Pertemuan itu adalah bagian terbaru dari inisiatif berbagai LSM besar untuk melabeli Israel sebagai negara apartheid sampai Israel mundur ke garis pra-1967. Label seperti itu akan membuat Israel menjadi paria di dunia internasional.
JERNIH–Sebuah pembicaraan yang digelar Knesset (Parlemen Israel) tentang apartheid dengan cepat terdegradasi menjadi pesta caci maki dan cercaan. Pembicaraan dua jam itu pada intinya menuduh Israel melakukan kejahatan kemanusiaan yang keji, bengis dan terkutuk terhadap warga Palestina.
“Kalian adalah kelompok teroris,”teriak anggota Knesset (MK) Itamar Ben-Gvir (Religious Zionist Party) kepada penyelenggara pertemuan yang terdiri dari anggota Knesset Aida Touma-Sliman (Joint List Party) dari oposisi dan Mossi Raz (Partai Meretz) yang merupakan bagian dari koalisi.
“Kamu adalah fasis sialan,”teriak Ofer Cassif (Joint List).
“Kami tahu betul siapa teroris di sini,” teriak Touma-Sliman kepada Ben-Gvir. “Kamu jelas-jelas musuh,” balasnya, menuduhnya sebagai pendukung “apartheid Yahudi” dan pembunuhan orang-orang Yahudi.
Ben-Gvir tidak termasuk di antara peserta yang diundang ke acara ekstra-parlementer yang diadakan di Knesset, tetapi ia berhasil mengambil tempat di meja konferensi dan mulai berteriak kurang sekitar 14 menit dalam acara tersebut, berjudul “Setelah 54 tahun: dari Pendudukan ke Apartheid.”
Dia terus berteriak sepanjang berada di ruangan itu, menenggelamkan sejumlah pembicara.
Touma-Sliman meminta Satpam Knesset untuk mengusirnya dan ketika tidak ada tindakan yang diambil, dia mengancam akan mengusirnya sendiri.
“Ada orang di sini yang masih menolak untuk mendengarkan kebenaran,” kata Touma-Sliman. “Anda dengan jelas membuktikan bahwa ada atmosfer kekerasan Yahudi,” serunya.
Ben-Gvir marah pada gagasan bahwa orang-orang di ruangan itu berbicara tentang kekerasan IDF terhadap orang Palestina daripada menyoroti kekerasan Palestina terhadap orang Yahudi.
Anggota Knesset Abir Kara (Partai Yamina) juga dicoret dari konvensi setelah adu jotosnya dengan rekannya sendiri dari Partai Joint List. Anggota Knesset Ahmad Tibi (Joint List) menyuruh Anggota Knesset Amichai Chikli (Yamina) untuk “rendah hati” di depan anggota parlemen senior seperti dirinya.
Kemudian Chikli mencela Touma-Sliman dan agendanya; menuduhnya telah “berbohong.”
Pertemuan itu adalah bagian terbaru dari inisiatif berbagai LSM besar untuk melabeli Israel sebagai negara apartheid sampai Israel mundur ke garis pra-1967. Label seperti itu akan membuat Israel menjadi paria di dunia internasional.
Sebelum pertemuan berlangsung, anggota Yesh Atid, New Hope, Yamina, Yisrael Beytenu dan Blue and White menandatangani surat kepada Ketua Knesset Miki Levy yang memintanya untuk “mengakhiri keterlibatan Knesset dalam peristiwa-peristiwa yang bertindak melawan negara Israel, menodai nama baiknya, serta bekerja sama dengan organisasi antisemit seperti BDS.”
Dalam debat tersebut, Tibi menyarankan agar Israel menghapus Undang-undang “Law of Return” yang memberikan hak kepada orang Yahudi untuk segera berimigrasi ke Israel.
Dia menunjuk Baruch Goldstein, yang datang ke Israel di bawah undang-undang itu dan kemudian membantai 29 jamaah di Gua Para Leluhur pada tahun 1994, sebagai bukti bahwa undang-undang itu bermasalah.
Di antara pembicara yang paling membuatnya marah adalah aktivis BDS dan “Direktur Israel dan Palestina di Human Rights Watch” Omar Shakir, yang telah bergabung dengan konvensi via Zoom, sejak Israel menolak visa kerjanya untuk memasuki Israel, karena dianggap anti-Israel.
“Kebijakan pemerintah [Israel] secara metodologis mendukung satu kelompok, Yahudi Israel, dan secara sistematis menindas warga Palestina dengan berbagai tingkat intensitas,” katanya. “Sejarah akan menentukan Knesset dan setiap anggotanya pertama dan terutama dengan apa yang mereka lakukan dalam menghadapi kejahatan terhadap kemanusiaan ini,” kata dia.
Raz Defended juga ikut dalam pertemuan itu meski menimbulkan kontroversi. “Konvensi ini untuk menghormati orang-orang Yahudi yang bekerja untuk mengakhiri pendudukan, dan kita akan mendapatkan keadilan,” kata Raz.
Organisasi hak asasi manusia Israel juga mengambil kesempatan untuk mengecam kebijakan pemerintah. “Kita telah melakukan apartheid ini dan itu harus diakhiri,” kata Lior Amihai dari Yesh Din. “Di Tepi Barat, ada kekuatan militer yang bertindak mendukung Israel dan melawan Palestina dengan cara non-kemanusiaan.”
Dia juga menuduh para pemimpin partai sayap kanan, termasuk Perdana Menteri Naftali Bennett ingin membuat orang-orang Palestina tetap berada di bawah pendudukan permanen.
Ruangan yang ada terbatas dan tidak semua orang diundang masuk ke dalam ruangan. Beberapa wartawan, seperti Yoseph Haddad yang merupakan Israel-Arab, CEO LSM Saling Menjamin, tidak diizinkan masuk ke ruang diskusi.
Organisasi Haddad mencoba mengintegrasikan orang Arab-Israel ke dalam masyarakat Israel dengan mengembangkan hubungan antara negara dan kaum muda.
“Saya seorang Arab-Israel dengan pendapat yang berbeda dan mereka tidak ingin saya masuk,” katanya kepada The Jerusalem Post. “Mereka adalah orang-orang yang benar-benar [menampilkan] apartheid. Jika dia mengatakan bahwa Israel melakukan politik apartheid, bagaimana mungkin dia diizinkan [mengadakan pertemuan ini] di dinding demokrasi Israel?”
Haddad mengakui bahwa konflik Israel-Palestina merupakan isu terkini dan penting. Namun, dia mengatakan bahwa Touma-Sliman hanya berbicara tentang rasa prihatin terhadap orang-orang Arab di Gaza dan Tepi Barat, sambil mengabaikan orang-orang Arab-Israel yang memilihnya ke dalam Knesset.
Chikli mencela anggota Knesset lain, Meretz, karena melibatkan dirinya dalam konvensi dan juga menyerukan agar itu tidak terjadi. “Persamaan Israel sebagai negara apartheid seperti Afrika Selatan adalah operasi sabotase yang mencoba melemahkan keberadaan Israel,” tulisnya dalam sebuah pernyataan. “Pemikiran bahwa Knesset akan menjadi tuan rumah konvensi seperti ini di mana para operator BDS dapat hadir bukanlah hal yang keterlaluan.” [The Jerusalem Post]