“Saya ingin memberikan pesan pada semua, untuk menyadari bahwa gotong royong, yang sekarang namanya kolaborasi itu, adalah DNA kita bangsa Indonesia,”kata Anies. Dengan dibangunnya platform “Bawa Ide”, Anies berharap platform tersebut bisa menjadi wadah gotong royongnya generasi Z dan generasi millennials. “Ini gotong royongnya meraka yang membawa ide-ide.”
JERNIH–Sadar bahwa perubahan selalu dimulai dengan gagasan dan sikap mental, mantan Gubernur DKI Jakarta yang digadang-gadang bakal calon presiden, Anies Baswedan, Rabu (15/2) lalu meluncurkan platform “Bawa Ide”. Hadirnya platform tersebut ditandai dengan berkumpulnya 100 anak muda terpilih, hasil seleksi dari 4.894 pendaftar yang datang dari 166 kabupaten/kota ke-34 provinsi yang ada di Indonesia.Mereka berkumpul untuk bertukar dan saling mematangkan ide masing-masing di Hotel Grand Whiz, Jakarta Selatan.
Merujuk leaflet virtual yang dikeluarkan seiring acara tersebut, “Bawa Ide” diadakan sebagai sarana para anak muda Indonesia menyampaikan gagasan sesuai latar belakang dan asal daerah masing-masing. Ide-ide tersebut diharapkan bisa aktual menjadi karya nyata yang berguna demi perubahan bangsa menjadi lebih baik ke depan.
“Jadi, anak-anak muda kita ajak terlibat lewat ide dan gagasan mereka. Ini bukan kumpulan gagasan untuk dilaksanakan di semua tempat, tetapi gagasan yang bisa dilaksanakan di tempat masing-masing,”kata Anies, saat hadir dan menyapa langsung ke-100 anak muda yang terlihat antusias berinteraksi dengannya.
Sebelumnya, dalam tahap seleksi para anak muda itu menyampaikan ide mereka masing-masing melalui esei pendek 500 hingga 1.000 kata, atau video berdurasi 60 detik. Di antara ide-ide yang mengemuka tersebut, banyak ide menarik dari anak muda yang rata-rata datang mewakili generasi Z. Misalnya, Firnanda Fanalisa dari Sumsel yang menggagas kemitraan antara kelompok tani dengan pemerintah daerah, atau Muslihudin Sa’di dari Jambi yang menyoroti pentingnya pendampingan terhadap Suku Anak Dalam yang banyak mengalami konflik agraria. Ada pula Everest Worayaf Fonataba yang memiliki ide membangun pariwisata nelayan di Papua, Maria Regina Jaga dari NTT yang mencoba mengembangkan karakter siswa-siswi PAUD melalui permainan- permainan tradisional, serta Ade Dwi Cahyo Putra, seorang disabel yang mengembangkan gerakan tunanetra mengaji di Jawa Timur.
“Saya ingin memberikan pesan pada semua, untuk menyadari bahwa gotong royong, yang sekarang namanya kolaborasi itu, adalah DNA kita bangsa Indonesia,”kata Anies. Dengan dibangunnya platform “Bawa Ide”, Anies berharap platform tersebut bisa menjadi wadah gotong royongnya generasi Z dan generasi millennials. “Ini gotong royongnya meraka yang membawa ide-ide.”
Sementara itu, penanggung jawab acara, Widdi Aswindi, dalam pesan kepada pada peserta mengatakan, di antara banyak sunatullah dalam kehidupan, ada dua hukum besi yang sangat terasa dalam perjalanan kehidupan sehari-hari, yakni perubahan dan kerja sama. Dengan dibangunnya platform “Bawa Ide”, kata dia, Anies Baswedan dkk mencoba menautkan kedua sunatullah itu lebih dekat dan kian harmonis.
Kepada peserta Widdi juga mengingatkan mereka untuk tidak kuatir manakala mendapati diri sebagai anak muda peresah. “Ciri the selected few, kelompok terbatas yang tercerahkan, itu adalah mereka senantiasa resah. Kejumudan, ketidakadilan, apalagi penindasan, selalu membuat mereka gundah. Hasrat mereka membara untuk berbuat dan mengubah kondisi menjadi lebih baik, dan lebih baik lagi!”kata Widdi, seraya meminta mereka untuk justru bangga dengan keresahan kreatif tersebut.
Namun demikian, kata Widdi seraya mengutip kalimat yang menurutnya pernah dikatakan Anies, keresahan kreatif itu harus diwujudkan dalam kerja nyata. “Mas Anies pernah bilang,”Semua kebaikan, semua niat baik itu harus dikerjakan agar aktual dan nyata gunanya buat semua. Sebab yang akan dinilai, yang akan dipertanggungjawabkan, adalah kerja dan proses yang kita lakukan. Bukan harapan dan hanya cita-cita,”kata Widdi.
Sebagaimana diketahui, selama melaksanakan amanahnya sebagai gubernur DKI Jakarta, Anies memiliki pola kerja yang khas. Semua program kerja Pemprov DKI saat itu selalu bermula dari gagasan. Dari sana kemudian disusun menjadi narasi, hingga akhirnya menjadi karya nyata yang mentransformasi kota. [ INILAH.COM]