Tindakan Israel yang sedang dibahas termasuk mempercepat aneksasi di Tepi Barat yang diduduki, menutup konsulat Prancis di Yerusalem, dan menyita properti milik Prancis di Yerusalem Timur, termasuk Tempat Suci Eleona, situs ziarah Kristen bersejarah.
JERNIH – Israel mengancam akan melakukan pembalasan setelah Prancis mengumumkan akan secara resmi mengakui negara Palestina pada hari Senin (22/9/2025) di Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).
Tindakan Israel yang sedang dibahas termasuk mempercepat aneksasi di Tepi Barat yang diduduki, menutup konsulat Prancis di Yerusalem, dan menyita properti milik Prancis di Yerusalem Timur, termasuk Tempat Suci Eleona, situs ziarah Kristen bersejarah.
Konsulat Prancis, yang didirikan sebelum pembentukan Israel pada 1948, telah lama melambangkan peran Paris di wilayah tersebut dan penolakannya untuk menerima klaim sepihak Israel atas Yerusalem. Awal bulan ini, wakil menteri luar negeri Israel Sharren Haskel mengatakan kepada radio Prancis bahwa penutupan konsulat “ada di atas meja” bagi Perdana Menteri Benjamin Netanyahu.
Seorang diplomat Eropa mengatakan kepada Politico bahwa hubungan antara Paris dan Tel Aviv dapat “memburuk drastis”, dan mencatat bahwa Macron telah menjadi kekuatan pendorong di balik pengakuan negara Palestina meskipun ada permusuhan dari Netanyahu.
Keputusan Prancis menjadikannya negara Barat paling terkemuka yang mendukung kenegaraan Palestina. Langkah tersebut telah mendorong sekutu lainnya. Inggris bersiap mengumumkan pengakuan pada hari Minggu, sementara Kanada dan Australia telah mengisyaratkan niat serupa pada konferensi solusi dua negara di New York.
Macron telah membingkai pengakuan tersebut sebagai cara untuk “mengisolasi Hamas” sembari memperingatkan Israel agar tidak menyamakan Hamas dengan rakyat Palestina. Berbicara kepada Channel 12 Israel minggu lalu, Macron mengkritik perluasan permukiman sebagai “tidak adil dan tidak bertanggung jawab”, menekankan bahwa Tepi Barat yang diduduki “tidak ada hubungannya dengan Hamas”.
Prakarsa tersebut, yang memakan waktu berbulan-bulan, telah memberikan Macron kemenangan politik yang langka di dalam dan luar negeri, tetapi telah menempatkan Prancis langsung di garis bidik Israel. Diplomat Israel menuduh Macron menekan pemerintah lain untuk mengakui Palestina dan menunjuknya sebagai arsitek utama dorongan pengakuan tersebut.
Eropa Meningkatkan Tekanan terhadap Gaza
Langkah Prancis ini bertepatan dengan meningkatnya tekanan dari Brussels. Pada hari Rabu, Presiden Komisi Eropa Ursula von der Leyen mengumumkan rencana tarif dan sanksi yang belum pernah terjadi sebelumnya terhadap Israel menyusul temuan Uni Eropa mengenai pelanggaran hak asasi manusia yang serius di Gaza.
Menteri Luar Negeri Israel Gideon Sa’ar mengecam keras, menuduh von der Leyen “memberdayakan kelompok teroris”. Namun, para diplomat Uni Eropa bersikeras bahwa sanksi tersebut merupakan respons langsung terhadap serangan mengerikan militer Israel di Gaza, yang sejauh ini telah menewaskan lebih dari 65.000 warga Palestina dan menghancurkan Gaza.
Prancis juga sedang mempersiapkan tindakan balasan jika Israel menyerang aset diplomatiknya. Menurut media Prancis, langkah-langkah yang mungkin dilakukan antara lain menutup konsulat Israel di Prancis atau mengusir agen intelijen Israel yang beroperasi di negara itu.