Ketika Peltier diadili secara terpisah pada tahun 1977, tidak ada saksi yang dihadirkan dapat mengidentifikasi dirinya sebagai penembak. Parahnya, tanpa diketahui pengacara Peltier, pemerintah federal telah menyembunyikan laporan balistik yang menunjukkan bahwa peluru mematikan tersebut tidak berasal dari senjatanya. Hal tersebut terdapat dalam dokumen pengadilan yang diajukan Peltier di tingkat banding.
JERNIH–Komisi Pembebasan Bersyarat AS telah menolak permintaan Leonard Peltier, aktivis hak-hal penduduk asli Amerika yang telah dipenjara selama hampir 50 tahun. Hal itu dipastikan pengacara Peltier Selasa waktu setempat, atau Rabu (3/6) WIB. Peltier selama ini terus menolak mengakui telah bersalah dalam perkara pembunuhan dua agen FBI hampir 50 tahun lalu.
Peltier (saat ini 79 tahun), mengajukan permohonan pembebasan bersyarat berdasarkan beberapa faktor, yakni usianya yang uzur, catatan berkelakuan baik selama dalam penjara, serta terutama penurunan kesehatannya akibat diabetes, hipertensi, kebutaan sebagian karena stroke, serta serangan COVID-19.
Menjelang sidang Peltier pada 10 Juni lalu, pengacaranya, Kevin Sharp, mengakui bahwa permintaan tersebut “mungkin merupakan kesempatan terakhir” untuk mengajukan kasus pembebasan bersyarat sejak sidang terakhir Peltier 15 tahun lalu. Sharp kemarin mengatakan, sidang sementara mengenai status pembebasan bersyarat Peltier telah ditetapkan pada tahun 2026 dengan sidang penuh dijadwalkan pada bulan Juni 2039. Saat itu Peltier akan berusia 94 tahun.
Dia menambahkan bahwa komisi tersebut merekomendasikan Biro Penjara federal untuk meninjau catatan medis Peltier dan menilai apakah ia harus dipindahkan ke fasilitas medis yang lebih memadai, yang ada di lembaga tersebut.
Sharp berencana mengajukan banding atas keputusan komisi tersebut. “Pengumuman hari ini melanjutkan ketidakadilan atas cobaan panjang yang dialami Leonard Peltier,” kata Sharp. “Keputusan ini merupakan peluang yang terlewatkan bagi Amerika Serikat untuk akhirnya mengakui kesalahan FBI dan mengirimkan pesan kepada komunitas Indian mengenai dampak tindakan dan kebijakan pemerintah federal pada tahun 1970-an.”
Peltier mendapat banyak dukungan, baik dari kelompok hak asasi manusia terkemuka, pemimpin agama, juga para anggota parlemen di Kongres selama beberapa dekade. Namun permintaannya untuk pembebasan bersyarat dan grasi presiden terlihat masih sulit diberikan, karena gigihnya penolakan dari instansi penegak hukum AS.
Peltier menjalani dua hukuman seumur hidup berturut-turut di penjara federal di Florida. Ia dituduh bersalah atas penembakan fatal terhadap agen FBI Jack Coler dan Ron Williams. Dia memenuhi syarat untuk mendapatkan pembebasan bersyarat karena dia dinyatakan bersalah atas kejahatannya sebelum November 1987, ketika aturan hukum baru berlaku di AS.
Direktur FBI, Christopher Wray, memuji keputusan Komisi Pembebasan Bersyarat. Pada sebuah pernyataan, Selasa lalu, Wray mengatakan bahwa Peltier telah diberikan hak-haknya, dan proses hukumnya pun berkali-kali diulang. “Dan berulang kali, bukti-bukti yang kuat mendukung keyakinan akan hukuman seumur hidup (itu).”
Natalie Bara, presiden Asosiasi Agen FBI, juga memuji keputusan Komisi Pembebasan Bersyarat. “Aktivis yang bersimpati kepada Peltier berusaha menyesatkan Komisi dan masyarakat untuk menjamin pembebasan pembunuh Agen Khusus FBI Jack Coler dan Ronald Williams yang tidak menyesal ini,” kata Bara dalam sebuah pernyataan. Ia menambahkan, asosiasi tersebut akan terus melawan upaya-upaya seperti itu. “Kami mendukung seluruh keluarga FBI dalam tekad kami untuk memastikan Peltier menjalani hukuman penuhnya.”
Namun sudah lama ada sorotan publik seputar bagaimana kasus Peltier diselidiki dan persidangannya dilakukan. Pada 26 Juni 1975, Coler dan Williams berada di Reservasi Indian Pine Ridge di South Dakota untuk menangkap seorang pria dengan surat perintah federal, sehubungan dengan pencurian sepatu bot koboi, sebagaimana ditulis dalam file investigasi FBI.
Saat berada di sana, para agen menyampaikan melalui radio bahwa mereka mendapat serangan dalam baku tembak yang berlangsung 10 menit, kata FBI. Kedua pria tersebut ditembak mati dari jarak dekat. Menurut para pejabat FBI, Peltier–anggota Turtle Mountain Band of Chippewa Indians yang kemudian menjadi aktivis Gerakan Indian Amerika, sebuah kelompok hak asasi masyarakat adat-– diidentifikasi sebagai satu-satunya orang dalam reservasi yang memiliki jenis senjata itu.
Namun puluhan orang ikut serta dalam baku tembak tersebut. Di persidangan, dua terdakwa lainnya dibebaskan setelah mereka mengaku membela diri. Ketika Peltier diadili secara terpisah pada tahun 1977, tidak ada saksi yang dihadirkan yang dapat mengidentifikasi dia sebagai penembak. Parahnya, tanpa diketahui pengacara Peltier, pemerintah federal telah menyembunyikan laporan balistik yang menunjukkan bahwa peluru mematikan tersebut tidak berasal dari senjatanya. Hal tersebut terdapat dalam dokumen pengadilan yang diajukan Peltier di tingkat banding.
Namun FBI menyatakan bahwa hukuman yang dijatuhkan kepadanya “diperoleh secara benar dan adil” dan “telah lolos dari banyak banding ke berbagai pengadilan, termasuk Mahkamah Agung AS.”
Kelompok hak asasi penduduk asli Amerika dan para pemimpin suku mengatakan hukuman yang dijatuhkan kepada Peltier merupakan simbol dari perjuangan antara penduduk asli Amerika dan pemerintah federal. Kejadian di Pine Ridge telah lama membuat marah para aktivis penduduk asli Amerika yang mengatakan pembunuhan seorang penduduk asli Amerika di baku tembak dengan agen federal itu tidak pernah diselidiki secara formal.
Nick Tilsen, presiden dan CEO NDN Collective, sebuah organisasi advokasi masyarakat adat, mengatakan penolakan pembebasan bersyarat terbaru Peltier mewakili “hari yang menyedihkan bagi Masyarakat Adat dan para pendamba keadilan di mana pun.”
“Meskipun kami sedih dengan keputusan Komisi Pembebasan Bersyarat,” katanya dalam sebuah pernyataan, “perjuangan kami untuk memastikan bahwa Leonard akan menerima keadilan dan kebebasan akan terus berlanjut dengan dedikasi yang terus diperbarui.” [NBCNews.com]