“Perlu langkah-langkah cepat, cerdas, terukur, terencana, terkoordinasikan dan massal guna menghadapi gerakan radikalisme dan terorisme”
JAKARTA – Radikalisme merupakan paham atau ideologi yang menginginkan perubahan dengan cara kekerasan, sebagai upaya memperjuangkan paham negatif tersebut. Bahkan dapat dilihat dari sikap yang cenderung intoleran (tidak mau menghargai pendapat dan keyakinan orang lain) dan fanatik (selalu merasa benar sendiri dan menganggap orang lain salah).
Demikian dikatakan Pendiri Negara Islam Indonesia (NII) Crisis Center, Ken Setiawan, melalui rilis tertulisnya, Kamis (25/2/2021).
Menurut Ken, radikalisme dan terorisme memang tidak bisa dihilangkan, bahkan Negara maju sekelas Amerika Serikat dan Selandia Baru pun pernah kecolongan atas kasus terorisme yang menelan banyak korban.
Sebab kelompok radikalisme juga memiliki banyak cara untuk menyebarkan pahamnya, termasuk melalui dunia maya dengan menyisipkan konten-konten radikal, sehingga dapat membius orang untuk mengikutinya.
“Tindakan-tindakan radikalisme dengan medsos cenderung sporadis, bahkan target beragam dengan tidak memandang pendidikan tinggi, aparat pemerintahan, dan maupun profesional,” ujar dia.
Meski begitu, radikalisme dan terorisme bisa dikikis dengan penguatan pendidikan sejak dini. Setidaknya dimulai dari lingkup keluarga yang mengajarkan toleransi dan penghormatan atas kemajemukan.
Tak tanya itu, pemuka agama juga berperan menyampaikan dakwah yang menyejukkan dan memberikan pemahaman agama secara utuh, agar masyarakat tidak mudah terpengaruh dengan ajakan provokasi dari kelompok-kelompok tersebut.
Kemudian, upaya penanggulangan yang efektif, juga dengan preemtif (edukatif, kontra narasi, dan counter opini), preventif (memberi peringatan, dan mengendalikan isu), represif (penetrasi aktif sebagai bentuk upaya untuk melakukan penangkalan penyebaran perspektif negatif dan penegakan hukum), serta membuat cyber troops.
Bagi Ken, jumlah kelompok radikal sebetulnya tidak banyak, namun mereka masif, terstruktur, dan sistematis dalam bergerak. Karenanya, bila kalangan nasionalis dan moderat diam, maka kelompok radikalisme atas nama agama akan meningkat.
“Perlu langkah-langkah cepat, cerdas, terukur, terencana, terkoordinasikan dan massal guna menghadapi gerakan radikalisme dan terorisme,” kata dia.
Dari pemetaan NII Crisis Center, lanjut Ken, justru banyak pemuka agama yang cenderung terpapar dan menyebarkan pahamnya di lingkungan lewat ceramah keagamaan, seperti khotbah jumat yang menyerang pemerintah.
“Ini sangat berbahaya bila dibiarkan,” katanya. [Fan]