JERNIH – Dengan menggunakan model yang dihasilkan komputer, para ilmuwan telah mensimulasikan bersin pada berbagai jenis orang, dan mengidentifikasi fitur biologis yang dapat membuat seseorang menjadi penyebar virus super seperti novel coronavirus yang menyebabkan Covid-19.
Studi yang diterbitkan dalam jurnal Physics of Fluids, menentukan hubungan antara fitur fisiologis seseorang dan sejauh mana tetesan bersin mereka bergerak dan bertahan di udara.
Menurut para ilmuwan, termasuk dari University of Central Florida (UCF) di AS, ciri-ciri orang, seperti hidung tersumbat, atau gigi lengkap, dapat meningkatkan potensi mereka untuk menyebarkan virus karena memengaruhi seberapa jauh tetesan atau droplet menyebar saat mereka bersin.
Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC) AS sebelumnya mencatat bahwa cara utama orang terinfeksi oleh virus corona baru adalah melalui paparan tetesan pernapasan, seperti bersin dan batuk.
Mengetahui lebih banyak tentang faktor-faktor yang mempengaruhi sejauh mana perjalanan tetesan ini dapat menginformasikan upaya untuk mengontrol penyebarannya, kata rekan penulis studi Michael Kinzel dari UCF. “Ini adalah studi pertama yang bertujuan untuk memahami ‘mengapa’ dari seberapa jauh perjalanan bersin,” kata Kinzel, seperti dikutip Metro.uk, Senin (23/11/2020).
“Kami menunjukkan bahwa tubuh manusia memiliki pengaruh, seperti sistem saluran kompleks yang terkait dengan aliran hidung yang benar-benar mengganggu semburan dari mulut Anda dan mencegahnya menyebarkan tetesan jarak jauh,” tambahnya.
Mengutip sebuah contoh, para peneliti mengatakan ketika orang memiliki hidung yang bersih maka kecepatan dan jarak perjalanan tetesan bersin berkurang. Ini karena hidung yang bersih menyediakan jalan selain mulut untuk bersin keluar, tambah mereka.
Namun, ketika hidung orang tersumbat, area di mana bersin yang bisa keluar dibatasi, sehingga menyebabkan tetesan bersin yang dikeluarkan dari mulut meningkat kecepatannya, kata studi tersebut.
Menurut para ilmuwan, gigi juga membatasi area keluar bersin dan menyebabkan kecepatan tetesan meningkat. “Gigi menciptakan efek penyempitan pada jet yang membuatnya lebih kuat dan lebih bergejolak,” kata Kinzel.
“Mereka benar-benar tampaknya mendorong transmisi. Jadi, jika Anda melihat seseorang tanpa gigi, Anda sebenarnya bisa melihat semburan yang lebih lemah dari bersin dari mereka,” tambahnya.
Dalam penelitian tersebut, para ilmuwan menggunakan pemodelan 3D dan simulasi numerik untuk menciptakan kembali empat jenis mulut dan hidung yakni orang dengan gigi dan hidung bersih, orang tanpa gigi dan hidung bersih, orang tanpa gigi dan hidung tersumbat, dan orang dengan gigi dan hidung tersumbat.
Ketika mereka mensimulasikan bersin dalam model yang berbeda, mereka menemukan bahwa jarak semprotan tetesan yang dikeluarkan saat seseorang memiliki hidung tersumbat dan gigi yang penuh adalah sekitar 60 persen lebih besar daripada saat tidak.
Temuan tersebut mengungkapkan bahwa ketika seseorang menjaga hidungnya tetap bersih, maka mereka dapat mengurangi jarak perjalanan virus. Para peneliti juga mensimulasikan tiga jenis air liur – tipis, sedang dan tebal.
Mereka menemukan bahwa air liur yang lebih tipis menghasilkan bersin yang terdiri dari tetesan yang lebih kecil, yang menciptakan semprotan dan bertahan di udara lebih lama daripada air liur sedang dan tebal.
Temuan ini menghasilkan wawasan baru tentang variabilitas jarak paparan dan menunjukkan bagaimana faktor fisiologis memengaruhi tingkat penularan, kata Kareem Ahmed, rekan penulis studi lainnya dari UCF.
“Hasilnya menunjukkan tingkat keterpaparan sangat bergantung pada dinamika fluida yang dapat bervariasi tergantung pada beberapa fitur manusia,” kata Ahmed. Fitur seperti itu mungkin menjadi faktor yang mendasari peristiwa penyebaran superspreading dalam pandemi Covid-19. [*]