- Percival Mabasa adalah pengkritik keras rezim Rodrigo Duterte dan Ferdinand ‘Bongbong’ Marcos.
- Pembunuhan ini mengungkap fakta batapa kejahatan terorganisir telah masuk ke pemerintahan Filipina.
JERNIH — Kepolisian Filipina, Senin 7 November, menuduh Direktur Jenderal (Dirjen) Biro Pemasyarakatan Gerald Bantag memerintahkan pembunuhan wartawan radio Percival Mabasa, atau Percy Lapid.
“Dia, Gerald Bantag, mungkin akan menjadi pejabat tertinggi negara ini yang pernah didakwa dengan kasus seberat ini,” kata Menteri Kehakiman Crispin Remulla kepada Manila Times.
Percival Mabasa, berusia 63 tahun, ditembak di pinggir Manila pada 3 Oktober saat berkendara dari rumah ke studionya. Joel Escorial, tersangka pembunuhnya, menyerahkan diri ke pihak berwenang setelah polisi menyebar foto wajahnya yang diperoleh dari rekaman CCTV.
Dari Escorial, yang mengkhawatirkan keselamatannya, polisi mengetahui keterlibatan Bantag dalam pembunuhan itu.
Bantag dan Ricardo Zulueta, wakilnya, kini diskors. Eugene Javier dari Biro Investigasi Nasional mengatakan Bantag dan Zulueta memerintahkan pembunuhan setelah terus menerus diekspose Mabasa di radio-nya.
Menurut Escorial, Bantag dan Zulueta tidak langsung memberi perintah kepada dirinya. Kedua pejabat itu menggunakan narapidana Cristito Villamor Panala menyampaikan perintah itu kepada Escorial.
Escoral melaporkan Palana kepada polisi. Namun, belum lagi polisi bertindak, Palana ditemukan tewas dengan cara dicekik dengan kantong plastik oleh rekan sesama anggota geng.
Bantag dan Zulueta diduga memerintahkan pembunuhan Palana untuk menutupi jejak. Sebanyak 10 narapidana yang terlibat dalam pembunuhan Palana telah mengajukan pengakuan.
Jaksa akan memutuskan apakah telah cukup bukti untuk mengajukan tuntutan terhadap Bantag dan Zulueta ke pengadilan.
Kritikus Duterte, Marcos
Mabasa adalah tokoh radio. Ia adalah kritikus vokal mantan presiden Rodrigo Duterte. Kini, ia juga kritikus blak-blakan Presiden Ferinand ‘Bongbong’ Marcos Jr.
Dia juga kritis terhadap kelompok merah, atau simpatisan komunis, operasi perjudian online, dan informasi yang salah terhadap darurat militer.
Yang terakhir ini adalah program jangka panjang Presiden Marcos Jr untuk membersihkan nama apaknya, Ferdinand Marcos Sr, dan keluarganya.
Mabasa tercatat sebagai wartawan kedua yang terbunuh sejak Marcos Jr berkuasa 30 Juni lalu, yang membuat Filipina menjadi salah satu negara paling berbahaya bagi jurnalis.
Pembunuhan Mabasa, dan penyelidikan terhadap kasus ini, mengungkap sesuatu yang luar biasa di Filipina. Bahwa, menurut Eugene Javier, organisasi kriminal telah melembaga di dalam pemerintahan.