Site icon Jernih.co

Perang Ascalon dan Perang Harim, Pertempuran Perang Salib yang Terjadi 12 Agustus

Pada pertempuran Ascalon, Tentara Salib yang dipimpin Godfrey dari Bouillon—tokoh yang kemudian hari dibunuh Salahuddin karena mengkhianati pakta perdamaian–mengalahkan tentara Fatimiyah dan mempertahankan Yerusalem yang mereka rebut.

JERNIH–Hari ini hampir satu millennium (1000 tahun) lalu, dua pertempuran dalam rangkaian Perang Salib, yakni pertempuran Ascalon (1099) dan pertempuran Harim (Harenc) pada 1164, terjadi. Masing-masing pihak menang di salah satu pertempuran tersebut.

Pada pertempuran Ascalon, yang terjadi tak lama setelah penaklukan Yerusalem, dan sering dianggap sebagai aksi terakhir dari Perang Salib Pertama, Tentara Salib yang dipimpin Godfrey dari Bouillon—tokoh yang kemudian hari dibunuh Salahuddin karena mengkhianati pakta perdamaian–mengalahkan tentara Fatimiyah dan mempertahankan Yerusalem yang mereka rebut.

Tentara Salib merebut Yerusalem pada 15 Juli 1099. Pada awal Agustus, mereka menengarai kedatangan pasukan Fatimiyah berkekuatan 20.000 di bawah Wazir al-Afdal Shahanshah. Di bawah komando Godfrey, Tentara Salib berkekuatan 10.200 orang balik menyerang, meninggalkan Yerusalem pada 10 Agustus, menyongsong kedatangan pasukan Muslim yang mendekat. Tentara Salib berbaris tanpa alas kaki, membawa relik Salib Sejati (True Cross), ditemani Patriark Arnulf dari Chocques.

Pada fajar 12 Agustus, Tentara Salib melancarkan serangan mendadak terhadap tentara Fatimiyah yang masih tidur di kampnya. Tentara Salib dengan cepat mengalahkan infantri Fatimiyah yang masih teler atau bahkan pulas, sementara kavaleri Fatimiyah nyaris tidak bertempur sama sekali. Pertempuran itu berakhir dalam waktu kurang dari satu jam.

Beberapa tentara Fatimiyah melarikan diri dan dibunuh dengan serangan panah dan tombak Tentara Salib, sementara yang lain–yang memohon belas kasihan– dibantai secara massal. Wazir yang ketakutan melarikan diri dengan kapal ke Mesir, meninggalkan Tentara Salib membunuh semua orang yang selamat dan mengumpulkan sejumlah besar barang rampasan. Ibn al-Qalanisi memperkirakan 12.700 tentara Fatimiyah tewas.

Pertempuran Harenc atau Harim

Selama “Perang Salib I”, empat kerajaan Tentara Salib didirikan di Timur Dekat: Wilayah Edessa, Kerajaan Antiokhia, Kerajaan Yerusalem, dan Wilayah Tripoli. Kehadiran tentara salib tetap ada di wilayah itu, sampai Kota Acre jatuh pada tahun 1291.

Sementara pada 12 Agustus 1164 di Harim, Suriah, pasukan Nuruddin Zangi dari pihak Muslim, menghajar hingga terbirit-birit Tentara Salib yang merupakan gabungan kekuatan Tripoli, Kerajaan Antiokhia, Kekaisaran Bizantium, dan Armenia. Nuruddin memenangkan pertempuran itu secara telak, menangkap sebagian besar pemimpin Tentara Salib. Para pemimpin Salib yang memohon hidup itu diberi kesempatan bernafas dan ditawan, untuk dilepas beberapa tahun kemudian.

Sebelumnya, pada 1163, Raja Amalric I dari Yerusalem memimpin penyerangan pada kekuatan Dinasti Islam Fatimiyah di Mesir. Nuruddin memanfaatkan serangan Tentara Salaib itu untuk menyerang Tripoli. Namun ia terkejut manakala menemukan dirinya terkepung kekuatan besar gabungan tentara musuh pada Pertempuran al-Buqaia, yang membuatnya hampir kehilangan nyawa.

Nuruddin kemudian bergerak ke utara menuju Antiokhia. Dengan bantuan Qutb ad-Din di Mosul, serta para Muslimin lain dari Aleppo, Damaskus, serta dan Ortoqid dari Jazira, dikepungnya Benteng Harim (Harenc) pada 1164. Tentang hal itu, William dari Tirus berkata, “Dia menempatkan kekuatannya mengepung benteng dan mulai mengamuk, menyerang dengan penuh amarah, yang membuat seluruh Tentara Salib tak bisa beristirahat.”

Reginald Saint Valery, penguasa Harim, meminta bantuan, dan Raymond III dari Tripoli, Bohemund III dari Antiokhia, dan Joscelin III dari Edessa tiba untuk membantu. Mereka bergabung dengan Konstantinos Kalamanos, gubernur Bizantium untuk Kilikia dan Thoros, Mleh dari Armenia, Hugh VIII dari Lusignan dan Geoffrey Martel, saudara laki-laki William VI dari Angoulême.

Nuruddin sebenarnya siap-siap untuk mengakhiri pengepungan ketika mereka tiba. Tetapi over-optimistis Tentara Salib, termotivasi kemenangan di al-Buqaia,”…segera melupakan aturan disiplin militer … dengan ceroboh dan sendiri-sendiri tanpa aturan pergi ke sana kemari untuk mengejar musuh.”

Pasukan Nuruddin bertahan atas serangan Tentara Salib, sebelum kemudian dengan terorganisasi memimpin serangan balik. Serangan balik pasukan Nuruddin itu mendorong tentara salib ke area rawa-rawa, menenggelamkan hidup-hidup sebagian besar musuh mereka itu di sana. Beberapa penulis sejarah menuliskan momen itu “seperti korban di depan altar.”

Ada kemungkinan sebenarnya Nuruddin hanya berpura-pura mundur untuk menarik Tentara Salib yang dibutakan amarah masuk ke dalam jebakan.

William dari Tirus (?) mengatakan, bahwa ini adalah langkah sembrono adalah bukti lebih lanjut dari ini. “Hanya Thoros dari Armenia, yang telah melihat [sic?] manuver orang Turki itu, dan (dia) tidak ikut mengejar musuh, lolos dari bencana”. Mleh juga terhindar dari penangkapan. Konstantinos Kalamanos, Hugh, Raymond, Bohemund, dan Joscelin, ditangkap dan dipenjarakan di Aleppo. Menurut sejarahwan Ibn al-Athir, 10.000 orang Tentara Salib tewas dalam serangan yang mereka lakukan sendiri. [dari berbagai sumber]

Exit mobile version