JERNIH – Pemerintah mengantisipasi lonjakan kasus pada periode libur panjang sekaligus cuti bersama pada 28 Oktober hingga 1 November 2020 mendatang. Karyawan yang berpergian ke zona oranye dan merah harus melaporkan ke perusahaannya.
Juru Bicara Pemerintah untuk Penanganan Covid-19 Prof. Wiku Adisasmito mengimbau masyarakat tidak melakukan perjalanan keluar rumah, ke tempat kerumunan, atau pulang kampung saat periode libur panjang pekan depan guna menekan kasus penyebaran Covid-19.
“Warga diingatkan untuk menegakkan protokol kesehatan dengan memakai masker, menjaga jarak dan menghindari kerumunan, dan mencuci tangan pakai sabun di air mengalir,” kata Prof Wiku, dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, kemarin.
Prof. Wiku mengungkapkan data yang dikaji berdasarkan persentase angka periode liburan Idul fitri pada tanggal 22-25 Mei 2020 terjadi kenaikan jumlah kasus harian dan kumulatif mingguan sekitar 69% sampai 93% sejak hari libur lebaran dengan rentang waktu 10 hari – 14 hari, kemudian melihat dampaknya.
Begitu juga pada libur panjang 20-23 Agustus 2020, juga terjadi kenaikan jumlah kasus harian sebanyak 58% hingga 118% sejak libur panjang pekan ketiga bulan Agustus 2020 dengan rentang waktu 10 hari sampai 14 hari. “Juga terjadi angka kenaikan absolut pada tes dengan hasil positif yang naik mencapai 3,9% dalam dua minggu di tingkat nasional,” papar Prof. Wiku.
Koordinator Tim Pakar Satgas Penanganan Covid-19 ini mengatakan Tim Satgas Penanganan Covid-19 mendorong agar perkantoran dan perusahaan melakukan antisipatif bagi karyawan yang hendak berpergian ke luar kota pada masa periode libur panjang.
Perusahaan didorong untuk meminta karyawan melaporkan ke kantor, terutama yang pergi ke zona oranye dan merah. Selain itu perusahaan mendorong karyawannya menjalani isolasi mandiri jika mengalami gejala demam, gangguan pernafasan, atau hilang indera perasa dan penciuman setelah libur panjang. “Karyawan yang berpergian ke zona oranye dan merah harus melaporkan ke perusahaan,” tegas Prof. Wiku.
Prof. Wiku menunjukkan hasil studi tahun 2020 “Effect of Human Mobility Restriction on The Spread of Covid-19 in Shenzhen China Modelling Study Using Mobile Phone Data” menunjukkan pengurangan mobilitas dalam kota sebanyak 20% dapat melandaikan kurva kasus sebanyak 33% dan menunda kemunculan puncak kasus selama dua minggu.
Pengurangan mobilitas dalam kota sebanyak 40% dapat melandaikan kurva kasus 66% dan menunda kemunculan puncak kasus selama empat minggu. Bahkan pengurangan mobilitas dalam kota sebanyak 60% dapat melandaikan kurva kasus sebanyak 91% dan menunda kemunculan puncak kasus selama empatbelas minggu.
Studi lainnya masih di tahun 2020 “Stay at Home Works to Fight Again Covid-19 International Evidance from Google Mobility”, data dibuat dari 130 negara, menunjukkan 1% peningkatan masyarakat yang berdiam di rumah akan mengurangi 70 kasus dan 7 kematian mingguan. Bahkan 1% pengurangan mobilitas masyarakat menggunakan transportasi umum di terminal, stasiun, dan bandara akan mengurangi 33 kasus dan 4 kematian mingguan.
Sebanyak 1% pengurangan kunjungan masyarakat ke ritel dan tempat rekreasi juga mengurangi 25 kasus dan 3 kematian mingguan. Apabila terjadi 1% kunjungan ke tempat kerja akan mengurangi 18 kasus dan 2 kematian mingguan.
“Bisa dibayangkan berapa banyak nyawa yang bisa dilindungi dan selamatkan dengan pengurangan kunjungan tadi,” kata Prof. Wiku seraya mengingatkan masyarakat bahwa angka kasus penyebaran Covid-19 di Indonesia masih tinggi. [*]