- Pele tidak pernah menyebut dirinya yang menghentikan perang itu tapi Santos.
- Sebab, 4 Februari 1969 dikenal sebagai Hari Santos Menghentikan Perang.
JERNIH — Posting Instagram untuk menghormati Edson Arantes do Nascimento, sosok yang dikenal dunia dengan nama Pele, merujuk pada satu cerita tak banyak diketahui tentang sang legenda.
Jonas Eduardo Américo, rekan Pele di Santos dan timnas Brasil yang biasa dipanggil Edu, tahu peristiwa itu dan menceritakannya kepada surat kabar Folha de Sao Paulo.
“Peristiwa itu terjadi 4 Februari 1969,” Edu memulai ceritanya. “Nigeria sedang terlibat Perang Saudara — sejarah mencatatnya dengan nama Perang Biafra — dan Santos datang ke Benin City untuk menghadapi klub lokal Central West State.”
Perang Biafra melibatkan dua kekuatan besar saat itu; Pemerintah Nigeria dan Republik Biafra. Perang berlangsung tiga tahun, tepatnya sejak 5 Juli 1967 sampai 13 Januari 1970, dan menewaskan hampir satu juta jiwa.
Benin City di waktu malam adalah kota tanpa lampu. Hanya hotel dan sedikit rumah yang boleh menyalakan lampu. Dari pesawat, Benin City benar-benar tak terlihat kecuali sedikit cahaya yang mengindikasikan kota.
“Saya sempat bertanya kepada manajer mengapa kota tanpa lampu,” kenang Edu. “Manajer mengatakan itu untuk menghindari pengeboman musuh di malam hari.”
Benin City adalah lokasi perang, tapi pesawat yang membawa Santos — dengan Pele di dalamnya — mendarat dengan aman dan disambut militer dan warga sekitar.
Ramos Delgado, rekan Pele lainnya, mengenang peristiwa itu dengan satu kalimat; “Kekuatan Pele luar biasa.” Namun, Edu, Delgado, dan semua yang berada di Santos, tidak pernah tahu apa yang terjadi beberapa jam sebelum mereka mendarat di Benin City.
Tahun 2005, Majalah Time menurunkan laporan tentang peristiwa itu. Disebutkan, Nigeria dan Republik Biafra sepakat gencatan senjata tiga hari untuk menerima kedatangan Pele.
Perang Brutal
Perang Biafra adalah konflik bersenjata paling brutal dalam sejarah Afrika. Tahun pertama perang ditandai adu kekuatan senjata dan pasukan dalam jumlah besar, dan kedua pihak saling mengklaim kemenangan.
Diplomat Barat dan tokoh-tokoh Afrika berupaya menghentikan perang, dengan berbicara kepada pihak yang bertikai. Semuanya gagal. Selama dua tahun pertama, Perang Biafra seolah berkobar setiap hari karena kedua pihak menolak gencatan senjata.
“Ketika Pele dan Santos menyatakan siap datang ke Benin City untuk menghadapi laga eksebisi melawan klub lokal, Nigeria dan Republik Biafra tanpa kesulitan sepakat gencatan senjata,” tulis Time.
Selama 72 jam, masih menurut Time, sepak bola lebih penting dari perang. Selama tiga hari semua orang di Nigeria membicarakan Santos dan Pele, bukan perang yang mengancam nyawa setiap orang.
Hari Santos
Dua tahun lalu, Pele merefleksikan kenangan kedatangannya ke Benin City dengan menulis di Twitter. Ia menyebut gencatan senjata tiga hari dalam Perang Biafra sebagai ‘kebanggan terbesarnya.’
“Saat saya kecil ayah selalu mengatakan sepak bola adalah alat untuk kebaikan,” tulis Pele. “Ayah mengajarkan untuk selalu menghormati lawan kendati yang kita hadapi jauh lebih lemah.”
Pele melanjutkan; “Saya selalu mencoba menyampaikan pesan ini kepada siapa pun, sebagai pemain sepak bola dan pria biasa.”
Sang legenda juga mencoba mengenang kunjungannya ke Nigeria tahun 1969, ketika Santos melakukan tur ke seluruh dunia. “Santos diminta meminkan laga persahabatan di Benin City, di tengah Perang Biafra,” tulis Pele.
Santos, masih menurut Pele, sangat dicintai di Benin City. “Itulah yang membuat pihak bertikai sepakat gencatan senjata tiga hari. Bahkan, hari saat kami bertanding diperingati sebagai Hari Santos Menghentikan Perang.”
Tulisan Pele di Twitter itu adalah cerminan kerendahan hati sang legenda. Ia tidak menyebut dirinya yang menghentikan perang, tapi Santos — klub yang membesarkannya.