- Trumpisme adalah doktrin semu campuran kebodohan, nasionalisme ekonomi, rasisme, dan godaan otoritarianisme.
- Kemunculan Trump membuktikan pemimpin yang ‘katanya’ merakyat, alis populis, membahayakan demokrasi.
- Joe Biden akan dihantui Trumpisme, dan langkah kebijakannya akan selalu dihalangi orang-orang Donald Trump.
Jakarta — Dua hari sebelum Joe Biden meraih 270 electoral vote dan mendeklarasikan kemenangan, seorang kawan mengirim pesan singkat di WA. Isi pesan, Donald Trump boleh kalah, tapi pendukungnya akan terus ‘mengkritisi’ kebijakan pemerintah Joe Biden.
Beberapa jam setelah Biden berbicara di depan publik AS, South China Morning Post (SCMP) menurunkan artikel Trump may have lost, but Trumpism has only just begun. Artikel berisi pendapat banyak pengamat dan pakar politik AS dan internasional, yang semuanya meramalkan akan kehadiran Trumpisme usai pemilu presiden AS.
Trumpisme, menurut SCMP, adalah doktrin semu terdiri dari campuran kebodohan, nasionalisme ekonomi, rasisme, godaan otoritarianisme, memiliki banyak pengagum.
Jumlah pengagumnya, mengacu peroleh suara pada pemilu presiden AS yang baru saja berkahir, lebih 70 juta, atau 48 persen dari seluruh suara resmi. Beberapa pakar memperkirakan jumlahnya lebih dari itu, karena banyak yang tak memberikan suara di TPS karena pandemi Covid-19.
Edward Luce, komentator politik Financial Times, bahan pembentuk Trumpisme tidak akan lenyap dalam waktu dekat. Bahan itu adalah keberpihakan hiper domestik, keputusasaan kerah biru, ancaman Cina, dan ketidakamanan kelas menengah.
Biden mengisyaratkan sangat menyadari rintangan itu. Di Twitter-nya, beberapa menit setelah kemenangannya, Biden mengatakan; “Saya akan menjadi presiden untuk semua warga AS, apakah Anda memilih saya atau tidak.”
Dalam pidato yang disiarkan televisi, sebelum hasil diumumkan, Biden mendesak warga mengakhiri ‘kemarahan’ dan ‘demonisasi’.
“Waktunya kita bersatu sebagai bangsa dan mengobati luka,” kata Biden di Wilmington, Delaware,kota asalnya. Kemala Harris, pasangannya, berada di sampingnya.
Ian Bremmer, ilmuwan politik dan pendiri Grup Eurasia, mengatakan Biden akan menghadapi tekanan besar, dengan kemungkinan dihalangi di setiap langkah kebijakannya.
“Kami sedang melihat negara industri yang paling terpecah belah,” kata Bremmer.
Trumpisme akan terlihat dalam tindakan masyarakat AS, media sosial, dan terwujud dalam tindakan kaukus Kongres dan senat Partai Republik.
Danel Sneider, pakar kebijakan luar negeri AS di Asia Universitas Stanford, mengataka; “Kekuatan Trumpisme akan dirasakan di tubuh Partai Republik, dalam bentuk keengganan menentang perintah Trump.
Jadi, Trump bukan tidak mungkin akan mengendalikan orang-orang Partai Republik di kongres dan senat. Terlebih, Trump akan menggunakan basis inti Partai Republik untuk menjalankan kontrolnya.
Di luar AS, banyak pakar politik merasakan kelahiran Trumpisme dari pemilu presiden AS. Thitinan Pongsudhirak, ilmuwan politik Universitas Chulalongkorn Thailand, jika Biden sungguh-sungguh ingin menyembuhkan dia harus mempertahankan beberapa inisiatif dan program Trump.
Dampak Trumpisme di Asia
Pengaruh Trump yang dipastikan terus berlanjut, setidaknya setelah 20 Januari tahun depan, adalah di bidang kebijakan perdagangan.
Ekonom Jepang dan Singapura — dan pendukung perdagangan bebas AS — berharap Biden membawa AS kembali ke meja perundingan untuk menghidupkan kembali pakta perdagangan Kemitraan Trans-Pasifik (TPP). Trump meninggalkan perundingan, beberapa pekan setelah dia ngantor di Gedung Putih.
