Peristiwa pemberian makan dalam kisah Yesus, tak ada keraguan bahwa semua itu mengarah pada Ekaristi: memberkati, memecahkan dan membagi-bagikan. Berbagi roti yang sudah dipecah-pecahkan adalah tanda untuk sebuah komunitas yang diharapkan juga berbagi karunia yang telah dicurahkan Tuhan kepada kita.
Penulis: P. Kimy Ndelo CSsR
JERNIH-Ketika mereka pulang dari bermain, dua anak kakak beradik melihat di atas meja ada sepotong roti. Mereka berdua rebutan siapa yang makan. Tak ada yang mengalah dan tak ada yang mau berbagi. Ketika mereka.berteriak satu sama lain, ibu mereka datang dan mencoba memberi nasihat rohani. “Nak, coba sekarang ingat, seandainya Yesus ada disini sekarang apa yang dia buat terhadap roti ini?”. Spontan anak laki menjawab: “Dia akan memecahkan dan memperbanyak menjadi 5000 potong”. Ibunya kaget dengan jawaban yang tak disangka dan tak diharapkan.
**
Dalam Kitab Suci, begitu banyak kisah, entah itu mukjizat atau pengalaman biasa dimana Tuhan memberi makanan kepada tubuh manusia. Kisah manna pemberian Allah di padang gurun kepada bangsa Israel adalah satu contoh yang cukup populer (Kel 16,15). Tetapi kisah yang paling mirip dengan kisah Yesus dalam Injil ada pada kisah Elia memperbanyak roti dan gandum untuk memberi makan 100 orang. (2 Raj 4,42-44).
Injil hari ini berbicara tentang Yesus yang melakukan mukjizat memperbanyak roti dan ikan untuk memberi makan 5000 orang laki-laki, belum terhitung wanita (Yoh 6,1-15). Di tempat lain Yesus juga memberi makan banyak orang.
Dan dari semua peristiwa pemberian makan dalam kisah Yesus, tak ada keraguan bahwa semua itu mengarah pada Ekaristi: memberkati, memecahkan dan membagi-bagikan. Berbagi roti yang sudah dipecah-pecahkan adalah tanda untuk sebuah komunitas yang diharapkan juga berbagi karunia yang telah dicurahkan Tuhan kepada kita.
Selain makanan jasmani, kita juga menemukan begitu banyak peristiwa atau kisah dimana Allah memberikan makanan bagi jiwa manusia, yang biasa dikenal sebagai MAKANAN ROHANI.
Makanan rohani ini begitu penting karena dengannya kita mengidentikkan diri dengan Tuhan, seperti kata pepatah: untuk mengenal seseorang, lihatlah apa yang dia makan.
“Kata Yesus kepada mereka: “Akulah roti hidup; barangsiapa datang kepada-Ku, ia tidak akan lapar lagi, dan barangsiapa percaya kepada-Ku, ia tidak akan haus lagi” (Yoh 6,35)
Ketika para pengikut dan pendengarnya mencari roti duniawi, Yesus menawarkan diri kepada mereka sebagai ROTI SURGAWI. Menerima Dia dan bersatu dengannya akan membawa orang kepada kepuasan jiwa yang tak bisa dipenuhi oleh makanan duniawi.
Untuk itulah Gereja menempatkan Perayaan Ekaristi sebagai pusat dan puncak iman kristiani. Mengapa? Karena disitu orang beriman, bukan hanya merayakan atau mengenangkan pemberian diri Yesus, melainkan menerima Yesus, bersatu dengan Dia, serta menjadi seperti Dia.
Tanpa mengabaikan kebutuhan tubuh, dengan makanan jasmani, melalui macam-macam karya sosial karitatif, Gereja tak henti-hentinya mengingatkan orang akan pentingnya memenuhi kebutuhan jiwa. Gereja selalu menyediakan diri sebagai saluran makanan rohani yang tak ada habisnya.
Nilai hidup seseorang tidak hanya dari apa yang nampak atau kelihatan. Tubuh bisa berubah setiap saat. Hari ini begitu cantik, tampan, atletis, seksi dan menawan. Hari berikutnya, entah karena sakit, kecelakaan atau proses penuaan, menjadi berubah total.
Tapi dari jiwa yang sehat karena makanan rohani, akan memancar kharisma pribadi yang tak luntur oleh waktu atau penyakit. Semakin tua, bahkan semakin menderita seseorang, kharisma atau jiwanya semakin mempesona. Raganya boleh rapuh tapi jiwanya tetap perkasa. Jasmaninya makin melemah, tapi rohaninya makin kuat.
(SETETES EMBUN, by P. Kimy Ndelo CSsR; ditulis dalam penerbangan dari Colombo menuju Bangkok-Thailand).