Site icon Jernih.co

Mantan Jenderal Terkenal Israel Dov Tamari: Orang Yahudi tak Pernah Menang Perang Sejak 1967

JERNIH — Jenderal (Purn) Dov Tamari, mantan komandan unit pengintaian pasukan terju payung dan asukan elit Sayeret Matka, mengatakan Israel tidak pernah lagi memenangkan perang sejak 1967.

“Sejak 1967, kami belum berhasil memenangkan perang apa pun,” katanya kepada surat kabar Haaretz di dikutip Al Mayadeen.

Israel, kata Tamari, selalu menang di medan perang tapi kerap kalah dalam perjuangan demi tercapai kemenangan. Tentara Yahudi pandai berperang tapi buruk dalam perang.

Menurutnya, ini bukan masalah komando militer, tapi lebih merupakan diplomatik, politik, dan sosial. Ia juga mengatakan pencegahan Israel tidak berhasil.

“Israel tidak bisa melawan kelompok perlawanan karena keberadaan kelompok itu adalah untuk berperang,” kata Tamari.

Mengomentari perang genosida di Gaza, jenderal terkenal itu mempertanyakan seluruh alasan di balik kinerja dan keputusan tentara, serta menyimpulkan bahwa Israel saat ini sedang dalam perang atrisi, atau perang yang menggerogoti.

Ensiklopedia Internastional Perang Dunia I mendefinisikan perang atrisi, atau perang erosi, sebagai proses terus menerus melemahkan lawan sehingga memaksa mereka mengalami keruntuhan fisik melalui kehilangan personel, peralatan, dan perbekalan, atau menurunkan moral sedemikian rupa sampai tidak bisa berbuat apa-apa untuk melawan keruntuhan.

“Apa yang mereka pikirkan setelah 7 Oktober bahwa kita akan mampu melancarkan perang jangka panjang sambil menerapkan pengepungan dan blokade menyeluruh terhadap Gaza?” tanya Tamari.

“Saya juga tidak tahu ke mana perang ini akan mengarah. Yang jelas, narasi Israel dimulai dari Holocaust sampai kebangkitan kembali telah hilang,” katanya.

Jadi siapa yang memenangkan perang? Tamari mengatakan; “Narasi Palesetina/Arab/Muslim lebih diterima dunia dibanding narasi Israel.”

Ketika ditanya tentang arah yang dihadapi komunitas pemukim Yahudi dalam situasi saatini, Tamari mengatakan; “Perasaan saya tentang apa yang terjadi, dan tentang masa depan, adalah pesimisme yang hati-hati.”

Exit mobile version