- Yang dilakukan Nur Alam adalah pendidikan politik kepada masyarakat untuk memilih putra/putri daerah.
- Setiap daerah memiliki konvensi sosialnya sendiri, yang didasarkan pada nilai-nilai lokal dan perjuangan para pendiri.
KENDARI — La Ode Ida, calon wakil gubernur Sulawesi Tenggara (Sultra) pasangan Lukman Abunawas, mengatakan pernyataan mantan gubernur Sultra sama sekali tidak mengandung ujaran kebencian atau unsur SARA.
“Pernyataan Nur Alam itu ekspresi ideologinya sebagi orang Sultra, yang menginginkan propinsi ini dipimpin putra/putri daerah sendiri,” kata La Ode Ida dalam video yang diunggah di akun TikTok pribadinya; @laode_ida, menanggapi pelaporan Nur Alam ke Bawaslu yang dilayangkan tim pemenangan Andi Sumangerukka (ASR)-Hugua.
Tim pemenangan ASR melalui Andi Ashar dan Sofyan melaporkan Nur Alam atas tuduhan ujaran kebencian dan kampanye hitam pada Jumat 25 Oktober 2024. La Ode Ida menilai tuduhan ini tidak berdasar dan mengada-ada. Nur Alam justru sedang melakukan pendidikan politik kepada masyarakat tentang pentingnya memimpin pemimpin asi daerah.
Berkaitan dengan keberadaan Tina Nur Alam — putri suku Tolaki pertama yang mencalonkan diri sebagai gubernur Sultra — sangat wajar ‘orang daerah’ memiliki kecintaan terhadap ‘tanah tumpah darah’ dengan komitmen membangun tak diraguka. Dalam posisi ini, warga Sultra sangat berharap Tina dapat menjadi sosok yang memahami nilai-nilai lokal yang diwariskan pendiri daerah.
Lebih jauh, La Ode Ida mengungkapkan bahwa sejak terbentuknya Sultra yang memisahkan diri dari Sulawesi Selatan, cita-cita pemekaran adalah agar Sultra bisa memiliki pemimpin putra daerah sendiri. Apa yang dilakukan Nur Alam hanyalah menegaskan kembali tujuan tersebut.
“Pak Nur Alam menyampaikan apa yang menjadi cita-cita para pendiri Sultra, dan saya mendukung penuh perjuangannya,” ujar La Ode Ida.
Mantan Ketua Ombudsman Republik Indonesia ini menegaskan bahwa sebagai seorang yang berjuluk ‘Pembangunan Sultra’, Nur Alam telah memberikan kontribusi besar dalam pembangunan daerah ini, termasuk saat menerima penghargaan Bintang Mahaputra Utama dari Presiden SBY sebagai bentuk pengakuan atas jasanya.
Selain menanggapi pelaporan terhadap Nur Alam, La Ode Ida turut menyoroti adanya figur yang diduga berusaha mengacaukan harmonisasi dan stabilitas Sultra demi ambisi pribadi. La Ode Ida mengajak semua pihak menjaga kesatuan sosial yang telah dibangun oleh para pendiri Sultra.
“Setiap daerah memiliki konvensi sosialnya sendiri, yang didasarkan pada nilai-nilai lokal dan perjuangan para pendiri. Jangan sampai ambisi kekuasaan merusak tatanan yang sudah ada di daerah ini,” tambah La Ode Ida.
Ia menjelaskan bahwa dalam konteks Sultra, ada empat etnik utama yang disebut ’empat pilar’, yakni Tolaki, Moronene, Muna, dan Buton, yang merupakan perintis pemekaran Sultra. Keempat pilar ini, menurutnya, adalah yang layak memimpin dan menjaga warisan daerah. Hal itu sejalan dengan apa yang disampaikan Nur Alam.
“Jika ada yang menuduh ini sebagai SARA, saya kira tuduhan itu tidak berdasar. Yang disuarakan oleh Pak Nur Alam adalah aspirasi asli Sultra. Justru orang luar yang mencoba memaksakan pandangannya yang sebetulnya mengacak-acak daerah ini,” kata La Ode Ida.
La Ode Ida berharap agar laporan ke Bawaslu ini tidak menjadi alat untuk menghalangi semangat putra daerah memperjuangkan Sultra yang lebih baik. [ ]