Jernih.co

Syarikat Islam: Abai Terhadap Kebutuhan Pangan Rakyat, Pemerintah Langgar Hak Dasar warga Negara

Harga mahal setelah langkanya minyak goreng di pasaran menunjukkan pemerintah abai terhadap hak pangan rakyat.

“Karena itu, menurut SI, ini harus jadi momen pemerintah membongkar mafia minyak goreng, dan umumnya lagi mafia bahan pangan yang sekian lama membebani kehidupan masyarakat,”kata Hamdan.

JERNIH—Presiden Laznah Tanfidziyah atau Dewan Pimpinan Pusat Syarikat Islam (SI) sekaligus mantan ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Hamdan Zoelva, mengingatkan pemerintah untuk tidak abai terhadap kebutuhan pangan rakyat. Hamdan menegaskan, bila rakyat hak atas pangan diabaikan secara terus menerus, maka hal tersebut nyata-nyata pelanggaran terhadap hak dasar warga negara.

Hamdan menunjuk UUD 1945 Pasal 28I ayat (4), sesuai amandemen kedua UUD dalam sidang MPR RI tanggal 14-21 Oktober 1999, yang isinya,” Perlindungan, pemajuan, penegakan, dan pemenuhan hak asasi manusia adalah tanggung jawab negara, terutama pemerintah.”

Dalam konteks hak atas pangan, kata Hamdan, negara dibebani kewajiban untuk memenuhinya, sebagaimana hak asasi manusia lainnya. “Negara dibebani kewajiban untuk memenuhi kebutuhan masyarakat akan pangan dan gizi yang terjangkau dan memadai. Karena itu pengabaian terhadap pangan dan gizi ini bisa dianggap sebagai pelanggaran hak-hak asasi manusia oleh negara,” kata Presiden Syarikat Islam tersebut. Hamdan juga menyatakan, meskipun dirinya tidak terlalu sepakat, beberapa kalangan pengamat hukum ada yang berpendapat bahwa ketika hak atas pangan diabaikan secara terus menerus, pelanggaran tersebut bisa disamakan dengan pemusnahan generasi secara laten (silent genocide). “Saya tidak terlalu sepakat, tetapi ide tersebut kian mengemuka dalam wacana ini,” kata Hamdan.

Hamdan Zoelva

Ia juga menambahkan, hak atas pangan yang layak memiliki asas indivisibility, yaitu keterkaitan satu hak asasi dengan bentuk hak asasi yang lain. Artinya, hak atas pangan tidaklah berdiri sendiri, namun juga bergantung pada penghormatan akan kebebasan dasar yang lain.

“Soal tanggung jawab negara dalam mekanisme pemenuhan hak atas pangan itu seringkali ditafsirkan hanya bersifat obligations of result. Artinya, bisa dilakukan secara perlahan-lahan (progressively), disesuaikan dengan sumber daya yang tersedia, dan tidak bersifat absolut sebagaimana pemenuhan hak-hak sipil-politik, di mana tanggung jawab negara berbentuk obligations of conduct, sehingga mutlak segera diadakan,” kata dia.

Padahal, menurut Hamdan, kedua bangunan hak tersebut direlasikan indivisible dan inter-dependent. “Sehingga penegakan dan pemenuhannya pun wajib dilaksanakan secara bersamaan, tidak timpang antara satu dengan lainnya,” kata mantan ketua MK tersebut.

Saat ditanya kaitan hak rakyat atas pemenuhan pangan yang layak tersebut dengan kelangkaan minyak goreng–atau saat ini mahalnya minyak goreng—, Hamdan menegaskan hak rakyat atas pangan itu membebankan tiga tingkat kewajiban negara, yakni menghormati, melindungi, dan memenuhi.

“Kewajiban untuk memenuhi itu mencakup kewajiban untuk memfasilitasi serta kewajiban menyediakan. Untuk mencegah terjadinya kompetisi yang tidak adil, negara dituntut untuk bisa melakukan affirmative action di setiap level kewajibannya,” kata dia.

Sebagai  bentuk tanggung jawab negara untuk melindungi hak pangan rakyat tersebut, negara melalui badan-badannya bisa mengambil tindakan yang perlu untuk menjamin tercegahnya seseorang atau kelompok tertentu melakukan pelanggaran, termasuk pelanggaran dalam memanfaatkan sumber daya, khususnya sumber daya alam.

“Dengan kewajiban melindungi itu, negara harus mengeluarkan peraturan-peraturan hukum berkaitan pemenuhan hak atas pangan warganya, dengan fokus pada kepentingan masyarakat umum, bukan hanya menguntungkan individu atau kelompok tertentu,” kata dia. Timbulnya mafia minyak goreng, yang pada akhirnya membuat negara tidak berdaya, menunjukkan abainya negara terhadap pemenuhan hak rakyat atas pangan yang layak tersebut. 

“Karena itu, menurut SI, ini harus jadi momen pemerintah membongkar mafia minyak goreng, dan umumnya lagi mafia bahan pangan yang sekian lama membebani kehidupan masyarakat,”kata Hamdan.

Sebagaimana diberitakan, berbagai kalangan kini menyarankan agar DPR RI membuat panitia khusus atau pansus untuk menyelidiki kelangkaan minyak goreng, alih-alih melakukan hak angket terlebih dahulu untuk bertanya ke Menteri Perdagangan Muhammad Luthfi.

“Saya setuju usul berbagai kalangan yang memberikan semangat kepada DPR RI tersebut. Sudah seharusnya DPR dan pemerintah menjadikan momen ini untuk memberantas mafia di sektor apapun, dimulai dengan mafia minyak goreng,” kata Hamdan.

Sebagaimana diketahui, Syarikat Islam kembali fokus untuk menegakkan ekonomi umat Islam melalui dakwah ekonomi, sebagaimana ditekadkan para pendiri SI pada 1905 lalu. Untuk itu SI bergerak untuk menumbuhkembangkan jiwa wirausaha di kalangan umat untuk memperbesar proporsi kelas menengah ke depan. “Ini gerakan yang perlu waktu, namun jelas harus segera kita semua mulai,” kata Hamdan. [dsy]

Exit mobile version