JAKARTA – Kerajaan Turki Usmani mulai menampakan kemunduran pasca wafatnya Sultan Sulaimen al-Qanuni pada 1566 M. Setelah Sultan Sulaiman wafat, Sultan Salim II naik takhta. Dimasa pemerintahan Sultan Salim II (1566-1575 M) kesultanan Turki Usmani terlibat pertempuran dengan armada laut Kristen yang terdiri dari angkatan laut Spanyol, angkatan laut Bundukia, angkatan laut Sri Paus dan kapal-kapal para pendeta Malta yang dipimpin oleh Don Yuan dari Spanyol. Armada laut Usmani mengalami kekalahan pada pertempuran itu dan mengakibatkan Tunisia dikuasai musuh.
Namun tahun 1575 M, Tunisia dapat direbut kembali oleh Sultan Murad III (1575-1595 M). Dibawah kekuasaan Sultan Murad III , Kesultanan Usmani berhasil menguasai Tiflis di Laut Hitam pada 1577 M dan merampas Tibriz, ibukota Safawi. Tidak berhenti disitu, armada Usmani juga menundukan Georgia dan mencampuri urusan dalam negeri Polandia. Tahun 1593, armada Usmani menundukan gubernur Bosnia dan menguasai kotanya.
Sultan Murad III dikenal juga sebagai sultan yang berperangai jelek. Akibat moralnya yang buruk menyulut kekacauan di dalam negeri. Saat ia berkuasa, roda pemerintahan dijalankan oleh wazirnya yang cerdas, Mehmed Sokollu. Walaupun berperangai kurang baik, beberapa kebijakannya, seperti memberikan 110.000 uang mas lira kepada pensiunan tentara dan pelarangan minuman keras mampu mencegah gejolak di dalam negeri.
Namun dampak buruknya terjadi saat putranya yang bernama Sultan Muhammad III atau Mehmed III naik takhta. Sultan ini membunuh 19 orang saudara lelakinya dan menenggelamkan 10 orang janda-janda ayahnya untuk mengamankan kedudukannya sebagai sultan. Di saat itulah Austria menghajar Kesultanan Usmani.
Pemerintahan Usmani terlihat semakin payah dimata bangsa-bangsa Eropa. Sultan Ahmad I (1603-1617) yang naik takhta mengganti Muhammad III, berusaha sekuat tenaga mengendalikan situasi dalam negeri, namun tidak berhasil. Tahun 1617, saudara Sultan Ahmad I, yaitu Mustafa I menggantikan Sultan Ahmad I. Ketika saudaranya berkuasa, Mustafa I dikurung dalam penjara selama 14 tahun karena dikabarkan mengidap sakit saraf. Ia baru bebas dan mendapat takhtanya setelah Sultan Ahmad I wafat.
Tahun 1618, Mustafa I dijatuhkan oleh keponakannya yaitu Usman II. Sultan Usman II berkuasa saat berusia 14 tahun. Berkat didikan ibunya, Usman II tampil sebagai sultan yang cerdas, progresif dan menguasai banyak bahasa. Kiprah yang dilakukannya adalah menandatangani perjanjian damai dengan Safawi yang saat itu diperintah oleh Safi Mirza. Usman II juga memimpin serangan menaklukan Polandia namun dalam pertempuran Chotin, pasukannya gagal dan dipaksa menandatangani perjanjian damai.
Sultan Usman II yang masih muda akhirnya tumbang setelah niatnya gagal untuk menghapus pasukan Jenissari yang dianggapnya berbahaya, diganti dengan pasukan etnis Turki yang lebih loyal padanya. Pasukan Jenissari adalah pasukan infantri yang terbentuk dari para mujahid dan orang-orang Romawi yang masuk Islam. Pasukan ini berperan penting baik dalam pertempuran maupun dalam kondisi damai, juga menjadi pengawal para sultan Turki Usmani.
Pasukan Jenissari memberontak dan menangkap Sultan Usman II. Penguasa ini akhirnya terbunuh di penjara pada 20 Mei 1622. Kematian Usman II membuat Mustafa I kembali naik takhta namun ia hanya memerintah satu tahun dari 1622 sampai 1623 karena fatwa Syaikh al-Islam yang menyuruhnya turun takhta untuk digantikan oleh Sultan Murad IV, anak Sultan Ahmed I.
Sultan Murad IV (1623-1640 M) segera memperbaiki kondisi dalam negeri dengan mentertibkan pemerintahannya dan menguasai kembali Pasukan Jenissari yang pernah menumbangkan Usman II. Korupsi diberantas. Alkohol, kopi dan tembakau dilarang dikonsumsi, hukuman mati adalah ganjaran bagi yang membangkang perintahnya.
Untuk mengamankan kedudukannya, Sultan Murad IV tak segan-segan menyingkirkan saudara-saudaranya. Tahun 1635, Beyazid dibunuh atas perintahnya, setahun berikutnya dua saudaranya yang lain juga dibunuh oleh tangan besinya. Di masa pemerintahannya, Turki Usmani berhasil menaklukan Azebaijan, Tabriz dan Baghdad serta memadamkan semua pemberontakan di Anatolia.
