Injil tak bisa diwartakan dalam aroma persaingan, apalagi permusuhan. Yesus yang satu dan sama tak bisa diklaim oleh satu atau dua kelompok.
Penulis: P. Kimy Ndelo CSsR
JERNIH-John Wesley adalah seorang teolog, evangelis dan penggagas gereja Methodis dari Inggris. Dia sangat prihatin dengan banyaknya denominasi Kristen yang tumbuh di seluruh dunia. Gereja yang dibangun atas dasar iman akan Yesus Kristus tetapi dengan nama yang berbeda-beda, ajaran dan tata liturgi yang berbeda-beda bahkan kadang bermusuhan.
Suatu ketika dia menceritakan mimpinya. Dia dibawa sampai ke pintu Neraka. Disana dia bertanya: Apakah ada orang Katolik di dalam? Dari dalam menjawab “Ya”. Bertanya lagi, apakah ada orang Methodis di dalam? Jawabannya juga “Ya”. Bertanya lagi apakah ada Lutheran di dalam? Sama, ada juga. Apakah ada Calvinis di dalam? Sama pula, ada. Apakah ada Presbiterian di dalam, juga serupa jawabannya, ya. Semua perwakilan denominasi ada di Neraka.
Kemudian dia dibawa ke pintu Surga. Dia pun menanyakan hal yang sama. Dan anehnya, jawaban yang diterimanya, “tidak”. Tidak ada orang dari denominasi Kristen mana pun di Surga. Akhirnya dia bertanya, “Lalu siapa yang menjawab di dalam”. Dari dalam surga: “Di sini hanya ada orang Kristen, pengikut Yesus”.
Doa Yesus dalam bacaan Injil hari ini pada intinya berbicara tentang kesatuan: “Ya Bapa yang kudus, peliharalah mereka dalam nama-Mu, yaitu nama-Mu yang telah Engkau berikan kepada-Ku, supaya mereka menjadi SATU sama seperti Kita.” (Yoh 17,11).
Kesatuan para murid Kristus rupanya menjadi perhatian sekaligus kekuatiran Yesus sejak awal, terutama menjelang kepergian-Nya meninggalkan mereka. Dan itu memang terbukti, saat ini ada lebih dari 3000 denominasi Kristen di dunia, baik yang sangat besar maupun kecil. Yang jumlah umatnya ratusan juta, bahkan milyar sampai yang hanya ribuan orang.
Kesatuan yang dijadikan dasar oleh Yesus adalah kesatuan-Nya dengan Allah Bapa. “Supaya mereka semua menjadi satu, sama seperti Engkau, ya Bapa, di dalam Aku dan Aku di dalam Engkau, agar mereka juga di dalam Kita, supaya dunia percaya, bahwa Engkaulah yang telah mengutus Aku.” (Yoh 17,21).
Kesatuan ini terbukti dalam bentuk kekuasaan yang diberikan Allah kepada-Nya dan dalam cinta kepada Bapa-Nya yang tanpa batas. Dia berkata-kata dan bertindak dalam dan atas nama Allah Bapa.
Dia memiliki kekuasaan untuk melakukan tindakan mukjizat; menyembuhkan orang sakit, mengusir setan, memulihkan orang cacat, bahkan membangkitkan orang mati. Dia juga mendapatkan hak untuk mengampuni dosa. Semua ini dilandasi karena cinta dan belaskasihan, khususnya kepada mereka yang menderita.
Para murid dituntut untuk bersatu dalam cara ini. Mereka hendaknya menghilangkan setiap sekat dan batas agar kuasa dan kasih Allah menjadi nyata. Mereka yang ingin mendapatkan kuasa dari Allah, mendapatkan kuasanya dalam kesatuan sebagai ORANG KRISTEN. Mereka yang memiliki kuasa karena cinta kepada sesamanya, akan mampu menjadi saksi pewartaan Injil kepada orang lain.
Injil tak bisa diwartakan dalam aroma persaingan, apalagi permusuhan. Yesus yang satu dan sama tak bisa diklaim oleh satu atau dua kelompok.
Adanya denominasi Kristen yang bermacam-macam adalah fakta. Sejarah yang panjang dengan friksi dan perbedaan telah membawa kita ke titik ini.
Yang bisa kita lakukan adalah membangun jembatan dan mengurangi tembok. Jembatan yang didasari cinta dan persaudaraan sebagai sesama murid Yesus. Jembatan yang menghubungkan banyak kesamaan dan meninggalkan perbedaan.
Hanya dengan cara ini kita bisa menjawab “Amin” terhadap doa Yesus. Hanya dengan cara ini kita bisa menyebut diri KRISTEN dan berada di Surga kelak. Dan hanya dengan cara ini kita bisa bersaksi kepada orang lain betapa indahnya menjadi orang Kristen.
(SETETES EMBUN, by P. Kimy Ndelo CSsR; ditulis di Biara Redemptoris/Gereja Novena Baclaran Manila Filipina).