Ridwan Kamil berada di urutan kedua dengan raihan 15,3 persen di bawah Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf), Sandiaga Uno yang meraih 25 persen.
JERNIH – Survei nasional yang digelar Indikator menunjukkan Gubernur Jawa Barat M Ridwan Kamil berada satu urutan dengan Sandiaga Uno untuk menjadi calon kuat wakil presiden (cawapres). Bagaimana reaksi Ridwan Kamil?
“Jujur saja saya kaget berada di urutan kedua di bawah Bang Sandi Uno yang pernah jadi Cawapres waktu pilpres kemarin. Namun tentu saya apresiasi karena ini kan datang dari pilihan masyarakat, meskipun itu hanya persepsi hari itu saja saat survei dilakukan,” kata Ridwan Kamil dalam keterangan di Bandung, Selasa (11/1/2022).
Kang Emil, sapaan Ridwan Kamil, mengaku tersanjung sekaligus terkejut dengan hasil tersebut. Survei nasional itu bertajuk Pemulihan Ekonomi Pascacovid-19, Pandemic Fatigue, dan Dinamika Elektoral Jelang Pemilu 2024 yang dilakukan pada 6 hingga 11 Desember 2021 yang digelar lembaga survei Indikator.
Ridwan Kamil berada di urutan kedua dengan raihan 15,3 persen di bawah Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf), Sandiaga Uno yang meraih 25 persen. Angka itu didapatkan dari pertanyaan siapa wakil presiden yang akan dipilih jika Pilpres diadakan saat ini.
Persentase yang diraih Ridwan Kamil dan Sandiaga Uno hanya bisa didekati oleh Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono yang meraih 12 persen. Selebihnya, nama-nama lain seperti Menteri BUMN Erick Thohir atau Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto hanya meraih angka di bawah 10 persen.
Ridwan Kamil tak ingin berbagai hasil survei dari lembaga, khususnya yang berkaitan dengan pemilihan presiden membuatnya mengaburkan fokusnya menjalankan tugas sebagai Gubernur Jawa Barat. Terlebih, berdasarkan pengalamannya, ada kinerja politik yang tidak bisa terbaca oleh survei.
Ia mencontohkan, saat maju menjadi calon Wali Kota Bandung pada tahun 2013, hasil surveinya dimulai dari enam persen. Pada akhirnya, usai pencoblosan, ia dan Oded dinyatakan memenangkan kontestasi politik dengan meraih suara 45 persen.
Ia juga memberi contoh lain, yakni saat Pemilihan Gubernur Jawa Barat, tingkat keterpilihan salah satu pesaingnya dalam survei hanya 12 persen. Ketika saat pemilihan, meski kalah, pesaingnya itu bisa meraih 29 persen suara. “Ada kerja-kerja politik yang tidak terbaca oleh survei. Tapi, kalau konteks survei, lebih relevan ketika nama-nama calon sudah resmi dipasangkan,” ucapnya lagi. [*]