- Saya kanan berada di urutan ketiga dalam perolehan kursi parlemen.
- Koalisi sayap kiri meraih suara terbanyak tapi sulit membentuk pemerintahan mayoritas.
JERNIH — Presiden Emmanuel Macron mungkin benar ketika meramalkan Prancis di ambang perang saudara jika partai sayap kanan atau kiri memenangkan pemilu.
Pada pemilu putaran pertama, sayap kanan Rally National pimpinan Marine Le Pen meraup 33,1 persen suara. Kerusuhan merebak di sekujur Prancis dan menibulkan kegundahan pemain timnas Prancis keturunan imigran yang sedang berlaga di Euro 2024.
Minggu 7 Juli malam, Prancis mengumumkan hasil pemilu putaran kedua. Koalisi sayap kanan pimpinan Le Pen tumbang, berada di urutan ketiga dengan perolehan 143 kursi. Sayap kiri memimpin degan182 kursi, dan kelompok tengah pimpinan Presiden Macron di urutan kedua dengan 163 kursi.
Yang terjadi setelah pengumuman itu adalah Prancis memanas. Kerusuhan terjadi ketika pendukung koalisi sayap kiri turun ke tengah kota Paris, Nantes, Lyon, Marseille, dan Rennes, merayakan kemenangan.
Bentrokan dengan pendukung sayap kanan dan tengah tak terhindarkan. Berikutnya adalah penjarahan, dan kerusuhan, di sekujur Prancis. Lebih 30 ribu polisi anti huru-hara, termasuk 5.000 di Paris, gagal mencegah kekerasan.
Di Paris, massa berkumpul di Republiq Square, melepas kembang api dan berteriak; “Anak muda, persetan dengan Front National. Polisi berusaha membubarkan kerumunan dengan tembakan gas air mata, tapi masa bertopeng melemparkan botol, mendirikan barikade, dan membakar sepeda.
Pemilik restoran, bank, dan kantor-kantor bisnis, mengantisipasi situasi sejak pemilu putaran kedua dimulai. Mereka menutup jendela dan pintu dengan panel kayu agar tidak mudah dijebol. Cara itu tak berhasil, sejumlah toko dijebol dan isinya dijarah.