Site icon Jernih.co

Forum Haji Berkeadilan Desak DPR Libatkan Publik dalam Pembahasan RUU Penyelenggaraan Haji dan Umrah

Koordinator Forum Haji dan Umrah Berkeadilan, Daffa Batubara, menyatakan bahwa RUU yang sedang dibahas masih menyisakan berbagai persoalan krusial. “Kami menemukan adanya celah hukum, ketidaksesuaian praktik di lapangan, serta tata kelola haji dan umrah yang belum mencerminkan prinsip keadilan,” ujar Daffa dalam pernyataan tertulis yang diterima Jernih, Kamis (6/3).

JERNIH– Forum Haji dan Umrah Berkeadilan mendesak Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) untuk membuka ruang partisipasi publik dalam pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah. Menurut Forum Haji, regulasi baru harus memastikan transparansi, akuntabilitas, serta keadilan bagi calon jemaah haji.

Koordinator Forum Haji dan Umrah Berkeadilan, Daffa Batubara, menyatakan bahwa RUU yang sedang dibahas masih menyisakan berbagai persoalan krusial. “Kami menemukan adanya celah hukum, ketidaksesuaian praktik di lapangan, serta tata kelola haji dan umrah yang belum mencerminkan prinsip keadilan,” ujar Daffa dalam pernyataan tertulis yang diterima Jernih, Kamis (6/3).

Forum Haji mengungkapkan, pengelolaan haji selama ini melibatkan tiga lembaga—Kementerian Agama (Kemenag), Badan Penyelenggara Haji (BP Haji), dan Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH). Kondisi ini dinilai menimbulkan perebutan kewenangan yang berdampak negatif bagi calon jemaah. “Setiap tahun permasalahan berulang tanpa ada kejelasan lembaga yang bertanggung jawab penuh,” kata dia, menambahkan.

Selain itu, distribusi kuota haji juga menjadi perhatian. Forum Haji menyoroti ketidakadilan dalam pembagian kuota tambahan 20 ribu jemaah pada 2024, yang dibagi rata antara haji reguler dan khusus. “Padahal, antrean haji reguler bisa mencapai puluhan tahun. Kebijakan ini tidak adil,” kata dia.

Daffa juga menyoroti manajemen keuangan haji yang dianggap tidak transparan. Ia menyebut bahwa biaya penyelenggaraan haji masih bergantung pada setoran jemaah baru, bukan dari hasil investasi yang optimal. “Jika ini terus berlanjut, ada risiko jemaah baru tidak dapat berangkat karena ketidakseimbangan antara setoran dan penge-luaran,” katanya.

Persoalan lain yang disoroti adalah layanan akomodasi, transportasi, dan konsumsi jemaah haji. Forum Haji menilai banyak masalah yang berulang setiap tahun, seperti kelebihan kapasitas tenda, sanitasi yang tidak layak, keterlambatan transportasi, serta rekrutmen Panitia Pendamping Ibadah Haji (PPIH) yang tidak transparan. “Minimnya transparansi ini membuka celah korupsi dalam penyelenggaraan ibadah haji,” ujarnya.

Untuk itu Forum Haji dan Umrah Berkeadilan mengajukan tujuh rekomendasi kepada DPR dan pemerintah, di antaranya:

-Membuka partisipasi publik dalam pembahasan RUU Haji dan Umrah.
-Memprioritaskan calon jemaah lanjut usia dalam antrean keberangkatan.
-Menghapus praktik rente bisnis dalam biaya haji dan memastikan transparansi kontrak layanan haji.
-Menerapkan konsep penyelenggaraan satu pintu dengan pengawasan independen.
-Menuntut BPKH untuk memberikan laporan keuangan yang transparan dan akuntabel.
-Menyusun strategi pengelolaan aset haji guna mengurangi biaya di masa depan.
-Memperbaiki sistem perekrutan PPIH agar lebih profesional dan akuntabel.

“Kami akan terus mengawal kebijakan ini demi kepentingan umat dan keadilan bagi seluruh calon jemaah haji di Indonesia,” ujar Daffa. [rls]

Exit mobile version