Penyedia berita bohong akan selalu ad selama ada pandemi. Ada penjual minyak ular yang mengeksploitasi ketakutan dan menjajakan harapan palsu. Tapi parahnya, Facebook memungkinkan para penipu ini berkembang.
Oleh : Seema Yasmin dan Craig Spencer
JERNIH– Kabar tersebut datang dari seorang kolega–bukan dari dokter tetapi seseorang yang bekerja di ruang gawat darurat dan telah melihat langsung dampak buruk yang disebabkan pandemi. “Ada obat untuk Covid-19,” ujarnya. “Itu pasti benar karena seorang teman dokter membagikan postingan di Facebook tentang obat ini.”
Ketika dihadapkan dengan bukti ilmiah terbaru yang kredibel, bahwa tidak ada obat untuk Covid-19, bahwa penyakit tersebut telah menewaskan lebih dari 180 ribu orang Amerika justru karena kita tidak memiliki cara yang efektif untuk mencegah kematian jutaan orang yang terinfeksi—yang kita dapatkan sebagai jawaban adalaj sikap yang “keukeuh”. “Tapi saya melihatnya di Facebook,” katanya.
Di ruang gawat darurat dan dalam percakapan dengan publik Amerika melalui wawancara berita kabel dan Op-Eds seperti ini, kami berdua telah bekerja untuk membedah dan menyanggah banyak mitos tentang virus baru ini, potensi pengobatannya, dan peluang ditemukannya vaksin untuk mencegahnya. Kami membaca banyak ketidakbenaran di ponsel pasien-pasien kami, mendengarkan aneka teori yang dibawa dari ruang-ruang obrolan internet, dan melihat langsung saat teman kami dan keluarganya menelusuri Facebook sambil berkata,”Nih lihat—di sini dikatakan bahwa ini pasti dibuat di laboratorium Cina.”
Tujuh bulan memasuki pandemi terburuk dalam hidup kita, virus terus menyebar bersama mitos-mitos medis dan sekian banyak hoaks seputar kesehatan. Berita palsu bukanlah fenomena baru, tetapi kini semua diperkuat oleh media sosial. Sebuah laporan baru tentang Facebook dari Avaaz, sebuah organisasi advokasi nirlaba yang melacak informasi palsu, menunjukkan seberapa meluasnya amplifikasi ini.
Situs web yang menyebarkan hoaks kesehatan di Facebook memuncak pada sekitar 460 juta tampilan di platform tersebut pada April 2020, tepat ketika virus menyebar ke seluruh dunia dan membanjiri rumah sakit di New York City. Facebook mengklaim telah menilai dan menambahkan label peringatan kepada posting yang salah secara factual. Tetapi dalam subset postingan yang dianalisis Avaaz, hanya 16 persen postingan yang berisi informasi kesehatan yang salah itu memiliki label peringatan.
Algoritme Facebook memberikan penghargaan dan mendorong keterlibatan dengan konten pemicu emosi yang kuat, yang merupakan jenis konten yang kami peringatkan sebagai ‘meragukan’ dan meminta pasien untuk berhati-hati, karena informasi palsu sering kali dikemas sebagai novel dan sensasional. Judul laporan tersebut menyebut algoritme Facebook “Ancaman Utama bagi Kesehatan Masyarakat”–sesuatu yang dikonfirmasi pengalaman klinis dan penelitian kami.
Organisasi kesehatan masyarakat tidak dapat mengikuti banjirnya mitos medis canggih dan pseudosain yang dibagikan di Facebook. Terlepas dari upaya Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC) dan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), konten dari 10 situs hoaks seputar informasi kesehatan telah dipirsa empat kali lebih banyak melalui tampilan Facebook daripada konten dari CDC, WHO dan delapan institusi kesehatan terkemuka lainnya secara kumulatif selama April 2020.
Facebook tahu para penyebar informasi sesat yang membagikan hal-hal tersebut secara lebih luas. Jaringan yang menyebarkan teori konspirasi kesehatan dan pseudosain menghasilkan sekitar 3,8 miliar tampilan Facebook antara 28 Mei 2019 dan 27 Mei 2020.
Laporan tersebut menghitung jangkauan dari apa yang disebut sebagai supersebar hoaks informasi kesehatan di Facebook, termasuk situs web seperti GreenMedInfo dan RealFarmacy, yang mengemas pseudosain sebagai berita yang kredibel dan dapat dipercaya. Ini termasuk klaim palsu bahwa teknologi 5G berbahaya bagi kesehatan manusia dan beberapa jenis vaksin yang valid mereka nyatakan belum pernah diuji.
Meskipun GreenMedInfo telah dihapus dari Pinterest, ia berkembang pesat di Facebook. Pada tahun lalu, ia menerima lebih dari 39 juta tampilan. Dan RealFarmacy, yang menurut Avaaz berada di jalur yang tepat untuk menjadi salah satu jaringan misinformasi kesehatan terbesar di dunia, menerima 581 juta penayangan yang mencengangkan dalam setahun. Satu artikel saja, menjajakan koloid perak sebagai pengobatan virus, telah dilihat sekitar 4,5 juta kali. Kami tidak dapat bersaing dengan platform global yang algoritme kuatnya menghargai konten palsu yang sensasional.
Kami melihat konsekuensinya di klinik dan ruang gawat darurat. Pasien mempertanyakan panduan medis berbasis bukti yang kami siapkan, menolak perawatan dan vaksin yang aman, dan mengutip postingan Facebook sebagai “bukti” bahwa Covid-19 tidak nyata.
Sementara dokter dan profesional perawatan kesehatan lainnya memainkan peran penting dalam mendidik masyarakat, kita tidak kebal terhadap teknik canggih dari informasi palsu. Rekanan kerja telah memberi tahu kami bahwa mereka percaya virus itu buatan manusia dan semakin berkurang kekuatannya. Yang lain meminta kami untuk menginvestasikan uang dalam “pengobatan” Covid-19. Sementara kami mencoba, setiap hari, untuk melawan kebohongan berbahaya yang beredar di antara pasien dan rekan kerja kami, kemampuan kami untuk menasihati dan memberikan perawatan berkurang oleh disebabkan adanya jaringan sosial yang memperkuat ketidakpercayaan pada sains dan kedokteran. Facebook mempersulit kami untuk melakukan pekerjaan.
Penyedia berita palsu akan selalu ada; selama ada epidemic. Ada penjual minyak ular yang mengeksploitasi ketakutan dan menjajakan harapan palsu. Tapi parahnya, Facebook memungkinkan para penipu ini berkembang. Tidak adanya upaya bersama dari Facebook untuk menyusun ulang algoritmanya demi kepentingan terbaik kesehatan masyarakat– dan bukan semata keuntungan—akan menjadikan kami seolah terus memadamkan kobaran api besar disinformasi ini dengan cipratan air. [The New York Times]
Seema Yasmin (@DoctorYasmin) adalah direktur Stanford Health Communication Initiative dan penulis buku “Viral B.S.: Medical Myths and Why We Fall for Them.”
Craig Spencer (@Craig_A_Spencer) adalah seorang dokter di ruang gawat darurat dan direktur Global Health in Emergency Medicine at NewYork-Presbyterian /Columbia University Medical Center.