Sapeken — Pemerintah memutuskan memberi bantuan tunai Rp 600 ribu per bulan, untuk waktu tiga bulan pandemi Covid-19, kepada rakyat miskin. Apakah pendistribusian bantuan merata?
Jawab: Tidak.
Di Sapeken, sebuah kecamatan di Kebupaten Sumenep, pengemudi odong-odong — kendaraan roda tiga yang melayani mobilitas penduduk sekujur pulau — belum menikmati sepeser pun bantuan itu. Mereka hidup tanpa penghasilan, dan mengandalkan tabungan yang kian menipis.
Sapeken adalah Pulau Kecil di gugusan Kepulauan Kangean di Kabupaten Sumanep, Jawa Timur. Total luas Sapeken 201,88 kilometer persegi, dengan jumlah penduduk 37.765 jiwa yang tersebar di 21 dari 53 pulau.
Sebagian penduduk berprofesi nelayan, lainnya pegawai negeri, pedagang, dan penyedia jasa. Salah satu jasa transportasi yang melayani masyarakat sekujur Pulau Sapeken adalah odong-odong — kendaraan roda dua yang dimodifikasi menjadi kendaraan roda tiga, dengan bagian belakang agak panjang.
Ada 22 pengemudi odong-odong di Sapeken. Setiap hari, sebelum mahatari terbit dan sampai matahari terbenam, mereka melayani masyarakat sekujur pulau. Tidak ada trayek. Mereka melayani jalan-jalan permukiman sekujur pulau.
Pada waktu-waktu tertentu, terutama hari libur atau saat jelang libur panjang, odong-odong menumpuk di pelabuhan. Mereka berebut mengangkut penumpang dari pelabuhan ke rumah keluarga mereka.
Pada hari-hari biasa odong-odong melayani warga dari dan ke pasar, atau ke tempat-tempat tertentu. Selain mengangkut orang, odong-odong melayani angkutan barang dari dan ke pelabuhan.
Sandy Akbar, salah satu pengemudi odong-odong, menikmati rata-rata penghasilan per hari Rp 100 ribu. Penghasilan itu cukup menghidupi kebutuhan makan istri dan satu anak yang masih kecil.
Setelah pemerintah menerapkan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB), odong-odong dilarang beroperasi. Pemerintah menjanjikan bantuan tunai Rp 600 ribu per bulan.
Sandy dan rekan sesama pengemudi odong-odong tak punya pilihan selain menerima larangan itu. Ia sadar semua demi keselematan bersama, yaitu mencegah penyebaran Covid-19.
Sejauh ini Kecamatan Sapeken belum melaporkan kasus Covid-19. Juga tidak da keterangan berapa warga berstatus orang dalam pengawasan (ODP) dan pasien dalam pengawasan (PDP), karena tidak adanya pengujian ke semua penduduk.
Sandy, penduduk Kampung Karangkongo, menghabiskan hari-hari dengan menganggur. Ia tidak tahu harus bekerja apa lagi, karena yang dia tahu hanya mengemudi odong-odong.
“Sejak larangan diberlakukan, sejak saat itu kami kehilangan penghasilan,” keluhnya kepada jernih.co.
Kini, hampir dua bulan setelah Tim Gubungan Covid-19 Kecamatan Sapeken memberlakukan larangan pengoperasian odong-odong, bantuan Rp 600 ribu per bulan belum juga diterima para pengemudi.
“Saat audiensi April lalu, Kecamatan Sapeken, kantor Kepala Desa dan Tim Covid-19, sepakat memberi kompensasi kepada pengemudi,” kata Sandy. “Saat itu kami dijanjikan diberi bantuan sepekan dari waktu kesepakatan.”
Sandy juga melihat ada yang janggal dari PSBB di Kecamatan Sapeken. Operasi odong-odong dihentikan, tapi transportasi antar pulau terus beroperasi. Pelabuhan juga masih sibuk membawa penumpang dari dan ke Pulau Jawa.
“Ini terkesan tidak adil,” kata Sandy. “Mengapa ada sarana transportasi masih berjalan, tapi yang lain dihentikan.”
Menurut Sandy, sempat ada aksi protes nyaris ricuh di depan kecamatan. Beberapa pengemudi odong-odong mengaku diintimidasi aparta kepolisian.
Muzzakir, sekretaris salah satu desa di Kecamatan Sapeken, membenarkan ada janji akan memberi kompensasi bagi pengemudi odong-odong. “Namun, tidak ada janji kompensasi cair satu pekan setelah kesepakatan,” katanya.
Kompensasi, masih menurut Muzakkir, diambil dari bantuan langsung tunai (BLT). Pengemudi odong-odong masuk kriteria penerima bantuan, karena kehilangan penghasilan akibat Covid-19.
“Datanya sudah masuk. Tinggal menunggu pencairan dari pemerintah pusat,” kata Muzakkir.
Jailani, ketua Tim Covid-19 Kecamatan Sapeken, mengatakan pendistribusian bantuan akan mengikuti aturan pemerintah pusat agar tidak terjadi kerumunan.
Mengenai pengemudi odong-odong yang kesulitan mencari pekerjaan lain, Jailani mengatakan; “Rezeki Tuhan itu luas. Silahkan cari pekerjaan lain.”
Jailani juga mengisyarakatkan odong-odong tidak hanya akan dihentikan saat pandemi, tapi selamanya. Odong-odong, katanya, tidak memenuhi syarat pengoperasian kendaraan angkutan orang.
“Kita sudah melakukan pembicaraan ke masyarakat, dan banyak yang tidak setuju odong-odong terus beroperasi,” katanya.
Kapolsek Sapeken Iptu Karsono mengatakan odong-odong akan diijinkan beroperasi jika memenuhi syarat. Misal, memiliki BPKB dan STNK.
“Jika ingin beroperasi ya, harus ada ijin dari Dinas Perhubungan dan Satlantas,” ujarnya.
Lebih satu dekade odong-odong beroperasi di Sapeken, dan menjadi satu-satunya penggerak manusia dari dan ke sekujur pulau. Pertanyaannya, mengapa pada saat pandemi Covid-19 pemerintah menggugat eksistensinya. (Mufid/laporan dari Kecdamatan Sapeken)