Jernih.co

Derita Muslimah India: Kini Identitas Muslim Selalu Saya Sembunyikan

Pada beberapa kesempatan, para pembantu rumah tangga pun menolak untuk bekerja di rumah saya. Bahkan ketika mereka datang ke rumah-rumah terdekat, memberi tahu saya bahwa mereka tidak ingin mencuci piring ‘seorang Muslim’

Oleh: Bismee Taskin

Orang India liberal yang terkasih, saya secara sadar mencoba untuk tidak terdengar atau terlihat seperti seorang Muslim di sekitar Anda karena Islamofobia Anda.

Pada hari kerusuhan Delhi pecah, saya naik taksi ke rumah sepulang kantor. Ketika saya duduk di mobil dan sistem IVR Ola menyambut saya dengan nama lengkap saya, saya tersentak, sementara pengemudi berbalik untuk melihat saya. Saya segera memotong nama saya pada aplikasi agregator taksi untuk memastikan identitas agama saya tidak pernah muncul seperti itu lagi karena saya tidak ingin masalah.

Saya juga telah berhenti menggunakan nama belakang saya yang ‘Islam’ di media sosial dan platform publik lainnya selama beberapa tahun terakhir. Semua untuk menghindari diidentifikasi secara instan.

Dalam contoh lain, saya hampir merasa tersedak ketika tidak sengaja mengucapkan “Ya Allah!” setelah bersin di sebuah restoran. Beberapa saat saya menghindari kontak mata dengan semua orang, termasuk para pelayan.

Perempuan-perempuan Muslim India melakukan protes berbulan-bulan di Shaheen Bagh, memprotes undang-undang kewarganegaraan yang penuh kebencian terhadap Muslim,

Ketakutan terpapar virus corona mungkin telah membuat banyak orang India berlatih menjaga jarak sosial akhir-akhir ini. Saya telah menjauhkan diri dari identitas saya sendiri–identitas Muslim saya.

Terlarang buat Muslim

Selama bertahun-tahun, saya telah mengembangkan cara untuk menutupi identitas agama saya, melakukan upaya ekstra– baik secara sadar maupun tidak, untuk tidak terdengar, terlihat atau bertindak sebagai Muslim. Tetapi enam tahun terakhir telah begitu berat karena Islamofobia yang merajalela dan agresif.

Pada rapat umum menentang kekerasan ‘jihad’ yang diselenggarakan para ekstremis Hindu yang dipimpin pemimpin Bharatiya Janata Party, Kapil Mishra, setelah kerusuhan Delhi bulan lalu, seorang pria paruh baya mengatakan kepada saya bahwa masalahnya terletak pada kata ‘sekuler’ dalam Pembukaan Konstitusi India. Unjuk rasa tersebut menampilkan provokator yang berbicara tentang ‘kebencian jihad’ terhadap Muslim India dan bagaimana itu harus dihentikan.

Sebagai seorang Muslim, saya telah mendengar kata-kata seperti ‘jihad’, ‘love jihad’ dan ‘kaafir’ di ruang publik yang dipenuhi dengan kebencian dan kefanatikan anti-Muslim. Ini menunjukkan bagaimana Islamofobia telah menelan India—sampai pada titik di mana segala bentuk ‘Muslim’ dilarang keras, mengakibatkan pengusiran paksa dan pengusiran identitas Muslim.

Islamophobia membuat saya menolak menjadi seorang Muslim

Ye to bolegi he (tentu saja dia akan berbicara seperti itu), Taskin sedang dalam tugas mempermalukan India,” tulis seorang teman sekelasku di Facebook dalam sebuah diskusi tentang kebijakan pemerintah Narendra Modi, yang aku kritik. Keberanian dia menyeret nama saya, memukul identitas agama saya di debat yang memperbincangkan kebijakan, membuat saya gugup. Dia memukul personal, ad hominem.  

Kebanyakan orang yang saya temui memberi tahu saya setelah mengetahui nama lengkap saya,”Oh, Anda tidak terlihat sebagai seorang Muslim.” Meskipun tidak hanya memuakkan untuk mendengar tetapi juga sangat meremehkan—setiap saat, kesadaran bahwa saya tidak mudah diidentifikasi sebagai seorang Muslim, terkadang membawa napas lega.

