- Lebih setengah abad kita tak mengenal kiprah Belanda-Depok di panggung nasional.
- Miliano Jonathans diharapkan memperkenalkan komunitasnya lewat sepak bola.
JERNIH — Jika tak ada aral, tim nasional sepak bola Indonesia akan kedatangan seorang pemuda Belanda-Depok yang bermain di Vitesse Arnham, klub di Eredivisie Belanda. Namanya Miliano Jonathans, dan berasal dari garis keturunan presiden Belanda Depok pertama dan terakhir.
Jonathans adalah satu dari 12 klan Belanda-Depok. Sebelas lainnya adalah; Laurens, Tholense, Soedira, Joseph, Jacob, Leander, Bacas, Loen, Isakh, Samuel, dan Zadoch. Khusus yang terakhir, yaitu Zadoch, musnah akibat tak punya anak laki-laki pewaris marga.
Klan Jonathans, dimulai dengan MF Gerit Jonathans, yang kali pertama memimpin masyarakat Belanda-Depok. Presiden terakhir Belanda-Depok juga dari klan Jonathans, yaitu Johannes Matheis Jonathans.
Presiden terakhir Belanda-Depok ini memiliki anak, yang sampai usia 90-an, menjadi saksi terakhir jatuh-bangun komunitasnya, yaitu Cornelis Yoseph Jonathans atau Opa Yuti.
Belanda-Depok adalah sebutan warga lokal untuk pribumi yang di-Belanda-kan oleh Cornelis Chastelein — pemilik tanah partikelir yang membentahg sekian luas mulai dari Bojong Gede di Bogor sampai Mampang.
Orang Belanda-Depok sama sekali bukan Belanda. Nggak ada darah Belanda sebab mereka bukan hasil perkawinan pribumi dan kulit putih Belanda. Nenek moyang mereka adalah 150 budak asal Bali, Borneo (Kalimantan), Makassar, Maluku, Ternate, Kei, Pulau Rote, dan Batavia.
Mereka di-Kristen-kan, dididik dengan budaya Belanda; mulai dari pakaian dan segalanya. Sesuai tradisi Belanda, mereka dikelompokan ke dalam 12 marga seperti tertera di atas.
Sebelum Cornelis Chastelein meninggal pada 28 Juni 1714, sebuah masyarakat pribumi dengan budaya Belanda muncul dan sedemikian mapan. Namun, mereka masih tetap bekerja sebagai penggarap lahan tanah partikelir Cornelis Chastelein.
Empat bulan sebelum meninggal, Chastelein menulis surat wasit. Isi surat wasiat itu; Maka hoetan jang laen jang disabelah timoer soengei Karoekoet sampai pada soengei besar, anakkoe Anthony Chasteleyn tijada boleh ganggoe sebab hoetan itoe misti tinggal akan goenanya boedak-boedak itoe mardaheka, dan djoega mareka itoe dan toeroen-temoeroennja ….
Sebagai pemilik tanah partikelir, Chastlein memiliki dua hak istimewa, yaitu hak dipertuan — makanya disebut tuan tanah — dan hak memerintah. Hak dipertuan memungkinkan pemilik tanah menarik pajak. Hak memerintah membuat pemilik mengganti kepala kampung dan membuat aturan.
Idealnya, setelah Chastelein meninggal, 150 budak == yang terbagi ke dalam 12 marga — berhak menjadi tuan di atas tanah Depok dan mendirikan pemerintahan sendiri. Nyatanya tidak, VOC menangguhkan pengalihan tanah partikelir Depok kepada para budak sampai lebih saratus tahun.
Tahun 1880-an Belanda-Depok memperjuangkan haknya menjadi tuan di atas tanah Depok. Tahun 1886 disusun Reglement van Het Land Depok. Pada 1871, advocaat Batavia MH Klein menulis konsep reglement pembentukan organisasi dan pemerintahan desa serta pengaturan untuk Depok, yang bercorak republik. Saat itulah Gemeente Bestuur Depok terbentuk.
Jauh sebelum orang Indonesia mengenal pemilihan presiden, orang Belanda-Depok telah melakukannya tahun 1871. Gerit Jonathans terpilih sebagai Gelijkgestelden, atau presiden, pertama Depok. MF Jonathans duduk sebagak sekretaris.
Jangan bayangkan ada kabinet. Sebab, pemerintah Depok hanya mengenal presiden, sekretaris, bendahara, dan dua orang gecomiteerden. Tidak diketahui apakah pemerintah Depok juga mengurus peduduk Depok Asal, atau penduduk Depok non-budak atau penduduk asli.
Data 2008 memperlihatkan total Belanda-Depok yang tinggal di tanah leluhur mereka berjumlah 1.650 jiwa. Marga Loen yang terbesar dengan 379 orang, Leander 328, Soedra 218, Bacas 198, Jonathans 190, Laurens 108, Isach 85, Samuel 80, Toelens 31, dan Jacob 12. Namun data ini hanya memuat mereka yang berusia 17 tahun ke atas.
Selama lebih setengah abad kita tak mendengar kiprah Belanda-Depok di bidang apa pun di tingkat nasional. Miliano Jonathans mungkin bisa mengawalinya dengan menjadi bagian penting tim nasional Indonesia yang berupaya menuju Piala Dunia.
Ia memiliki kapasitas untuk memperkokoh timnas Indonesia. Ini terlihat dari tulisan di situs gelderlander.nl, yang menguas talenta Miliano Jonathans dan upaya Vitesse Arnhem mempertahankannya.
Belanda-Depok adalah pusaka hidup, bagian integral perjalanan bangsa Indonesia. Mereka bukan Belanda, dan tak pernah menjadi Belanda dalam arti fisik. Ini terlihat dari unggahan Miliano Jonathans, yang menyebut diri asli anak Jl Pemuda, Depok.
Mari kita berharap Miliano Jonathans sang pusaka hidup menjadi bagian sepak bola Indonesia yang mengukir sejarah.