- Militer dan polisi telah menggunakan semua cara untuk menghentikan unjuk rasa. Gagal.
- Kini, digunakan cara terakhir yang lebih brutal, yaitu menembak pengunjuk rasa.
- 13 tewas di beberapa lokasi unjuk rasa, tapi tidak ada indikasi pengunjuk rasa takut.
JERNIH — Myanmar, Minggu 28 Februari, mengawali babak berdarah aksi unjuk rasa anti-kudeta militer dengan 13 orang tewas terkena peluru tajam tentara.
Irrawaddy.com melaporkan Yangon mengalami kekacauan hebat sejak pagi, ketika polisi anti huru-hara dan tentara menggunakan kekerasan untuk membubarkan pengunjuk rasa yang turun ke jalan.
Saat itu, ribuan dokter, perawat, dan mahasiswa Universitas Kedokteran, paramedis, dokter gigi, dan farmasi, berusaha mencapai Kotapraja Yankin di Yangon dihambat.
Sekitar 200 mahasiswa kedokteran, bagian dari kelompok besar ini, ditahan. Seorang wanita fotografer juga dicomot dan ditahan.
Jam-jam berikut pengunjuk rasa nyaris menyebut di sekujur kota. Di sejumlah lokasi, polisi memberondongkan senjata. Korban berjatuhan.
Empat orang, tiga mahasiswa dan satu dosen, tewas di tempat. Lainnya dilarikan ke rumah sakit dengan tumbuh bersimbah darah.
Sekitar pukul 15:30 dokter dan mahasiswa kedokteran dibebaskan dari tempat mereka ditahan di bekas pusat karantina Covid-19 di Mayangone Township.
Di Dawei, tepatnya wilayah Tanintharyi, empat orang tewas ditembak, dan 40 lainnya terlupa. Korban tewas di tempat kejadian dalam unjuk rasa pagi hari.
Kebrutalan aparat keamanan juga terjadi di Bogo. Dua pengunjuk rasa tewas akibat luka tembak, dan 15 lainnya luka serius.
Jelang tengah hari di Mandalay, kota bisnis di Myanmar, seorang pengendara sepeda motor ditembak di kepala. Korban bukan pengunjuk rasa, tapi masyarakat yang menonton.
Beberapa relawan, yang bertugas membantu orang terluka, juga diberondong tembakan. Beberapa mengalami luka serius.
Di Wilayah Magwe, Pakkoku, seorang pria yang bersembunyi dari kejaran polisi dan tentara ditembak mati saat polisi menemukannya. Puluhan pengunjuk rasa ditahan.
Negara bagian Kachin, tepatnya di Myitkyina, juga bergolak. Sekitar 50 orang ditahan. Salah satunya reporter lokal.
Polisi menggunakan semua cara untuk membubarkan aksi massa. Mereka dibekani granat kejut dan gas air mata, tapi tak mampu membubarkan aksi unjuk rasa.
Mereka menggunakan cara terakhir, menembak pengunjuk rasa sampai mati untuk menimbulkan rasa takut. Cara ini juga tidak berhasil.
Myanmar tampaknya mengalami banjir darah di jalan-jalan, karena tidak ada indikasi pengunjuk rasa ketakutan. Di sisi lain, pembangkangan sipil terus berjalan.