Aap muslamaan ho? Hum non-veg nahi allow karte (Anda seorang Muslim? Kami tidak mengizinkan makanan non-vegetarian),”seorang pemilik rumah pernah mengatakan kepada saya ‘secara tidak langsung’ sebelum broker mengungkapkan kepada saya bahwa ia tidak ingin menyewakan rumahnya untuk seorang Muslim. Pada Agustus 2019, ketika Pasal 370 diberlakukan, saya harus pindah ke rumah lain. Selama pencarian saya, banyak broker yang menolak, mengatakan, “Bu aapke liye abhi ghar milna mushkil hai (akan sulit untuk menemukan rumah untuk Anda sekarang).” Pada beberapa kesempatan, para pembantu rumah tangga pun menolak untuk bekerja di rumah saya. Bahkan ketika mereka datang ke rumah-rumah terdekat, memberi tahu saya bahwa mereka tidak ingin mencuci piring ‘seorang Muslim’.

Islamophobia berdampak pada kehidupan sehari-hari umat Islam, apakah Anda menyadarinya atau tidak. Misalnya, setelah insiden Zomato dengan petugas pengiriman seorang Muslim, saya menjadi sangat sadar untuk tidak memesan hidangan ‘beef‘ atau ‘buff’ dari perusahaan aplikasi pesan-antar makanan karena takut diidentifikasi dan dijadikan target. Saya khawatir bahwa seorang pengantar Hindu akan datang membawa makanan dan memberitahu apa yang ia antar itu kepada mayoritas orang Hindu di lingkungan saya.

Saya juga sekarang menghindari ruang-ruang Muslim, ditemani seorang Muslim secara ‘terbuka’, dan berusaha untuk tidak bergaul dengan teman-teman Muslim yang terlalu banyak dalam suatu kelompok. Saya memberikan perhatian khusus untuk tidak menggosok kepala saya ketika saya mendengar Azaan atau tidak mengatakan “Allah Hafiz” ketika saya bertemu seseorang yang lebih tua. Semua hanya untuk menyembunyikan identitas Muslim saya atau, jika pun diketahui, mencegah menjadi seorang yang ‘terlalu Muslim’.

Sedihnya, hanya ketakutan psikosis dan perjuangan terus-menerus untuk cocok di antara mayoritas, agar memiliki identitas agama saya tidak disebutkan, secara langsung atau tidak langsung. Semua telah memaksa saya untuk mengusir keberadaan diri sebagai seorang Muslim.

Bukan hanya kisahku

Dalam percakapan dengan beberapa teman selama kerusuhan Delhi, kami membahas apa yang akan terjadi jika preman ekstremis Hindu datang untuk menyerang Muslim di daerah kami, dan apa yang akan saya katakan kepada mereka jika mereka menerobos pintu, bertanya nama saya.

Pemeriksaan identitas itu membuat saya mati rasa karena saya tahu nasib buruk umat Islam India, terutama dengan undang-undang fanatik seperti Undang-Undang Amendemen Kewarganegaraan dan usulan Registrasi Pelatihan Warga. Terutama dengan kebencian anti-Muslim yang tak berkesudahan, yang terus dipropagandakan penguasa BJP. Perdana Menteri Modi sendiri menyampaikan komentar seperti,”Mereka yang terlibat dalam pembakaran dapat diidentifikasi dengan pakaian mereka.”  Menteri Dalam Negeri Amit Shah bahkan memanggil Muslim dari negara-negara tetangga sebagai “rayap”.

Teman-teman liberal saya berpendapat bahwa tidak ada sesuatu yang begitu disadari atau ditakuti. Mereka tidak melihat, atau mungkin memilih untuk tidak melihat, bahwa hanya Muslim yang benar-benar dapat memahami kepedihan menjadi seorang Muslim di India saat ini.

Kaum liberal harus tahu bahwa betapa pun mereka berusaha menjual ide masyarakat majemuk, faktanya tetap saja bahwa Muslim India akan selalu harus menyembunyikan kemusliman mereka dan menjadi minoritas yang hidup dengan belas kasihan mayoritas.

Muslim dan Hindu tidak sama di India, dan tidak akan pernah sama. Itu hanya ide yang menarik dalam diskusi dan debat untuk kaum liberal mayoritas Hindu, yang dengan mudah mengabaikan peningkatan kesenjangan komunal. [ theprint.in]

Exit mobile version