Site icon Jernih.co

Setetes Embun: Paradoks Berkat

Bila permohonan kita tidak dikabulkan, bukan karena Tuhan tidak suka dengan kita. Bisa jadi Tuhan menganggap kita tidak sanggup memikul tanggungjawab di balik BERKAT itu

Oleh: P. Kimy Ndelo CSsR

JERNIH-Ada pepatah yang mengatakan; “Dia yang bersemangat tidak bisa duduk di kursi.” Maria belum lama menerima berita gembira tentang Yesus yang dikandungnya. Maria, yang penuh semangat karena dipenuhi dengan api Roh Kudus membawa Yesus yang baru dikandung, bergegas ke pegunungan tempat tinggal Elizabeth, sepupunya. (Luk 2,39-45).

Perjalanan ini merupakan perjalanan panjang dan melelahkan. Jarak Nazaret dengan Ain Karim tempat Elisabeth adalah 160 kilometer. Jarak ini bisa ditempuh selama empat atau lima hari jalan kaki. Perjalanannya juga mendaki karena perbedaan ketinggian Nazaret dan Ain Karim sekitar 400 meter. Sepanjang perjalanan Maria harus menginap di tempat terbuka.

Ini membuktikan bahwa selain mempunyai fisik yang kuat sebagai wanita muda, kabar gembira yang diperolehnya memberi Maria kekuatan ekstra. untuk menyampaikan kabar bahagia itu kepada Elisabeth.

Kedua sepupu itu saling menyapa, saling memberi salam. Keduanya sedang mengandung kehidupan baru. Setelah salam resmi Maria, anak Elizabeth yang belum lahir, yang disentuh oleh Roh Kudus, melompat kegirangan karena menyadari bahwa keselamatan sudah dekat. “Lompatan”

Yohanes mengungkapkan sukacita semata-mata karena dipenuhi dengan Roh Allah. Elizabeth adalah orang pertama yang mendengar kata-kata itu, tetapi Yohanes adalah orang pertama yang mengalami kasih karunia. Elizabeth merasakan kedatangan Maria; Yohanes merasakan kedatangan Tuhan. Tidak heran bahwa Yohanes kemudian akan menjadi orang pertama yang mengenali kehadiran Yesus saat Dia memulai pelayanan publik-Nya!

“DiBERKATilah engkau di antara semua perempuan dan diberkatilah buah rahimmu” (Luk 2,42). Bagi banyak umat Katolik, rangkaian kata-kata ini paling akrab karena mereka merupakan bagian inti doa Salam Maria.

Elizabeth tidak hanya mengucapkan kata-kata ini; sebaliknya, teks mengatakan bahwa dia “meneriakkan kata-kata itu dengan suara nyaring.”

Cara Elizabeth ini bisa disebut sebuah gaya kenabian karena menafsirkan peristiwa ini sekaligus meramalkan sesuatu. Dengan merendahkan diri di hadapan Maria, dia mengungkapkan identitas tersembunyi pengunjungnya dan bayi yang dibawanya. Sebuah identitas pribadi yang penuh BERKAT

Maria diberkati baik karena Imannya maupun karena melahirkan anak Kristus. Dengan demikian, Maria menjadi orang percaya sejati, teladan Iman dan yang pertama di antara murid-murid Putranya. Maria terberkati karena mau melayani sepupunya Elizabeth pada saat dia membutuhkan, sebuah pemberiannya yang sempurna, penuh kasih, dan pengorbanan untuk Elizabeth.

Akan tetapi berkat ini juga mengandung paradoks. William Barclay, seorang ahli Kirab Suci, berkomentar bahwa BERKAT menganugerahkan kepada seseorang sukacita terbesar sekaligus tugas terbesar di dunia. Tidak ada tempat di mana pun kita dapat melihat paradoks secara lebih baik daripada dalam kehidupan Maria.

Maria dianugerahi berkat dan hak istimewa sebagai ibu dari Putra Allah. Namun berkat itu adalah menjadi pedang untuk menembus hatinya: suatu hari dia akan melihat Putranya tergantung di kayu salib.

Jadi, untuk dipilih oleh Tuhan seringkali merupakan mahkota sukacita dan salib kesedihan. Tuhan tidak memilih kita untuk kehidupan yang mudah dan nyaman, tetapi untuk menggunakan kita, dengan persetujuan kita yang bebas dan penuh kasih, untuk tujuan-Nya.

Ketika Joana dari Ars tahu bahwa waktunya singkat, dia berdoa, “Tuhan, aku hanya akan bertahan setahun; gunakan aku semampumu.” Ketika kita menyadari tujuan Tuhan dalam hidup kita, kesedihan dan kesulitan hidup akan hilang.

Berdoa mohon BERKAT atau meminta berkat, bisa berarti sekaligus memohon salib. Semakin banyak berkat diberi kepada kita, semakin banyak kita dimintai oleh Tuhan. Berkat mengandaikan sebuah tanggungjawab.

Bila kita memohon dan tidak dikabulkan, bukan karena Tuhan tidak suka dengan kita, tetapi bisa jadi karena Tuhan menganggap kita tidak sanggup memikul tanggungjawab di balik BERKAT itu.

(SETETES EMBUN, by P. Kimy Ndelo CSsR; ditulis di Biara Santo Alfonsus-Konventu Redemptoris Weetebula, Sumba tanpa Wa).

Exit mobile version