Frank Lebin, dubes AS untuk Singapura 2001-2005, menagtakan tanda tanya besar atas kebijakan Biden adalah pendiriannya pada TPP. Biden pasti tahu TPP adalah gagasan bos lamanya, yaitu Barrack Obama.
Deborah Elms, direktur eksekutif Asian Trade Center, memberi tiga alasan mengapa orang-orang Trump akan menahan Biden untuk tidak mempertimbangkan keterlibatan dalam pakta multilateral.
Sejak awal, Elms melanjutkan, Biden menghadapi masalah mendapatkan pejabat perdagangan yang dikonfirmasi oleh sena. Mitch McConnel, sekutu Trump, akan mengendalikan senat.
Jika Biden ingin memiliki kesepakatan perdagangan multilateral dalam agendanya, dia harus memberi tahu Kongres pada kuartal kedua 2021.
Senat yang dipimpin McConnel tidak akan menyetujui ini untuk Biden. Pemerintahan Biden mungkin memiliki sedikit ruang untuk bermain di legislatif, namun ada dua paket utama yang akan membuat pemerintah AS semakin sulit menyelesaikan apa pun.
“Ruang Biden untuk bermanuver akan selalu dibatasi,” kata pakar perdagangan veteran itu.
Trumpisme dan Cina
Warisan Trump yang akan selalu membayangi Biden adalah kebijakan luar negeri, terutama ketika menyangkut Cina.
Cina adalah poin pembicaraan utama dalam debat presiden pra pemilihan. Trump saat itu menuduh Biden akan mengurangi tekanan pada Beijing pada perdagangan dan keamanan.
Beberapa hari sebelum pemungutan suara 3 November, penasehat Biden mengatakan kepada Reuters bahwa pada perang dagang yang diprakarsai Trump, Demokrat tidak akan menguncuri posisi prematur sebelum melihat dengan tepat apa yang diwarisi kepada kita.
Michael Vitikiotis, direktur regional Asia untuk Pusat Dialog Kemanusiaan, mengatakan; “Yang akan berubah adalah pendekatan Washington, yang akan lebih diplomatis dan tidak terduga.”
Pemikiran konvensionalnya adalah Biden akan mempertahankan ketegasan Trump terhadap Beijing, tapi menghindari pendekatan tukang sulap.
Murray Hiebert, kepala penelitian BowerGroupAsia, mengatakan Biden kemungkinan akan berpegang pada sikap berotot Trump dengan beijing, mengingat konsensus bipartisan bahwa Cina mengambil keuntungan dari AS dengan mencuri kekayaan intelektual dan memaksa transfer teknologi.
Namun Sneider mengingatkan kaukus Partai Republik yang didukung Trump kemungkinan akan menyeang bukti apa pun yang mereka lihat, atau dibuat, tentang Biden yang bersikap lunak terhadap Cina. Akibatnya, Biden akan selalu berhati-hati mengubah arah politik luar negerinya.
“Akan ada pengaturan ulang dengan Beijing, meski tanpa mengubah kebijakan seperti penanganan Huawei,” kata Sneider.
Jika Cina memutuskan menantang Biden atas Taiwan, Laut Cina Selatan, dan wilayah lain, Biden akan menanggapi dengan keras.
Lee Morgenbesser, sarjana hubungan internasional di Universitas Griffith Australia, mengatakan secara umum — bahkan dengan senat Partai Republik — kebijakan Biden di Asia cenderung koheren dan konsisten.
Sneider memperkirakan kebijakan Biden di Asia tdaik akan terhalang penampilan Trump, dengan prioritas utama adalah pembangunan kembali dan kebangkitan aliansi AS yang rusak selama era Trump.
Biden akan dengan cepat menyelesaikan perundingan dengan Korea selatan dan Jepang atas pembagian biaya pertahanan.
Bahaya Demokrasi
Di dalam negeri Trumpisme telah melakukan kerusakan para, dan akan melakukan kerusakan lagi. Trump adalah kandidat populis dengan daya tarik. Sosok seperti Trump harus diantisipasi tidak boleh muncul lagi dari Partai Republik.
Para analis menolak gagasan bahwa kekalahan Trump adalah pertanda pemimpin populis yang membahayakan demokrasi juga bernasib sama.
Ruth Wodak, profesor di Universitas Lancaster dan Wina, mengatakan kekalahan Trump dengan selisih yang besar akan menunjukan betapa model korupsi dan perusakan demokrasi liberal akan bekerja untuk waktu lama.