Site icon Jernih.co

Gagal Meraih Trofi Piala Dunia, Lionel Messi Bukan Apa-apa Dibanding Diego Maradona

JERNIH — Sukses meloloskan Argentina dari Grup C Piala Dunia 2022 lewat dua kemenangan atas Meksiko dan Polandia, membuat Lionel Messi mendapat banyak pujian di dalam negeri. Namun, status legenda hanya bisa diperoleh jika Messi menyamai pencapaian Maradona, yaitu menjadikan Argentina juara.

Messi dan Maradona relatif sama. Bernomor punggung 10, mungil, dan memukai dunia dengan gaya bermain yang nyaris sama, yaitu mengandalkan gravitasi rendah untuk meliuk-liuk di tengah kepungan lawan dengan bola tetap di kaki.

Sejauh ini hanya Maradona yang bisa mengeksploitasi kemampuannya untuk menjadikan Argentina juara. Maradona mengubah gol tangan Tuhan menjadi simbol balas dendam Argentina atas kekalahan dalam Perang Malvinas.

Pergi ke Spanyol pada usia 13, Messi mengoleksi banyak trofi Ballon d’Or, Liga Champions, dan La Liga. Maradona hanya punya sedikit trofi dari Erapo, tapi meraih trofi Piala Dunia.

Orang Argentina, terutama penggemar berusia lanjut, kerap menggerutu bahwa berapa pun trofi yang diperoleh Messi tidak akan menjadikannya legenda jika gagal membawang pulang Piala Dunia.

Messi sebenarnya lebih santun, tak banyak ulah, dan relatif bermain dengan jujur. Maradona adalah bajingan menyenangkan, menghibur, kaya lelucon, bacot tak sopan, dan pembangkang sejati. Selain kemampuan fenomenalnya, semua citra buruk membantu Maradona menjadi legenda.

Maradona sangat bergantung pada narkoba, Messi tidak. Maradona membiarkan dirinya bebas di kehidupan liar, yang terkadang membuat fans-nya frustrasi. Messi menjauhi diri dari semua itu.

Messi dan Maradona seperti bumi dan langit. Yang satu pemalu, lainnya tak tahu malu. Namun, menurut rekan-rekannya di Barcelona, Messi punya keinginan sama dengan Maradona, yaitu menjuarai Piala Dunia.

Itu terlihat ketika Messi menangis usai memimpin Argentina di Copa America 2021. Ia meraih gelar itu, dan menjadi trofi pertama yang dimenangkan untuk Argentina. Bagi Argentina, trofi Copa America itu yang pertama dalam 28 tahun.

“Orang Argentina memiliki hubungan cina dan benci dengan Messi,” kata Gustavo Franchini, fans Argentina berusia 44 tahun di Buenos Aires. “Kami selalu membandingkannya dengan Maradona, yang memenangkan Piala Dunia 36 tahun lalu.”

Semua orang di Argentina, masih menurut Franchini, mengatakan Messi harus membawa Albiceleste menjuarai Piala Dunia untuk mencapai status legenda.

“Tahun 1986, Maradona meraih Piala Dunia nyaris sendirian,” kata Franchini. “Messi empat kali gagal di Piala Dunia.”

Piala Dunia Qatar adalah kesempatan kelima bagi Messi. Ia menjadi jantung skuat Argentina di dua laga pertama, dan diramalkan tidak akan sulit memimpin Argentina dalam laga berikut.

Di Qatar, fans Argentina seolah tidak berhenti berharap kepada Messi. Saat gagal mengeksekusi penalti, fans terus menyemangati, dan memamerkan citra bangga di berbagai bendera dan spanduk.

Di jalan-jalan di Buenos Aires, gambar Messi dan Maradona berdamping terpampang di banyak sudut kota. Ada gambar Maradona tersenyum dari akhirat kepada ahli warisnya, yaitu Messi.

Membuka Diri

Ada sesuatu yang berubah pada diri Messi. Setelah dikalahkan Arab Saudi 1-2 pada laga pembuka Grup C, Messi membuka diri dengan berbicara di depan rekan-rekannya. Ia secara emosional menggalang kebersamaan tim dengan berbicara kepada semua orang.

Fans Argentina pasti teringat bagaimana Maradona melakukannya sebelum laga melawan Inggris di Piala Dunia 1986. Sang legenda menggunakan retorika kekalahan Argentina atas Inggris dalam Perang Malvinas untuk membangun semangat mengakhiri rasa malu bangsa dengan kemenangan.

Setelah mengalahkan Meksiko dan Polandia, Messi larut dalam euforia kegembiraan bersama fans dan di ruang ganti. Ia menginstruksikan semua orang menyanyikan lagu kebangsaan.

Fecundo Moreno — fans lain Argentina di Buenos Aires — mengatkan sejak sukses membawa trofi Copa America, Messi lebih santai dan menikmati suasana di stadion dan ruang ganti.

“Bagi saya, Messi selalu melakukan segalanya untuk Argentina,” kaat Moreno. “Maradona dan Messi punya kepribadian berbeda. Di lapangan, mereka melakukan hal yang sama.”

Marcello Sottile, jurnalis olahraga dan penulis buku tentang Messi, mengatakan meski citranya yang bersih dan kepribadiannya yang sopan mencerminkan citra orang Argentina, Maradona yang pemberontak mencerminkan siapa dia sebenarnya.

Menurut Sottile, ada kesenjangan generasi antara yang paling mengingat Maradona dan penggemar muda yang terlalu berprasangka buruk terhadap Messi.

“Saya punya seorang putra berusia 18 tahun, yang tidak pernah mengatakan Messi bermain bagus untuk Barcelona tapi tidak untuk Argentina,” kata Sottile.

Messi, katanya, menderita karena menjadi bintang yang dihormati di Argentina tapi sering diserang di Argentina.

Exit mobile version