Site icon Jernih.co

Setetes Embun: Yesus Bukan Sekedar Guru Moral

Jika kita menerima Yesus sebagai seorang guru moral, maka kita harus menerima Dia sebagai Tuhan, karena guru moral tidak mengajarkan kebohongan”.

Penulis: P. Kimy Ndelo CSsR

JERNIH-Seorang gadis kecil untuk pertama kali diajak masuk sekolah minggu. Pulang dari sekolah, ibunya bertanya: Bagaimana pelajarannya? Anak menjawab: Sama sekali tidak menarik. Ibunya bilang: Ini baru hari pertama. Tunggulah sampai beberapa minggu.

Tiga minggu kemudian, anak itu pulang sambil menangis. Saat ditanya ibunya, anak itu menjawab: “Setiap orang bicara tentang seorang pria bernama Yesus. Dan aku tidak tahu siapa dia. Bahkan aku belum pernah berjumpa dengan dia.”

Kekesalan hati anak kecil ini bisa juga menjadi masalah kita. Bagaimana mengenal seseorang yang belum pernah kita lihat? Bagaimana pula mencintai seseorang yang belum pernah kita jumpai?

Pertanyaan Yesus dan jawaban yang ada dalam Injil Mateus dan Markus berpusat pada identitas Yesus. Peristiwa itu terjadi di Kaisarea Filipi (sekarang disebut Banias), 25 mil bagian utara Danau Galilea. Yesus bertanya apa kata orang tentang Dia dan apa kata mereka sendiri tentang Dia.

Jawaban yang benar diberikan oleh Petrus: “Engkau adalah Mesias, Anak Allah yang hidup.” (Mat 16,16). Mesias dalam bahasa Yunani menjadi Krestos atau Kristus. Yesus mengatakan pula bahwa pengetahuan itu bukan dari dirinya sendiri tetapi dikaruniakan oleh Bapa di Surga. (Mat 16,17).

C.S. Lewis, seorang agnostik, yang kemudian bertobat menjadi Kristen pernah berkata: “Aku mencoba mencegah siapa pun mengatakan hal bodoh yang sering dikatakan orang tentang Yesus: ‘Aku siap menerima Yesus sebagai guru moral yang hebat, namun aku tidak menerima klaimnya sebagai Tuhan’.

Ini adalah hal yang tidak boleh kita katakan. Seseorang yang hanya manusia biasa dan mengatakan hal-hal seperti yang Yesus katakan bukanlah seorang guru moral yang hebat. Entah dia seorang gila, sejenis setan dari neraka atau Dia seorang Putera Allah. Anda harus membuat pilihan. Jika kita menerima Yesus sebagai seorang guru moral, maka kita harus menerima Dia sebagai Tuhan, karena guru moral tidak mengajarkan kebohongan”.

Pertanyaan “SIAPAKAH YESUS” telah melahirkan perdebatan tiada henti dari sejak Yesus hidup sampai saat ini. Semakin orang berusaha menemukan jawaban, semakin orang berjumpa dengan misteri yang tak terpecahkan. Jawaban akan melahirkan pertanyaan baru.

YESUS adalah pribadi yang nyata sekaligus TERSEMBUNYI. Dia bisa membuka selubung misteri hidupnya kepada orang-orang tertentu tetapi tetap tertutup bagi orang lain. Dia bisa membuat dirinya dicintai oleh banyak orang tetapi dibenci oleh lebih banyak orang. Hidupnya, dulu maupun sekarang selalu melahirkan kontradiksi atau pertentangan.

Iman tidak serta merta menjadi jalan keluar. Iman yang benar pun membutuhkan penerimaan akal yang sehat. Karena itu pencarian yang terus menerus justru akan semakin memperkaya dan memperkokoh iman.

Pertanyaan Yesus kepada Petrus: Menurut kamu, siapakah aku ini? bisa menjadi pertanyaan untuk kita. Jawabannya sangat pribadi. Jawabannya juga bukan khayalan atau kutipan. Jawabannya adalah sebuah medan pencarian. Bisa jadi tak pernah selesai tapi itulah yang bernilai bagi Tuhan. Ada dorongan untuk terus mencari, mengetahui dan mencintai.

Banyak orang berharap identitas Yesus yang benar harus datang dari Yesus sendiri. Yesus harus mengungkapkan siapa dirinya supaya orang percaya. Namun orang lupa bahwa tiap pribadi punya keterbatasan pemahaman dan daya ingat. Juga kata-kata tidak selalu mampu mengungkap totalitas sebuah pribadi.

Yang dibutuhkan untuk mengenal, mengetahui dan mencintai Yesus adalah RELASI. Relasi yang semakin dalam dengan Tuhan membuat kita makin paham dan cinta.

**

Seorang Uskup Agung ingin berdoa dan membagikan kasihnya kepada para penghuni sebuah rumah jompo. Ketika dia masuk ke lobby dari rumah jompo itu, dia melihat seorang nenek berusia 90an tahun mendorong kursi rodanya. Uskup berhenti dan menyapa wanita itu dengan ramah. “Apakah ibu kenal saya?”. Wanita itu dengan tenang menjawab: “Tuan, jika anda tidak tahu siapa diri anda, sebaiknya pergi ke ruang depan dan bertanya pada resepsionis. Selalu lebih baik mengenal siapa diri anda sebelum mengunjungi para kaum tua seperti saya ini”.

(SETETES EMBUN, by P. Kimy Ndelo CSsR; ditulis di Konventu Redemptoris-Biara Santo Alfonsus Weetebula, Sumba tanpa Wa).

Exit mobile version