Site icon Jernih.co

Akurasi Rudal Hipersonik Masih Jeblok, Cina Gunakan Teknologi AI

JERNIH — Peneliti Militer Cina (PLA) dikabarkan berusaha meningkatkan akurasi rudal hipersonik dengan menggunakan kecerdasan buatan (AI).

Stephen Chen, reporter South China Morning Post (SCMP), mengatakan dua peneliti PLA; Xian Yong dan Li Bangjie mengusulkan dalam makalah penelitiannya untuk menggunakan AI untuk meningkatan akurasi rudal hipersonik sampai dua kali lipat.

Menurut kedua ilmuwan Rocket Force Engineering University’s College of War Support itu, pembawa rudal hipersonik harus berjalan ribuan mil untuk membawa muatannya dan melakukan manuver rumit selama penerbangan. Akurasi sangat tergantung pada seberata tepat pembawa rudal hipersonik menentukan posisinya.

Sebelumnya, Financial Times melaporkan Cina menguji rudal hipersonik, Agustus lalu. Rudal dikirim ke luar angkasa dengan roket Long March 2C, mengelilingi bumi di ruang orbit rendah dan meluncur menuju sasaran.

Rudal hipersonik melesat lima kali kecepatan suara, dan nyaris tidak bisa dicegat. Sayang, rudal itu meleset sejauh 24 mil dari sasaran yang seharusnya dihantam.

AS tak berusaha mengomentari kabar itu. Juru bicara Kemetnerian Luar Negeri Cina Zhao Lijian, Senin 18 Oktober, membantah kabar itu.

Menurut Lijian, yang diluncurkan Agustus lalu itu bukan rudal hipersonik tapi kendaraan luar angkasa. Uji coba rudal hipersonik justru berlangsung Juli lalu.

Penelitian rudal hipersonik Cina sebenarnya belum berjalan dengan kecepatan penuh. Ini terlihat dari laporan Stephen Chen, yang menyebutkan ilmuwan militer Cina masih berusaha meningkatkan akurasi dengan menggunakan AI.

Dalam makan yang diperoleh Chen, Xian dan Li menulis sensor inresia bawan senjata biasanya mengalami gangguan fisik selama perakitan, transportasi, dan perawatan rutin. Keduanya juga mengatakan rudal hipersonik dapat menimbulkan penyimpangan dari pengaturan pabrik, yang akan mempengaruhi kemampuan presisinya.

Xian dan Li yakin teknologi AI mampu mengatasi masalah ini. AI akan bekerja setelah rudal diluncurkan, dengan menghitung posisi rudal menggunakan sinyap GPS dan Sistem Satelit Navigasi BeiDou, serta membandingkan dengan hasil sensor on board.

Menggunakan data ini, AI akan membuat algoritma pemosisian unik untuk program kontrol penerbangan senjata.

“Sistem berbasis AI dapat menjaga senjata hipersonik tetap berada di jalurnya, dengan akurasi sekitar 10 meter,” tulis Stephen Chen, mengutip dua peneliti itu.

Dalam satu simulasi penerbangan, masih menurut Chen, algoritma yang dihasilkan AI mengalami ribuan putaran evolusi selama tahap awal penerbangan pada CPU Intel Xeon yang berusia sepuluh tahun. Versi terakhir diperoleh dalam waktu 20 detik.

Beberapa tahun lalu, media Cina membahas pengembangan rudal jelajah dengan kemampuan AI. Pada 21 September 2016, The Diplomat memeriska laporan-laporan ini dengan alasan sumber-sumber Cina tidak memberi wawasan tentang sifat spesifik teknolodi otonom.

Saat itu The Diplomat mengatakan skeptis tentang penggunaan teknologi AI pada rudal jelajah. Kini, surat kabar itu mengakui AI sangat diperlukan dalam pengembangan senjata angkatan laut zaman baru, khususnya rudal hipersonik.

“Setelah tes rudal hipersonik Cina baru-baru ini, sangat jelas bahwa misi tempar masa depan membutuhkan skala yang belum pernah terjadi sebelumnya,” kata The Diplomat.

Tahun 2020, Brooking Institution mengeluarkan ulasan yang menekankan investasi signifikan militer Cina dalam bidang robotika, swarming, aplikasi AI, dan pembelajaran mesin (ML). Laporan itu juga mencatat kamus resmi militer Cina memasukan definisi senjata AI pada awal 2011.

Namun, program AI militer Cina tetap rahasia yang membuat maturitas kemampuan Cina tidak dapat dinilai dengan keyakinan tinggi, setidaknya pada saat ini.

Exit mobile version