Namun situasi yang mulai membaik itu kembali goyah saat Sultan Ibrahim naik takhta tahun 1640 menggantikan Murad IV yang wafat di tahun itu karena hepatitis. Ibrahim termasuk sultan yang lemah. Masa pemerintahannya hanya berlangsung 8 tahun. Pada masa kekuasaanya,orang-orang Venetia berhasil mengusir Turki Usmani dari Cyprus dan Creta tahun 1645.
Sultan Ibrahim dijuluki Deli Ibrahim yang bermakna Ibrahim yang gila karena memiliki mental labil. Ia sering memberi makan ikan di kolam dengan uang koin. Selain itu seleranya terhadap wanita gemuk membuatnya ingin memiliki wanita paling gemuk. Sultan Ibrahim digulingkan tahun 1648 oleh Muhamad Koprulu, seorang mufti agung atau shadr al a’zham karena diduga menenggelamkan 280 orang harem.
Sultan Mehmed IV, yaitu anaknya Ibrahim I kemudian naik takhta tahun 1648-1687. Pada masa pemerintahannya satu persatu wilayah Turki Usmani lepas dari kekuasaanya, direbut oleh negara Eropa yang mulai bangkit. Mehmed IV diturunkan tahun 1687 setelah kekalahan Usmaniyah di pertempuran Mohacs ke dua. Mehmed IV meninggal pada 6 Januari 1693 di Edirne.
Sultan-sultan Turki Usmani berikutnya tidak mampu mempertahankan wilayahnya yalng luas. Tahun 1699 terjadi perjanjian Karlowith yang menyebabkan Sultan Mustafa II (1695-1703) menyerahkan seluruh Hongaria, sebagian Slovenia dan Kroasia kepada Hapsburg, wangsa terkuat Austria. Wilayah Hemenietz, Padolia, Ukraina, Morea, sebagian Darmatia juga diserahkan kepada orang-orang Venetia.
Ketika Sultan Abdul al Hamid naik takhta (1774-1789), wilayah kekuasaanya yang diwarisinya semakin kecil. Ia juga harus membagi wilayahnya kepada Catherine II dari Rusia melalui Perjanjian Kinarja. Perjanjian tersebut menyebabkan Kerajaan Usmani harus menyerahkan benteng-benteng di Laut Hitam kepada Rusia dan Sultan juga harus mengakui kemerdekaan Kirman (Crimea).
Satu persatu negri-negeri di Eropa mulai memerdekakan diri dari Kesultanan Usmani. Di Timur Tengah pun terjadi pemberontakan. Di Mesir, bangsa Mamalik bangkit berkuasa dibawah Ali Bey tahun 1770. Di Libanon dan Syria, gerakan perlawanan terhadap kesultanan Usmani dipicu oleh pemimpin Druze, yaitu Fakhr al-Din yang berhasil menguasai Palestina , Ba’albak dan mengancam Damascus pada 1610 Masehi.
Baca juga : Hari ini di 1924, De Afschaffing van het Khalifaat
Di Persia, Kesultanan Usmani direpotkan oleh perlawanan kerajaan Safawi. Di Arabia, muncul kekuatan baru yaitu aliansi Muhammad ibn Abd al-Wahhab (pelopor Wahhabiyah) bekerja sama dengan Ibn Sa’ud, penguasa lokal di Arab. Di awal abad 18 M, gerakan Aliansi tersebut berhasil menguasai beberapa daerah di jazirah Arab.
Gerakan perlawanan dan upaya berbagai negara untuk membebaskan diri dari kekuasaan Turki Usmani berlangsung semakin keras. Tidak saja dilakukan di wilayah-wilayah yang dominan menganut Islam, namun berlangsung pula di daerah-daerah yang tidak menganut Islam.
Salah satu pemicu runtuhnya kekuasaan Turki Usmani adalah karena wilayah yang sangat luas, sehingga memerlukan pengelolaan yang rumit dan kompleks. Hal itu tidak diimbangi dengan sistem administrasi yang tepat dan diperparah dengan konflik internal di kalangan penguasa kesultanan. Lemahnya karakter para sultanTurki Usmani juga menjadi faktor runtuhnya sistem kesultanan.
Ketika terjadi pembaharuan politik yang semakin keras di awal abad 20, Akhirnya kesultanan Turki Usmani yang pernah mencapai puncak keemasan di masa Sultan Sulaiman al Qanuni, dua abad silam, akhirnya runtuh dimasa kekuasaan Sultan Mehmed VI (1918-1922). Sultan Turki Usmani terakhir itu wafat di pengasingan tahun 1926. Dua tahun sebelum wafat, kekuasaanya juga tamat. Kesultanan Turki Usmani diganti dengan berdirinya Republik Turki pada tanggal 3 Maret 1924.