Veritas

Regu Kancil, Pramuka Jadul Pegang Dasa Dharma Hingga Kini

Jakarta – Anda pernah ikut jadi anggota regu kancil, kijang, mawar, atau teratai? Ya, nama-nama regu itu mengingatkan pada masa keanggotaan kepramukaan di era-era orde baru. Siapapun yang bersekolah pada masa itu akan mengalami kegiatan kepanduan minimal di tingkat sekolah atau gugus depan.

Memakai seragam Pramuka dengan beragam eblem menjadi kebanggaan tersendiri di era 1980-1990. Menjadi scouts warisan Baden-Powell berseragam coklat rasanya seperti tentara menyandang seragam militernya lengkap dengan beragam pangkat dan pin penghargaannya.

“Ketika itu, menjadi anggota Pramuka apalagi menjadi kepala regu adalah kebanggaan. Mungkin sama bangganya ketika menjadi Komandan Paskibra sekarang,” ujar Rina, 48, mantan anggota Pramuka dari Subang, Jawa Barat, ketika diminta menceritakan kenangannya saat menjadi anggota Pramuka.

Apalagi pada event tertentu seperti lomba pramuka atau event perkemahan yang lingkupnya di luar sekolah, banyak sekali yang berharap bisa terpilih sebagai pesertanya. Karena meski sudah tercatat sebagai anggota, belum tentu bisa terpilih begitu saja. Ada beberapa persyaratan yang harus dipenuhi. “Semuanya benar harus dilalui dengan perjuangan sehingga ada rasa bangga bisa memasang tanda rakit di seragam kami,” katanya.

Kegiatan Pramuka yang biasanya menjadi ekstrakulikuler wajib saat masih duduk di Sekolah Dasar ini sangat berkesan bagi banyak orang. Suka dukanya bikin teringat terus sampai sekarang. Mulai dari atribut yang selalu ilang, jelajah alam yang bikin kulit menghitam, sampai ujian buku saku yang sering bikin deg-degan. Semua pengalaman itu, kadang bikin senyum-senyum sendiri kalau mengingatnya.

Pramuka sempat menjadi salah satu ekstrakurikuler di sekolah-sekolah. Pada kurikulum 2013, kegiatan ekstrakurikuler Pramuka, menjadi kegiatan ekstrakurikuler (ekskul) wajib bagi peserta didik di Sekolah. Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Mohammad Nuh saat itu menjelaskan, Pramuka bukan menjadi mata pelajaran wajib, melainkan tetap menjadi kegiatan ekstrakurikuler.” Dan dipertegas dengan Diterbitkannya Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2010 Tentang Gerakan Pramuka.

Ketika masih duduk di bangku Sekolah Dasar, sampai SMP, kegiatan pramuka yang paling ditunggu-tunggu adalah berkemah. Perkemahan Sabtu Minggu (Persami) biasa digelar dari tingkat sekolah, kecamatan, kabupaten hingga tingkat nasional berupa Jambore Nasional Pramuka. Berkemah merupakan bentuk pengaplikasian pramuka.

Kadang ribet juga, mau kemah mesti bawa panci dan wajan, tak ketinggalan juga kadang membawa kayu bakar. Baik untuk masak, maupun untuk membuat api unggun. Kalau sekarang kegiatan perkemahan, makannya sudah ada ngurus, dengan paket nasi bungkus. Sementara dulu, memasak di alam terbuka, belum lagi susah juga mencari air besih apalagi untuk mandi. Seringkali dalam aktivitas ini mengandalkan air sungai.

Kepramukaan meliputi beragam ilmu. Seperti materi di sekolah, Pramuka juga belajar tentang pendidikan keagamaan, pendidikan teknologi, pendidikan jasmani dan kesehatan, pendidikan tentang alam, sosial dan lain sebagainya. Bahkan secara langsung dipraktekan oleh setiap anggota pramuka sesuai dengan tingkatan dari pramuka itu sendiri.

Rasa kekeluargaan lebih terasa dan sangat kokoh terbangun di Pramuka, hangatnya salam pramuka yang bergema di bumi perkemahan pramuka menjadi salah satu simbol bahwa pramuka dengan mudahnya menyatu dengan mentoleransi perbedaan agama, suku dan kebudayaan yang ada.

Pramuka sudah terbiasa dengan kebiasaan baik, mulai dari tradisi musyawarah untuk menemukan solusi hingga tertempa menghadapi berbagai problema yang sulit untuk dipecahkan. Pramuka yang baik sudah tidak diragukan lagi menjadi calon pemimpin

Pramuka memiliki cara beradaptasi yang baik dengan berbagai komponen dan golongan masyarakat. Kegiatan pramuka akan membantu terjun di masyarakat, dengan pendidikan semi militernya, dapat membentuk pribadi yang kuat, tangguh dan bertanggungjawab memegang Tri Satya dan Dasa Dharma Pramuka hingga kini. Salam Pramuka! [Zin]

Back to top button