JAKARTA – Draf Rancangan Undang-Undang (RUU) Omnibus Law telah rampung dan pekan depan diserahkan ke legislatif. Namun dalam perjalanannya, sejumlah pihak atau organisasi-organisasi menolak atas regulasi tersebut. Sebab dinilai bakal merugikan pihak tertentu, seperti buruh.
Pihak-pihak yang menolak, direspon cepat oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi), dengan meminta Badan Intelejen Nasional (BIN), Kepolisian, dan Kejaksaan melakukan pendekatan. Hal itu membuat Ketua Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta, Arif Maulana, mengkritik langkah Jokowi tersebut.
Menurut Arif, pihaknya merasa bingung dengan langkah Jokowi terhadap para penolak Omnibus Law tersebut. Apalagi institusi yang ditugaskan mendekati juga perlu dipertanyakan.
“Teman-teman yang menolak omnibus law, tolong diajak diskusi. Tapi yang disuruh siapa? BIN, polisi, jaksa. Ini diskusi atau intimidasi?” ujarnya di Jakarta, Minggu (19/1/2020).
Arif mengklaim, pendekatan dengan melibatkan BIN, Kepolisian, dan Kejaksaan menegaskan bahwa rakyat tak boleh mengkritisi kebijakan pemerintah. Karena itu, dibangun sebuah pemahaman siapa yang menolak Omnibus Law berarti memiliki pemikiran yang keliru.
Padahal, lanjut Arif, seharusnya dalam pembentukan aturan menyertakan stakeholder. Salah satunya ialah masyarakat yang nantinya akan terdampak. Akan tetapi sejauh ini, hanya melibatkan orang-orang tertentu, sehingga cenderung diskriminatif.
Sebelumnya, Jokowi meminta Kapolri, Kepala BIN, Jaksa Agung, dan juga seluruh kementerian/lembaga terkait, melakukan pendekatan kepada organisasi-organisasi yang menolak RUU Omnibus Law tersebut.
“Sehingga berjalan paralel, antara pengajuan di DPR dan pendekatan-pendekatan dengan organisasi-organisasi yang ada,” katanya.
Menurut Jokowi, bila RUU tersebut rampung, maka akan ada perubahan besar sekali dalam pergerakan ekonomi dan pergerakan kebijakan Indonesia. Sebab berkaitan dengan lapangan kerja, perpajakan, dan lain-lain. Misal yang menyangkut sektor keuangan, bakal memiliki aturan terkait Sovereign Wealt Fund (dana investasi negara) – berinvestasi dalam aset nyata dan keuangan seperti saham, obligasi, real estat, logam mulia, atau dalam investasi alternatif seperti dana ekuitas swasta atau lindung nilai dana -.
“Begitu ini keluar, saya tadi sudah bisik-bisik ke ketua OJK dan Gubernur BI, begitu aturan SWF keluar akan ada inflow minimal US$ 20 miliar,” katanya.
“Tidak usah saya sebutkan. Angka ini akan lebih besar lagi apabila pasal-pasal yang kita ajukan ke DPR disetujui sehingga pergerakan ekonomi kita akan tumbuh lebih baik,” Jokowi menambahkan.
Omnibus Law diperlukan, tegas Jokowi, sebab Indonesia sulit merespons perubahan-perubahan dunia, karena terhalang oleh banyaknya aturan. Karena itu, pasal yang direvisi bakal memangkas hal yang selama ini menghambat masuknya investasi ke dalam negeri.
“Pasal-pasal ini yang menghambat kecepatan kita dalam bergerak dan memutuskan respons pada setiap perubahan-perubahan yang terjadi di dunia,” kata dia. [Fan]