Uncategorized

Fenomena Galau, Istri Minta Cerai, Suami Bakar Diri

Jakarta – Istri minta cerai, suami pilih bakar diri di Cipayung, Jakarta Timur. Sebuah fenomena kurang sehatnya warga kota secara psikologis yang tidak siap mengalami persoalan sosial berat sehingga tak mampu mengendalikan.

Senin (18/11/2019) dinihari, seorang pria HF warga Pondok Ranggon, Cipayung, Jakarta Timur, melakukan upaya bunuh diri gara-gara persoalan asmara di rumah tangganya. “Informasi yang kami himpun, HF ini sudah pernah juga mencoba bunuh diri. Ini karena keributan rumah tangga,” kata Kepala Unit Reskrim Polsek Cipayung AKP Budi Setyanta di Jakarta.

HF menyiram tubuhnya dengan cairan bensin di dalam rumah di Jalan Raya Ganceng, Kelurahan Pondok Ranggon, Cipayung sekitar pukul 00.30 WIB. Petugas patroli pun meluncur ke lokasi kejadian untuk melakukan penyelamatan setelah menerima laporan dari tetangga korban. “Laporan kami terima satu jam sebelum kejadian. Petugas kami sampai di lokasi kejadian sebelum korban membakar diri,” kata Budi.

Petugas sempat mencoba menenangkan HF yang kala itu sudah menggenggam korek api. “Beberapa saat kami coba tenangkan, tapi koreknya keburu menyala dan membakar tubuhnya,” kata Budi. Korban diketahui menderita luka bakar serius di bagian tangan serta punggung.

Budi menambahkan HF adalah seorang suami yang sering terlibat pertengkaran dengan istrinya karena merasa cemburu. “Istrinya itu sudah punya lelaki lain. Sudah berulang kali istrinya meminta cerai, tapi suaminya (HF) tidak mau,” katanya.

Psikolog Lyly Puspa Palupi S menilai banyak faktor yang membuat seseorang melakukan bunuh diri. “Penyebabnya variatif. Salah satunya gangguan mood, hingga depresi sehingga ada keinginan untuk bunuh diri. Bisa dipahami ketika seseorang mengalami kesedihan mendalam, merasa tidak berdaya, tidak ada yang bisa menolongnya akhirnya memutuskan untuk bunuh diri,” katanya.

Ia menambahkan dari data WHO setiap 40 detik ada satu orang yang meninggal karena bunuh diri dan hampir 800 ribu orang bunuh diri dalam kurun waktu satu tahun sedunia tahun 2019. Sedangkan data di Indonesia menurut WHO tahun 2010 mencapai angka 5.000 orang per tahun.

Ia menambahkan bahwa faktor kepribadian juga berpengaruh, seperti individu yang cenderung introvert, kurang suka bersosialisasi, sering memendam masalah sendiri rentan munculnya ide bunuh diri, terutama saat menghadapi masalah yang berat. Selain itu, kondisi psikis tertentu yang menyertai juga berpengaruh misalnya depresi, gangguan cemas, gangguan kepribadian, trauma, psikotik, atau dalam pengaruh penggunaan NAPZA.

“Masalah kehidupan sosial pun bisa memunculkan keinginan orang untuk mengakhiri hidupnya dengan cara bunuh diri, misalnya karena stres berat akibat menghadapi sakit parah menahun, kondisi ekonomi yang kurang dalam waktu yang berkepanjangan, putus cinta, gagal dalam kehidupan akademik maupun karier pun kerap menjadi alasan seseorang memutuskan untuk mengakhiri hidupnya dengan cara bunuh diri,” jelas Lily Puspa juga subbagian Psikologi Instalasi Rehabilitasi Medik RSUP Sanglah Denpasar.

Menurutnya, keberadaan individu yang memutuskan untuk bunuh diri, biasanya dilakukan oleh orang yang merasa tidak memiliki alternatif solusi masalah, lingkungan sosial yang kurang membantu, dan karakter pribadi yang mudah putus asa sehingga sulit dalam memotivasi diri sendiri untuk bangkit dari masalah.

Ia mengatakan dari semua usia, baik remaja atau orang tua rentan mengalami kondisi serupa. Hal ini dikarenakan setiap tahapan usia memiliki tantangan, tuntutan, serta masalah tertentu yang membutuhkan kemampuan individu dalam mengelola emosi dengan baik, mencari solusi yang positif, serta menjalin hubungan sosial yang baik. [Zin]

Back to top button