Site icon Jernih.co

Butuh Vaksin Mengatasi Virus Radikalisme yang Merongrong Bangsa

JAKARTA – Pandemi Covid-19 bukan hanya masalah kesehatan saja. Dampak sosial dari pandemi juga memunculkan penyakit sosial dan kultural yang mengarah pada pandangan ekslusif dan radikal, sebagai upaya memprovokasi dan meradikalisasi masyarakat. Karena itu, penting memiliki  pandangan moderasi (washatiyah) yang merupakan vaksin keberagamaan.

Ketua Bidang Garapan Hubungan Lembaga dan Organisasi (Garhubanlog) Pengurus Pusat Persatuan Islam (PP Persis),  Mohamad Faisal Nursyamsi, mengatakan pihaknya setuju dengan istilah virus radikalisme yang harus terus diwaspadai oleh mayarakat. Sebab virus radikalisme secara diam-diam terus berusaha merongrong keberlangsungan hidup bangsa Indonesia di kala pandemi dengan mencoba untuk meradikalisasi masyarakat.

Virus radikalisme, lanjut Nursyamsi, tidak boleh didiamkan saja, karena virus-virus seperti itu juga berbahaya bagi keberlangsungan bangsa. Apalagi kalau sampai mempengaruhi pemikiran manusia. Oleh sebab itu, untuk mengatasinya diperlukan vaksin dalam bentuk Islam yang Rahmatan Lil Alamin dan harus ditanamkan kepada diri masyarakat utamanya umat Islam.

“Persoalan selama ini yang muncul terutama berkaitan dengan adanya upaya dari berbagai pihak untuk mencoba merongrong kebijakan pemerintah. Dan memang harus ada vaksinnya untuk hal-hal yang seperti itu. Vaksin dalam bentuk Islam yang Rahmatan Lil Alamin sebagai bentuk rahmat dan rasa kasih sayang Allah SWT,” ujarnya di Jakarta, Kamis (18/6/2020).

Dia mengaku, dalam Islam diperbolehkan adanya perbedaan dan perdebatan, karena hal tersebut tidak bisa dihindari dan merupakan satu hal yang wajar.

“Setelah selesai perdebatan itu, ketika memang ada satu pihak yang tidak bisa meloloskan kehendaknya, mau tidak mau dia yang harus mengikuti hasil yang disetujui oleh banyak pihak, dan itu yang seharusnya menjadi prinsip,” kata dia.

Faisal mencontohkan, ketika Nabi Salawlahu Alaihi Wassalam (SAW) wafat, para sahabat berdebat mencari pemimpin sebagai pengganti Rasullulah. “Terjadi perdebatan diantara para sahabat siapa yang akan memimpin sepeninggal Rasulullah. Tetapi setelah terpilih satu, semuanya mengikuti. Tidak ada yang namanya mereka menjadi oposan dan apalagi melakukan provokasi untuk  membangkang. Hal inilah yang harus ditanamkan kepada masyarakat agar jangan mudah terhasut atau terprovokasi,” ujarnya.

Faisal mengatakan, ormas-ormas keagaaman di luar ormas Islam juga perlu dirangkul, dengan tujuan memperkokoh persatuan dan kesatuan serta solidaritas sebagai bangsa diantara semua agama yang ada di Indonesia. Karenanya, sebagai upaya mencegah penyebaran paham radikal terorisme di masyarakat, harus ada persamaan persepsi terlebih dahulu antara pemerintah dengan ormas-ormas Islam.

“Seperti yang selama ini dilakukan oleh Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) yang telah melakukan pertemuan dengan Lembaga Persahabatan Ormas lslam (LPOI) beberapa hari lalu,” kata Faisal.

Menurutnya, tujuan LPOI adalah untuk mensupport dan membantu pemerintah, yang salah satunya mencegah penyebaran virus radikalisme di masyarakat.

“Makanya tujuan kami juga beberapa hari lalu bersama LPOI melakukan silaturahim dan halal bihalal ke BNPT,” kata dia.

“Persis sebagai ormas Islam bersama LPOI sudah berkomitmen untuk memberantas virus radikal tersebut di masyarakat, dimana LPOI bekerjasama dengan BNPT itu sudah lama,” Faisal menambahkan. [Fan]

Exit mobile version