskan amalan atau upaya yang dilakukan untuk menggapai takwa (seperti berpuasa), ada yang menjelaskan tentang ganjaran bagi orang bertakwa, dan lain-lain.

Silakan pelajari sendiri dengan cara mengaji Al-Qur’an, mumpung kita memasuki bulan Ramadhan. Bulan yang sangat dianjurkan agar kita memperbanyak mengaji Al-Qur’an. [ ]

Cilabar, 26 Sya’ban 1443 H (29 Maret 2022)

*Tulisan ini merupakan buah karya peserta program pelatihan menulis Salman Moving Class yang dikelola Yayasan Salman Mahir Cerdas.

Exit mobile version