Selanjutnya, Peraturan Pemerintah nomor 43 tahun 2018 tentang prosedur pelaksanaan peran serta masyarakat dan pemberian penghargaan dalam pencegahan dan pemberantasan tindak pidana korupsi (tipikor).
JERNIH-Semangat pemberantasan korupsi, kolusi dan nepotisme di lingkungan legislatif, eksekutif dan yudikatif, dianggap menjadi hampa dan cenderung ada pembiaran terhadap pihak yang dekat dengan kekuasaan. Padahal, sistem penyelenggaraan negara sudah mengamanatkan kalau harus bersih, sesuai amanat Ketetapan MPR nomor 11 tahun 1998.
Dari situ, Aliansi Advokat Alumni Lintas Perguruan Tinggi mendukung langkah Ubedillah Badrun, dalam pelaporannya terhadap kasus dugaan korupsi dan pencucian uang yang melibatkan anak Presiden Jokowi.
Aliansi ini uga menilai kalau dalam penyelenggaraan negara telah terjadi pemusatan kekuasaan, wewenang dan tanggung jawab kepada Presiden, hingga berakibat tak berfungsinya lembaga tinggi negara yang lain, termasuk tidak berkembangnya partisipasi masyarakat dalam memberikan kontrol sosial dalam kehidupan bernegara.
Apalagi, rakyat menghendaki adanya penyelenggara negara yang mampu menjalankan fungsi dan tugasnya dengan penuh tanggung jawab agar amanat ferormasi bisa berdaya guna. Soalnya, dalam penyelenggaraannya dinilai telah terjadi praktek menguntungkan sekelompok tertentu hingga membuat KKN tumbuh subur sebab melibatkan pejabat negara dan pengusaha hingga akhirnya, sendi-sendi negara rusak.
Dalam keterangan tertulisnya, Aliansi Advokat Alumni Lintas Perguruan tinggi menuntut perbaikan seluruh aspek kehidupan nasional, dengan cara memeriksa harta kekayaan para pejabat, mantan pejabat, serta keluarganya.
“Bahwa dari berbagai lembaga riset yang telah melakukan survei, indeks korupsi dan demokrasi Indonesia kian memprihatinkan,” kata keterangan tersebut.
Aliansi Advokat Alumni Lintas Perguruan Tinggi juga mengatakan, praktek korupsi tidak hanya membawa bencana terhadap keuangan dan perekonomian negara. Namun, kehidupan berbangsa juga dilanggar hak-hak sosialnya. Dan sudah sepantasnya dinamakan sebagai kejahatan luar biasa atau extraordinary crime.
Dari situ, peran masyarakat sipil juga dinilai penting dalam mencari, memperoleh, memberikan data dan informasi tindak pidana korupsi kepada penegak hukum. Sebagai bagian dari institusi penegak hukum, Aliansi ini juga menyatakan dukungannya kepada setiap warga negara, termasuk Ubedillah Badrun yang berperan aktif dalam memerangi tipikor.
Soalnya, Undang-Undang Dasar 1945 pasal 27 dan pasal 28 sudah menegaskan bahwa setiap warga negara berkesamaan kedudukannya di muka hukum dan enjamin tentang kebebasan berkumpul juga berpendapat. Belum lagi, Undang-Undang nomor 28 tahun 1999 mengamanatkan penyelenggaraan negara yang bersih bebas dari KKN.
Disusul, Undang-Undang nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan korupsi yang diubah menjadi Undang-Undang nomor 20 tahun 2021, juga mengamanatkan hal serupa.
Maka sudah sepantasnya, tindakan Ubedillah Badrun yang melaporkan dugaan tindak korupsi serta pencucian uang kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), mendapat dukungan. Sebab selain TAP MPR nomor 11 tahun 1998, diperkuat TAP MPR nomor 8 ahun 2001, tentang kebijakan pemberantasan dan pencegahan KKN juga menyatakan dukungannya.
Begitu juga dengan konvensi PBB anti korupsi tahun 2003, direspon Undang-Undang nomor 7 tahun 2006, termasuk Undang-Undang nomor 13 tahun 2006 tentang perlindungan saksi dan korban sebagaimana diubah menjadi Undang-Undang nomor 31 tahun 2014.
Selanjutnya, Peraturan Pemerintah nomor 43 tahun 2018 tentang prosedur pelaksanaan peran serta masyarakat dan pemberian penghargaan dalam pencegahan dan pemberantasan tindak pidana korupsi (tipikor).[]